Eksklusif: Novel Bamukmin FPI Ungkap Rekayasa Kejahatan terhadap Ahok

1264528
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Novel Chaidir Hasan Bamukmin Habib Palsu dan Biang Rusuh

Sidang ke-4 terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Selasa 3 Januari 2017 digelar tertutup. Namun kami tetap melaporkan untuk anda dengan mengirimkan reporter ke lapangan. Novel Chaidir Hasan Bamukmin, seorang saksi pelapor Ahok malah mengungkap rekayasa kejahatan (crime engineering) terhadap Ahok.

Dalam Persidangan itu setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi pelapor, khususnya Novel Bamukmin, bahwa keterangan mereka secara nyata dan jelas, hanya merupakan keterangan bersifat sentimen kebencian secara personal terhadap Basuki Tjahaja Purnama dan bukan berdasar pada fakta hukum bahwa Basuki Tjahaja Purnama melakukan dugaan tindak pidana.

Terbongkar Habib Palsu di Pengadilan

Novel Bamukmin saat ditanya oleh Penasehat Hukum Basuki Tjahaja Purnama, “Dalam BAP, nama anda ditulis sebagai ‘Habib Novel’, apa anda seorang habib?” Novel menjawab, “Iya, saya habib.” Penasehat hukum, “Tapi dalam berita di Republika, 11 Oktober 2014: Ketua Umum DPP Rabithah Alawiyah, Sayyid Zen Umar bin Smith, mengatakan, Bamukmin merupakan salah satu suku yang memang berasal dari Yaman atau Hadramaut. Tetapi tidak mempunyai silsilah atau garis keturunan dari Rasulullah. “Novel Bamukmin itu bukan sayyid apalagi habib,” katanya saat ditemui Republika di kantornya, Sabtu (11/10).” Kata Penasehat Hukum menunjukan print out laman Republika itu. Novel Bamukmin tidak bisa menjawab dan tertunduk malu. (Baca: No HP Novel Bamukim, Habib Palsu).

Terbongkar Novel Punya Dendam pada Ahok

Novel Bamukmin juga terbukti memiliki dendam kesumat pada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena pernah dijebloskan ke penjara selama 7 bulan, gara-gara memimpin demo untuk menolak Ahok sebagai Gubernur yang berakhir rusuh pada Oktober 2014.

Terungkap Ceramah Novel yang Caci-Maki Ahok sebelum Kasus Kepulauan Seribu

Terhadap Saksi Novel Chaidir Hasan Bamu’min (Novel) yang merupakan Pengurus Ormas FPI jelas dan nyata pada Tanggal 02 September 2016 bertempat di rumah Amanah Rakyat di Jl. Cut Nyak Dien 5 Menteng Jakarta, dalam Pertemuan dengan judul “Jakarta Tanpa Ahok”, yang dihadiri oleh beberapa elemen organisasi masyarakat di mana Novel hadir mewakili FPI. Dalam pertemuan tersebut Novel menyatakan dalam orasinya yang isinya mencaci dan menghina Basuki Tjahaja Purnama “Belum ada Gubernur Seburuk Ahok. Dia Makan Babi, Minumnya Air Comberan, Perutnya Kotor, Dia Haram”. Dan dalam orasinya tersebut Novel juga menyampaikan kata – kata Provokatif yang isinya “Yang tidak berani lawan Ahok akan masuk neraka. Salatnya, ibadahnya tidak akan diterima Tuhan. Lawan Ahok sampai darah penghabisan, tidak usah takut.”

Jelas sudah terhadap saksi Novel telah memiliki sentimen / ketidaksukaan secara personal dan memiliki tujuan menjatuhkan Basuki Tjahaja Purnama jauh sebelum pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016, sehingga sudah ada niatan untuk mengkriminalisasi Basuki Tjahaja Purnama.

Novel Tidak Menonton Video Ceramah Ahok yang Versi Utuh

Di dalam fakta persidangan yang bersesuaian dengan BAP saksi pada tanggal 16 Nopember 2017, pada saat ditanyakan oleh Majelis Hakim bahwa saksi melihat video dari whatsapp yang isinya “jangan mau dibohongi pakai surat Al Maidah 51 macam – macam itu ..”.  

Hal tersebut jelas bahwa saksi tidak mengetahui secara jelas dan pasti atas kebenaran isi pidato oleh Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu tersebut karena isi pidato yang disampaikan oleh saksi tidak lengkap. 

Laporan Berdasarkan Asumsi Pribadi 

Di dalam fakta persidangan terungkap bahwa saksi melakukan laporan sebelum adanya Pendapat dan Sikap Keagamaan dari MUI (yang menurut saksi adalah fatwa), dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada saat melakukan pelaporan Saksi hanya menyimpulkan dan berdasarkan asusmsi pribadi bahwa Basuki Tjahaja Purnama telah menistakan agama, di sini jelas atas sikap ketidaksukaan dan kebencian saksi terhadap Basuki Tjahaja Purnama sedari awal padahal seharusnya sebelum melakukan laporan haruslah melakukan Tabayyun (klarifikasi) terlebih dahulu kepada Basuki Tjahaja Purnama.

Novel Mengaku Membenci Ahok

Di dalam fakta persidangan terungkap bahwa pada saat Penasihat Hukum dari Basuki Tjahaja Purnama yaitu Dr. Humphrey R. Djemat,S.H.,LL.M.,FCB.ARB, menanyakan saksi Novel mengakui memang telah lebih dulu memilki sikap tidak suka dan kebencian terhadap Basuki Tjahaja Purnama.

Terbongkar, Novel Mengatasnamakan Umat Islam se-Indonesia

Di dalam BAP Saksi Novel pada tanggal 16 Nopember 2016, pada poin 13 ditanyakan oleh Penyidik “atas kehendak siapa saudara melaporkan kejadian tersebut?” dan dijawab “pelaporan tersebut atas kehendak umat Islam se–Indonesia” , atas hal tersebut menjadi pertanyaan bagi Tim Penasihat Hukum, Pelaporan tersebut atas kehendak dan mewakili umat Islam yang mana? Karena apabila mewakili pada prinsipnya harus ada Surat Kuasa terhadap Para Saksi Pelapor sedangkan dalam perkara ini tidak ada Surat Kuasa untuk mewakili siapa namun hanya laporan pribadi-pribadi, dan apabila dikatakan kehendak dan mewakili umat Islam sedangkan OKI sendiri sebagai Organisasi Islam yang Besar tidak mengakui hal tersebut.

Novel Tidak Tabayyun ke Ahok

Di dalam fakta persidangan yang bersesuaian dengan BAP Saksi Novel pada tanggal 21 Nopember 2016 terungkap, pada poin 4 ditanyakan oleh Penyidik “apakah saudara sudah melakukan diskusi dengan para Ulama, kalau sudah dengan Ulama mana saja dan dalam kapsitas saudara sebagai apa?” dan dijawab “ya saya sudah ber-tabayyun dengan para Ulama yang lainnya, sebelum melaporkan Sdr. Basuki Tjahaja Purnama, diantaranya dengan KH. Mahfuz Thoyib.”

Menurut Novel, Tabayyun Bisa Tebang Pilih alias Pilih-Pilih Orang

Kembali menjadi Pertanyaan Besar bagi Tim Penasihat Hukum, Mengapa tidak dilakukan proses Tabayyun (klarifikasi) secara langsung terhadap Basuki Tjahaja Purnama sehingga tidak menimbulkan fitnah kepada Basuki Tjahaja Purnama, di sini terlihat jelas adanya tebang pilih dalam proses Tabayyun khususnya pada perkara Basuki Tjahaja Purnama, yang kemudian dibenarkan oleh saksi bahwa terhadap Basuki Tjahaja Purnama tidak perlu tabayyun karena tabayyun boleh pilih – pilih orang.

Semua Saksi Pelapor Tidak Ada dari Kepulauan Seribu dan Menonton dari versi Editan Buni Yani

Bahwa terhadap keterangan Para Saksi Pelapor dalam BAP telah jelas dari semua Pelapor tidak satu pun yang melihat secara langsung pidato Basuki Tjahaja Purnama pada tanggal 27 September 2016 di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu, namun hanya berdasarkan informasi dari orang yang kemudian mendengar dan melihat dari unggahan video di Youtube dan atas unggahan tersebut diduga unggahan yang telah dibuat komentar sedemikian rupa oleh Buni Yani sehingga memiliki makna dan arti berbeda yang kemudian menjadi viral di masyarakat dan menjadi fitnah bagi Basuki Tjahaja Purnama kemudian menjadi alat untuk mengkriminalisasi Basuki Tjahaja Purnama.

Kasus Ahok adalah Kejahatan yang Direkayasa

Berdasarkan keterangan saksi-saksi di atas, jelas-jelas bahwa kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah kejahatan yang direkayasa (crime engineering) oleh para pelapornya yang jelas-jelas memiliki ketidaksukaan, kebencian hingga dendam kesumat pada Ahok. (Baca: Semua Saksi Pelapor Kasus Ahok Terkait Timses AHY dan FPI) dan (Semua Saksi Pelapor Kasus Ahok Abal-Abal!)