Membongkar Skenario Politisasi Masjid di Indonesia Ala FIS Melalui Anies, PKS dan Eep

500204
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

Beredar video Eep Saefulloh Fatah, konsultan pemenangan Anies-Sandi bicara soal strategi menggerakan jaringan masjid untuk pemenangan Pilgub DKI 2017 (Lihat disini: Strategi Tim Anies Sandi Politisasi Masjid)

Eep yang punya lembaga PolMark ingin mengulang kisah sukses penggunaan masjid untuk pemenangan pemilu di Aljazair tahun 1990 oleh partai FIS.  Eep ingin meniru kesuksesan Partai FIS (Front Islamique du Salut) atau Islamic Salvation Front, yang artinya Front Keselamatan Islam.

Islamic Party in Algeria Defeats Ruling Group in Local Elections nytimes.com/1990/06/14/wor…

Ada yang menarik dari penggunaan nama Front Keselamatan Islam Dalam bayangan mereka Islam dalam situasi krisis hingga perlu diselamatkan. Mirip penggunaan nama Front Pembela Islam yang bangun narasi seolah-olah Islam terancam sehingga perlu dibela.

Front Keselamatan Islam (FIS) adalah partai politik yang berdiri tahun 1990 dengan tujuan jadikan Aljazair sebagai negara Islam.  Jika lihat sejarah berdirinya FIS memang seperti melihat pola gerakan Tarbiyah-PKS dan gerombolan FPI yang diam-diam ingin dirikan NKRI Bersyariah.

Jadi FIS itu mulainya gerakan bawah tanah dengan topeng lembaga dakwah oaseimani.com/belajar-dari-s…

Bermula di tahun 1989 dibentuk lembaga dakwah yang merupakan hasil fusi beberapa jama’ah yang diberi nama Rabithah Dakwah (Liga Dakwah). Pemimpinnya Rabithah Dakwah (Liga Dakwah) waktu itu adalah Syaikh Akhmad Sahnun, ditopang tokoh-tokoh utama seperti Mahfuzh Nahnah, Abbasi al-Madani, Abdullah Jabullah, Ali Belhadj dan Muhammad Sa’id.

Berbeda dengan sejarah gerakan LDK- Tarbiyah yang terlihat masih malu-malu, Tujuan Rabithah Dakwah lebih tegas yakni penegakan Syariat Islam. Dalam perjalanannya kemudian, terjadi banyak perdebatan internal dalam tubuh lembaga Rabithah Dakwah ini.

Sedikit Sejarah Rabithah: Syaikh muda Ali Belhadj mengusulkan dibentuknya Front Kesatuan Islam (Al-Jabhah al-islamiyyah al-muwahhadah), Sedangkan Abbasi al-Madani mengusulkan nama Al-Jabhah al-Islamiyyah lil-Inqadz, yang dikenal luas di dunia internasional.

Al-Jabhah al-Islamiyyah lil-Inqadz dikenal luas sebagai Islamic Salvation Front atau Front Islamique du Salut (FIS) dalam bahasa Perancis. Akhirnya Ali Belhadj dan Abbasi al-Madani sepakat bahwa FIS yang menjadi nama organisasinya untuk mengikuti pemilu tahun 1990 di Aljazair.

Kemenangan FIS di pemilu tahun 1990 itu memang mengejutkan banyak pihak Sampai Eep konsultan politik Anies Sandi juga terkagum-kagum. Karena FIS menang dengan angka 54% di tingkat lokal dan kemudian 45% di tingkat nasional medea.be/en/countries/a…

Cara Partai FIS meraih suara adalah dengan memanfaatkan Dakwah dan jaringan Masjid untuk kepentingan politiknya britannica.com/topic/Islamic-…

FIS menggunakan jaringan pendakwah mereka untuk membius umat di Aljazair agar mau memilih FIS dengan janji-janji pemerintahan Khilafah. Mengapa jaringan Masjid dipakai oleh FIS? Karena FIS sadar bahwa Aljazair, dalam sejarahnya adalah bagian dari Khilafah Turki Utsmani.

Khilafah Turki Utsmani ini yang selalu diagung-agungkan kaum sengkuni berjenggot seperti HTI. Bagi gerombolan HTI, Khilafah Turki Utsmani adalah contoh ideal dari tujuan mereka untuk mendirikan Khilafah. hizbut-tahrir.or.id/2008/06/21/kej…

Skenario Aljazair ini ingin diulang lagi di Indonesia Strategi politisasi masjid ala FIS dipakai kembali oleh Tarbiyah-PKS dan Wahabi.  Demi syahwat kekuasaan, Tarbiyah-PKS dan kaum Wahabi terus menerus menistakan Masjid demi meraup suara dan kursi kekuasaan.

Ini menjelaskan strategi gerakan Tarbiyah-PKS dan Wahabi untuk menguasai banyak masjid, merebutnya dari NU dan Muhammadiyah. Perebutan Masjid NU dan Muhammadiyah oleh gerakan Tarbiyah-PKS dan Wahabi seperti yang pernah kami ceritakan (Baca: Masjid NU Dibajak HTI)

Berkedok bantuan renovasi dan pembangunan masjid, para serigala politik bersorban pelan-pelan merebut Masjid NU dan Muhammadiyah. Perebutan masjid dengan disertai infiltrasi melalui dakwah dan pengajian yang kental dengan paham Wahabisme dan mendorong NKRI Bersyariah.

Ibaratnya masjid dinistakan kaum Wahabi menjadi markaz, bukan hanya sebarkan Wahabisme tapi juga sekaligus markaz gerakan politik mereka. Padahal sudah jelas politisasi Masjid akhirnya malah menghasut perpecahan dan isu SARA di masyarakat.

Selain skenario merebut Masjid, politikus bersorban juga belajar dari kegagalan FIS dengan mulai berupaya merusak soliditas TNI.  Gerakan FIS (yang ditiru oleh tim pemenangan Anies-Sandi di Pilkada DKI) hancur karena gagal merangkul kelompok militer Aljazair.

Militer Aljazair tidak suka dengan FIS, karena dianggap fundamentalis dan akan mengubah Aljazair kembali menjadi Khilafah.  Buntutnya akhirnya tahun 1992 dengan sokongan militer, FIS dibubarkan oleh pemerintahan Aljazair.

Dan sampai sekarang FIS masih dinyatakan sebagai partai terlarang di Aljazair FIS Sama seperti PKI tahun 1966.  Tidak ingin disikat militer seperti FIS di Aljazair, maka gerombolan politikus berjenggot merajuk ke TNI. Gerombolan Politikus berjenggot punya skenario jahat untuk pelan-pelan menginfiltrasi TNI dengan doktrin NKRI Bersyariah.

Langkah awal yang dilakukan Politikus Berjenggot adalah adu domba di internal TNI Menghembus-hembuskan dukungan pada Jenderal Hijau. Dengan cara ini gerombolan politikus berjenggot ingin melemahkan TNI sehingga TNI jadi tidak solid dan lalu bisa dikuasai.

Politikus berjenggot masuk ke Masjid-masjid dan pengajian di lingkungan TNI Pelan-pelan mereka masuk menjadi kanker ganas untuk merusak doktrin TNI. Strategi menguasai Masjid TNI adalah langkah besar menjadikan Masjid sebagai markaz Markaz gerakan politik bagi politikus berjenggot.

Dengan cara itu, kaum Wahabi bisa berlindung dibalik topeng agama Bahwa yang mereka lakukan bisa diklaim sebagai aktivitas keagamaan,  padahal sebagian besar gerakan yang dilakukan oleh gerombolan politikus berjenggot dan kaum wahabi adalah manuver politik.

Inilah yang membuat PKS-FPI-kaum wahabi kebakaran jenggot ketika Presiden Jokowi mengecam pencampur adukan Agama dengan politik. Muka kaum wahabi merah padam ketika ketum PBNU mengkritik pengunaan agama sebagai alat politik Ayat-ayat Allah diperdagangkan dengan suara.

“Jangan Jadikan Agama Barang Murah untuk Mengejar Target Politik”

Umat yang punya pilihan berbeda dalam pilihan politiknya dengan kelompok (PKS-FPI-wahabi) yang menguasai Masjid akan disingkirkan. Masjid hanya jadi tempat bagi kelompok yang sehaluan pilihan politiknya. Yang berbeda dikucilkan bahkan tidak dilayani pengurusan jenazahnya.

Inilah strategi berbahaya yang digunakan pasangan Anies Sandi di Jakarta, mereka ingin gunakan masjid sebagai Markaz pemenangan. Para konsultan politik seperti Eep hanya itung bayaran jika menang/kalahpun, maka konsultan dapat bayaran tanpa mikir akibatnya.

Jelas mereka tidak peduli bahwa disatu sisi strategi ini mungkin bisa efektif untuk memobilisasi dukungan umat seperti kisah FIS di Aljazair.  Tapi jelas strategi penggunaan Masjid sebagai Markaz pemenangan politik ini akan merusak sendi-sendi kebhinekaan dan juga pondasi persatuan.

Bagi PKS-FPI-wahabi, demi suara di Pilkada dan kursi parlemen, semuanya dihalalkan termasuk merusak mimbar Masjid sebagai tempat kampanye.  Jusuf Kalla sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia terlihat hanya urusi soal TOA, tapi membiarkan politisasi Masjid ini terjadi.

Apalagi, bagi Jusuf Kalla, Anies-Sandi adalah pion yang dipasang untuk menang di Jakarta gerilyapolitik.com/terbongkar-kat…

Jadi sedulur semua, jangan mau terhasut untuk menistakan Masjid kita yang suci hanya untuk memuaskan syahwat kekuasaan politikus berjenggot. Matur nuwun sederek sedoyo masyarakat twitterland, jangan suka campur adukkan sesuatu seperti autan, jika kamu campur ciu, dia akan membunuhmu!!

(joxzin/gerpol)