Terbongkar! Pelajar MTs di Bekasi Ini Disuruh Pihak Sekolah Ikut Aksi 313

2331
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Empat pelajar MTs At-Taqwa, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi diamankan polisi, Jumat (31/3/2017) pagi, saat hendak mengikuti aksi 313 di Jakarta. (Sumber: Wartakota)

Empat pelajar Madrasah Tsanawiyah (MTS) At-Taqwa, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, diamankan polisi pada Jumat (31/3/2017) pagi.

Mereka diamankan saat hendak mengikuti aksi 313 yang diselenggarakan oleh organisasi massa Islam di Jakarta.

Keempat pelajar itu berinisial IF (13), YP (13), FH (13), dan JI (13). Mereka diamankan saat melaju dengan sepeda motor di Jalan Raya Sultan Agung, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi.

Empat pelajar MTs At-Taqwa, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi diamankan polisi, Jumat (31/3/2017) pagi, saat hendak mengikuti aksi 313 di Jakarta. (Sumber: Wartakota)

“Mereka diamankan karena membawa kendaraan tanpa dibekali dokumen kepemilikan resmi seperti Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK),” kata Kapolsek Medan Satria Komisaris Sukadi.

Menurut Sukadi, dokumen kepemilikan berkendara merupakan syarat mutlak yang harus dibawa oleh pengemudi. Bahkan, bila dokumen itu tidak ada, pengendara bisa ditilang polisi.

Baca:

Mengingat orang yang diamankan masih berusia anak-anak, maka polisi membawanya ke kantor setempat. Di sana, orangtua mereka dipanggil untuk menjemput anaknya di kantor polisi.

“Kami panggil orangtuanya agar mereka tahu perilaku anaknya yang nekat berkendara tanpa dokumen resmi,” ungkap Sukadi.

Kepada polisi, mereka mengaku ikut dalam aksi 313 karena diinstruksikan oleh pihak sekolah. Unjuk rasa memprotes proyek pembangunan Gereja Katolik Santa Clara di Bekasi Utara pada Jumat (24/3/2017) pekan lalu, juga atas perintah guru di sekolah.

“Sangat disayangkan, seharusnya mereka fokus belajar di sekolah bukan mengikuti aksi. Di usia mereka, pendidikan merupakan hak mutlak yang harus diperoleh,” ujar Sukadi.

Kasubag Humas Polrestro Bekasi Kota Komisaris Erna Ruswing menambahkan, mereka telah membuat surat pernyataan yang disertai materai Rp 6.000, agar tak mengulangi perbuatannya.

“Mereka juga sudah kami bina agar fokus belajar, dan kami minta kepada orangtua untuk mengawasi anaknya dalam kegiatan belajar dan bermain,” ucap Erna.

Menurut Erna, anak-anak dilarang mengikuti aksi unjuk rasa karena bisa berdampak buruk pada keselamatannya. Bila unjuk rasa itu berpotensi menimbulkan gejolak, maka anak-anak bisa menjadi korban.

“Bagi orangtua sebaiknya jangan membawa anaknya dalam aksi unjuk rasa. Saya berpesan begini karena untuk menghindari hal yang tidak diinginkan,” jelas Erna.

(wartakota/gerpol)