JAKARTA, IndonesiaSatu.co — Penunjukan Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Cagub DKI 2017-2022 merupakan preseden buruk bagi TNI, karena menjadi contoh negatif yang bisa merusak atmosfir pembinaan di lingkungan TNI. Hal ini ditegaskan mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dalam perbincangan dengan Valens Daki-Soo dan Redem Kono dari IndonesiaSatu.co di Jakarta, Jumat (23/09/2016).
Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono, putra sulung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah ditetapkan menjadi Cagub DKI berpasangan dengan Sylviana Murni. Penetapan itu dilakukan “Koalisi Cikeas” yakni Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Amanat Nasional (PAN) pada Jumat dinihari.
Contoh negatif
Agus-Sylviana menjadi salah satu pasangan yang akan maju dalam kontestasi pilgub DKI. Dua pasangan lainnya adalah Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura) dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Gerindra dan PKS). Penetapan Agus-Sylviana langsung diumumkan oleh SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di kediamannya, Cikeas.
“Penunjukan dan kesediaan Agus sebagai perwira yang masih muda menjadi cagub DKI adalah contoh yang kurang elok bagi generasi muda TNI. Pasalnya, dari awal pendidikan dan pelatihan hingga masa penugasan, seorang prajurit ditempa untuk menjadi tentara sejati, dan bukan politisi,” ujar Kiki.
Menurut Kiki, pencalonan Agus adalah contoh negatif bagi pembinaan TNI. Agus Yudhoyono yang memilih sebagai politisi dapat menularkan teladan buruk bagi generasi muda TNI lainnya. Kiki mengingatkan, “fenomena Agus” ini membuat pimpinan TNI tidak dapat mencegah perwira-perwira muda yang berambisi menceburkan diri ke dalam kolam politik praktis demi meraih kekuasaan politik.
“Apa yang ditunjukkan dalam pencalonan Agus menjadi contoh buruk tentang bagaimana masa depan, karir dan pembinaan prajurit telah dikorbankan demi kepentingan pribadi, kelompok dan partai. Dengan fenomena ini, ke depan Anda tidak bisa mencegah jika ada prajurit-prajurit muda kita yang memutuskan untuk meninggalkan tugas keprajuritan guna meraih kekuasaan politik,” ujar purnawirawan AD yang sarat pengalaman tempur dan teritorial di Timor Timur era integrasi tersebut.
Salah satu pendiri Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) dan Ketua Badan Pengkajian PPAD itu sangat menyayangkan kesediaan Agus Yudhoyono menerima pinangan partai untuk menjadi politisi. Agus Yudhoyono seharusnya tetap bersikukuh menunaikan panggilannya sebagai prajurit TNI.
“Sejak masuk pendidikan dan pembinaan di dunia militer, kemudian mendapat penugasan dalam perjalanan karirnya, seorang prajurit TNI sudah ditanamkan nilai-nilai keprajuritan sesuai isi Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Salah satu nilai ideal yang harus diusung dan dihayati setiap prajurit adalah kerelaan untuk mengabdi negara dan bangsa hingga tuntas, bahkan dengan berani mengorbankan nyawa sekalipun. Itu berarti, setiap prajurit niscaya memiliki keyakinan dan kesetiaan untuk tetap berada dalam koridor pengabdian demi NKRI hingga usai masa dinasnya di lingkungan TNI, kecuali jika memang ditugaskan pimpinannya untuk tugas-tugas khusus demi bangsa dan negara. Prajurit sejati tidak memperhitungkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, karena yang diutamakan adalah kepentingan nasional yang dijaganya dengan setia mengabdi sebagai prajurit TNI,” tandas Kiki.
Belum teruji
Penunjukan Agus oleh koalisi Cikeas, demikian Kiki, turut menunjukkan inkonsistensi dari SBY. Ketika masih menjabat presiden, SBY menegaskan bahwa para perwira lulusan akademi TNI dan Polri seharusnya tidak bercita-cita menjadi politisi atau pejabat politik, mulai dari tingkat gubernur sampai walikota. Sebagaimana diberitakan media, pada 22 Desember 2009 SBY memberikan pengarahan tersebut kepada para taruna, pengasuh, dan perwira TNI-Polri di Graha Samudera Bumimoro, Markas Komando Armada Angkatan Timur, Surabaya.
Di mata Kiki, Agus Yudhoyono sudah menampakkan kecerdasan konseptual dan kecakapan berbicara seperti ayahnya, SBY. Namun, Kiki menilai pengalaman, kepemimpinan dan karakter Agus Yudhoyono belum benar-benar teruji di dunia militer. Dia masih membutuhkan waktu dan proses yang panjang agar menjadi pribadi, prajurit dan pemimpin yang matang.
“Kemampuan, kepemimpinan dan karakter keprajuritan Agus belum sepenuhnya teruji sebagai prajurit TNI. Karakter dan kepemimpinan seorang perwira militer terutama dibentuk dalam penugasan di lapangan, bukan semata dari buku-buku atau bangku sekolah,” urai Kiki yang pernah menjadi Panglima Penguasa Darurat Militer Timor Timor usai jajak pendapat 1999.
Kiki menghimbau TNI khususnya para perwira muda dapat memetik pelajaran dari pencalonan Agus. Mereka harus tetap memegang janjinya untuk membebaskan diri dari jebakan kepentingan politik, sehingga berkonsentrasi penuh dalam pengabdian kepada bangsa dan negara sebagai prajurit TNI.
“Para prajurit TNI telah mendapat pendidikan, pelatihan, dan pembinaan guna memiliki kompetensi militer (military competence), keterampilan militer (military skill), dan karakter keprajuritan (military character). Itu semuanya tidak murah dan memakai uang rakyat. Jadi, setialah mengabdi NKRI sebagai prajurit TNI yang sejati,” pungkas mantan Pangdam IX/Udayana tersebut.
Reformasi TNI, lanjut Kiki, telah mendorong perubahan di kalangan para prajurit TNI, termasuk memagari mereka dari tarikan atau godaan dunia politik praktis. Memang, merupakan hak pribadi anggota TNI untuk keluar dari dinas kemiliteran dan menjadi politisi atau profesi apapun. Namun, Kiki menegaskan, prajurit sejati akan setia mengabdi melalui jalan panggilannya sebagai anggota TNI hingga akhir.
— Redem Kono