Hok, hari ini adalah kesedihan. Hujan besar sekali di Jakarta, langit seperti kuburan mengandung rasa sunyi. Semua pendukungmu sedih, dan dadanya penuh serta bertanya “Bagaimana Jakarta tanpamu…”
Semua jelas akan kangen, suaramu yang nyerocos itu, mengeluarkan angka angka penuh logika, nyerocos soal “Pemahaman Nenek Lo…!!” bicara kasar pada kaum pencoleng dan kadang elo nangis depan rakyat, saat rakyat yang tak punya itu mengadu soal kehidupan, elo malah nangis Hok…
Rakyat mangkin paham atas pendidikan politik yang kamu lakukan, inget nggak soal Lurah Susan, kamu berdiri tegas atas konstitusi, kamu menguliahi publik soal dasar dasar negara sampai Mendagri Gamawan seperti pelawak tak lucu di hadapan rakyat, dan kamu dengan cerdas memaknai negeri ini…
Hok, lu itu dinamika Jakarta, lu sekarang bagian dari sejarah besar Jakarta, mulai dari Chairil Anwar, Mayor Syafe’i, Ali Sadikin sampai dengan Benyamin S, lu sekarang bagian dari legenda itu. Sedih, Hok lu nggak lagi jabat Gubernur, tapi mungkin ini semua akan dijabarkan dalam alam rahasia rahasia Tuhan untuk Republik…
Rakyat jelas kehilangan kuliah kuliah politik elu di selasar Balaikota DKI, lu bicara sama rakyat, lu jelasin semua permasalahan mengatur pemerintahan, lu ketawa ketawa, lu marahin wartawan, lu ngamuk ngamuk tapi lucu, rakyat seneng Hok…
Rakyat seneng ama diri lo, lu sudah menciptakan “panggung politik dimana tubuh lo sendiri adalah panggung itu”… memang kadang lu naif cari pendukung, lu percayaan sama orang orang disekitar lu yang kemudian bloking lu nggak liat pandangan yang lebih luas, tapi sudah jadi takdir “semua manusia punya kekurangan”… lu nggak pinter maen politik, lu orangnya zakelijk tapi itulah elu, dan jutaan orang seneng dengan gaya elu kayak gitu…
Dalam sejarah ada satu kata kunci Hok, “Waktu yang akan membuka semuanya”. Apakah yang dituduhkan ke elu itu kita akan liat itu cuman maenan politik, bukan beneran, karena orang kayak elu mana bisa debat agama…
Setiap orang besar datang dan pergi dalam kenangan rakyat, pasti ada ingatan yang ditinggalkan. Ketika semua orang melihat Bis Trans Jakarta yang keren keren, pasti bilang “Tuh Bis Ahok”, ketika setiap orang melihat Kartu Jakarta Sehat-nya yang banyak menolong, “Tuh Kartu Ahok”, ketika orang dateng ke Kalijodo dan menikmati semilir angin sore lalu bergumam pelan “gue di taman Ahok…”
Pekerjaan elu Hok yang ngingetin banyak orang, dan mungkin sebagian nangis inget wajah lu yang lugu itu, wajah seperti pedagang yang habis habisan nawarin barang di kelontong yang padat di kampung pecinan.
Biar gimanapun, rakyat masih cinta elu Hok, lambaian tangan dari jutaan rakyat Indonesia ke elu, sebuah lambaian perpisahan tapi bukan berarti elu berlalu begitu saja, elu akan ada di setiap tempat hati orang Republik, ingetan tentang elu di dalam jaman ke jaman akan dikenang banyak generasi…
Hok, apa ada yang lebih sedih dari “perpisahan”, dulu orang orang kerap menyebut “Perpisahan adalah kematian kematian kecil” dalam tiap hubungan manusia, tapi perpisahan juga punya makna lain dalam kehidupan sehingga kita bisa mengerti bagaimana “rahasia rahasia Tuhan bekerja”…
Don’t cry for me Jakarta,
The truth is I never left you
All through my wild days
My mad existence
I kept my promise
Don’t keep your distance…
sumber : facebook AJ to AJ