Ahok You’ll Never Walk Alone

999
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

Ces’t La Vie kata orang Prancis. Thats a life. Begitulah kehidupan. Kata-kata ini menjadi kata penutup dari seorang sahabat yang kemarin menelponku. Ia yang selama ini terus memberikan dorongan semangat dalam berjuang memenangkan Basuki Tjahaya Purnama. Ia tahu kecewaku, Ia mencoba menghiburku. Begitulah kehidupan. Kau harus bangkit katanya.

Pagi hari ini kehidupan kembali bergulir. Mentari masih tetap sama memancarkan sinarnya dengan angkuh. Angin masih tetap sama berhembus menghampiri dedaunan. Sebagian daun kekuningan jatuh karena hembusan angin itu. Burung-burung masih tetap sama terbang lalu hinggap di dahan pohon. Mereka bercengkerama dengan sesekali berkicau nyaring. Mereka menyambut fajar dengan kicau tanda mencari butiran padi dan ulat akan dimulai. Tidak ada yang berubah. Ces’t la vie.

Pagi ini juga ada jutaan kendaraan bergerak di jalanan Jakarta. Jutaan orang yang bergerak itu punya tujuan. Mereka pergi bekerja mencari uang. Uang untuk membuat keluarganya tetap hidup. Jika tidak bekerja, kemelaratan yang akan terjadi. Miskin menderita. Kehidupan kembali pada porosnya. Ces’t la vie.

Kehidupan sejatinya selalu begitu. Sejak manusia ada kehidupan selalu begitu. Tak peduli siapa Presiden atau Rajamu, kita masing-masing akan bersaing untuk hidup. Seorang suami akan mencari nafkah, sementara sang istri mengelola rumah tangga atau sebaliknya bisa terjadi. Anak-anak kembali ke sekolah. Para jomblo ada yang masih tertidur bermimpi sedang memadu kasih, sebagian jomblo lain ada yang bersemangat mencari target baru. Thats a life. Ces’t la vie. Begitulah kehidupan.

Kepingan-kepingan kehidupan kecil itu tentu dipengaruhi oleh kepingan kehidupan besar lainnya. Tanpa kita sadari setiap zaman selalu punya cerita epic yang mempengaruhi hidup kita.

Sebut saja kisah perjuangan Bung Karno pada zaman kolonial Belanda.Saat membela dirinya di depan Sidang Pengadilan Belanda pada 1929, Soekarno menulis pledoi epic dengan judul “Indonesia Menggugat”. Pledoi Indonesia Menggugat itu mengguncang zamannya. Bahkan menembus Eropa, negeri penjajah Belanda. Bung Karno akhirnya menjadi penggerak utama Indonesia menjadi merdeka dari penjajahan. Soekarno membuat sejarah.

Di benua Eropa sana pada abad ke 13, ada seorang ksatria Skotlandia bernama William Wallace. Ia dihukum mati dengan keji oleh Raja Inggris Edward I. William memimpin perjuangan membebaskan negerinya dari jajahan Inggris dengan gagah berani. Ia tertangkap oleh karena pengkhianatan kawan seperjuangannya sendiri. Kawan seperjuangannya menerima tawaran Raja Edward I asal mau menyerahkan William.

Saat William dihukum akan ditarik anggota tubuhnya sampai putus, William diminta memohon ampun agar menyembah Raja Edward I. Ia menolak. Baginya kematian lebih mulia daripada hidup tapi tunduk terhina. Akhirnya kematian William menjadi awal perjuangan besar kebebasan. Skotlandia merdeka dari penaklukan Inggris. William membuat sejarah.

Kisah kepahlawanan besar dari William Wallace dengan epic difilmkan oleh Mel Gibson dalam film box office Brave Heart.

Hari ini, kita juga sedang menyaksikan kisah bersejarah. Kisah tentang seorang anak bangsa bernama Basuki Tjahaya Purnama. Basuki atau Ahok punya patriotisme besar membela martabat rakyatnya. Sayangnya Ia harus terduduk sebagai pesakitan. Ia menjadi terdakwa karena tuduhan kebencian dan syahwat berkuasa dari mereka yang selama ini berusaha menjegalnya.

Sejarah selalu ditulis oleh orang yang digantung. Begitu kata orang bijak. Ahok telah digantung oleh bangsanya sendiri. Ahok telah dikuliti oleh bangsanya sendiri. Ahok telah dihina dan dinista cemooh oleh bangsanya sendiri. Ahok telah diperkosa oleh bangsanya sendiri. Itulah sejarah yang akan tertulis dalam kepingan ingatan kita sebentar lagi.

Kepingan-kepingan sejarah itu akan membekas abadi. Kepingan bahwa ada seorang anak bangsa pembela orang miskin yang bertarung bak gladiator dalam menyelamatkan uang rakyatnya dari buasnya srigala politik akhirnya dipaksa menjadi terpidana.

Ia yang berjuang dengan pembegal APBD yang bertaring tajam harus menerima hukuman dari tindakan yang tidak pernah ada diniatkannya. Ia terlihat seperti kehabisan darah dalam gelanggang sidang pengadilan paling keji dalam sejarah republik berdiri. Ia terluka. Terhina. Terpojok. Terendahkan martabatnya. Tapi Ia menerimanya dengan lapang dada. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Begitu imannya.

Hari ini, sidang tuntutan tuduhan keji itu akan dibacakan. Dengan langkah tegap gagah berani Ia berjalan. Ia dengan kepala tegak berjalan masuk ruang pengadilan sekalipun kemarin Ia kalah dalam bertarung habis-habisan merebut kursi Gubernur. Ahok hari ini dipaksa untuk mendengarkan narasi kesimpulan persidangan panjang atas tuduhan menista agama Islam.

Hari ini, saya dan ratusan teman-teman yang selalu setia hadir mengawal sidang Ahok sejak sidang perdana akan kembali ke sana. Kesetiaan kami relawan Bara Badja pada Ahok bukan karena Ia sedang merebut jabatan gubernur. Kesetiaan kami hadir membelanya karena getaran hati dan jiwa kami yang tidak rela membiarkan diri kami sama seperti para penghujat, penista, pengecut, pecundang dan pencemooh yang rakus akan kekuasaan.

Kami ada disana untuk menyampaikan kepada dunia dan sejarah pada anak cucu kami bahwa tidak semua anak bangsa bermental licik, culas, keji, pengecut dan pecundang pengkhianat.

Saya akan hadir disana dengan suara yang sama nyaringnya. Saya akan hadir di sana pagi ini dengan suara yang tidak kalah menggelegarnya. “Ahok you’ll never walk alone!!!!”
“Ahok kamu tidak akan berjalan sendirian!!”.

Ces’t la vie. Thats a life. Begitulah kehidupan. Kehidupan orang yang tahu akan arti kehidupan.

(seword/gerpol)