Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saeful Hidayat (Ahok-Djarot) meninggalkan acara rapat pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah Khusus Ibukota Jakarta (KPUD) pada Sabtu malam (4/3/17).
Sabtu malam itu, Ahok sudah tiba jam 19.00 WIB. Sesuai susunan acara yang diterima Ahok, acara akan dimulai jam 19.30 WIB. Bahkan Djarot sudah tiba sebelum jam 19.00 WIB. Djarot sempat mendatangi ruang VIP KPUD.
Ahok yang berniat menyusul Djarot mendapat informasi belum ada siapapun di ruang VIP tersebut. Pukul 19.30 WIB, Ahok bertanya pada Djarot tentang waktu acara dimulai. Djarot belum melihat tanda-tanda acara akan segera dimulai.
Jam 19.45 WIB, Ahok mengirim orang untuk bertanya ke KPUD. Ternyata acara belum akan dimulai juga. Akhirnya, jam 20.00 WIB, Ahok-Djarot turun ke lokasi acara. Pasangan Anies-Sandi tidak ada di ruangan VIP. Sedangkan komisioner KPUD sedang makan malam.
Langkah Ahok-Djarot meninggalkan acara sudah tepat. Ahok-Djarot sudah memenuhi etika dengan datang tepat waktu sesuai jadwal acara dalam undangan. Pihak KPUD yang melanggar etika dengan membiarkan tamu menunggu lama.
Silakan baca profil pendukung teroris di belakang Anies sebelum ini:
- Gatot Saptono alias Muhammad Al-Khathath, Sekjen FUI dan Mantan Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) baca: Pendukung Teroris di Belakang Anies (1)
- Bachtiar Nasir, tersangka pengirim dana ke ISIS di Suriah, baca: Pendukung Teroris di Belakang Anies (2)
- Farid Ahmad Okbah, tokoh Wahabi yang mengkafir-kafirkan amaliyah NU, baca: Pendukung Teroris di Belakang Anies (3).
- Zaitun Rasmin, tokoh Wahabi, baca: Pendukung Teroris di Belakang Anies (4)
Disiplin Waktu Ahok
Ini bukan kasus pertama Ahok tegas soal waktu. Dalam acara penandatanganan naskah perjanjian hibah antara Pemprov DKI Jakarta dengan KPUD dan Bawaslu DKI (16/5/16), Ahok marah karena diundang jam 14.00 WIB. Sedangkan para tamu diundang dan sudah datang jam 13.00 WIB.
Ahok diminta datang ke acara tersebut jam 14.00 WIB. Sedangkan para tamu sudah diundang hadir jam 13.00 WIB. Ahok berpikir, panitia mengundangnya satu jam lebih terlambat karena banyak tamu yang akan terlambat.
Ahok memohon maaf kepada para hadirin karena hadir satu jam lebih awal dari dirinya. Ratiyono, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemprov DKI Jakarta menjadi sasaran teguran Ahok.
Ahok juga meminta maaf pada warga yang mengadiu karena telat tiba di Balai Kota (6/3/17). Ahok yang biasanya sudah datang jam 07.30 WIB, kali itu baru sampai pada jam 08.00 WIB. Beberapa peristiwa di atas menunjukkan penghargaan Ahok pada ketepatan waktu dan rasa tanggung jawab yang besar.
Disiplin Ahok-Djarot masalah waktu mencerminkan penghormatannya pada orang lain. Mereka takkan membiarkan orang lain bosan dan waktunya terbuang percuma karena menunggu. Pelayanan profesional mereka pada warga Jakarta adalah wujud penghormatan pada orang lain. Bahkan Ahok tiap pagi melayani keluhan warga Jakarta di Balai Kota.
Ketepatan waktu Ahok menunjukkan mereka profesional yang efisien. Waktu sangatlah bernilai. Oleh karena itu, segera selesaikan urusan tepat waktu agar dapat segera melaksanakan urusan lain. Efisiensi itulah yang menjelaskan kinerja cemerlang.
Dari menurunkan angka putus sekolah sampai membenahi pedagang kakli lima semua dikerjakan Ahok-Djarot dengan baik. Hal itu terkonfirmasi dengan survey kepuasan kinerja yang rata-rata mencapai 70%. Tidak mungkin pekerjaan-pekerjaan itu bisa berhasil dilakukan dengan membuang waktu
Keterlambatan Anies
Jika Ahok-Djarot datang tepat waktu, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 3, Anies Baswedan–Sandiaga Uno baru tiba di lokasi jam 19.30 WIB. Itupun masih melangsungkan rapat dengan tim suksesnya. Padahal, dalam undangan, acara dimulai sejak jam 19.30 WIB. Saat ditanya Fristian Griec, wartawan Kompas TV, reaksi Anies sangat tidak nyaman. Anies malah menuding Kompas TV membingkai peristiwa tersebut untuk menyudutkan Anies-Sandi. Alih-alih langsung menjawab jam kedatangan mereka.
Bukan pertama kali Anies terlambat. Anies juga telat hadir pada acara kampanye di Jalan Sadar, daerah Lubang Buaya Jakarta Timur (16/11/16). Anies yang dijadwalkan datang jam 12.00 WIB baru tiba satu jam lebih setelahnya. Padahal warga dan para relawan sudah menunggu lama.
Anies-Sandi juga datang terlambat pada acara rapat pleno terbuka pengundian nomor urut pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (25/10/16). Kegiatan yang dijadwalkan mulai pada pukul 19.00 WIB baru dimulai jam 19.30 WIB. Hal itu terjadi karena Anies-Sandi baru hadir pukul 19.20 WIB.
Baca: Kata Santri NU Ini, Memilih Ahok daripada Anies Lebih Sesuai Syariat Islam, Ini Dalilnya
Tiga peristiwa tersebut cukup menggambarkan keterlambatan sudah menjadi kebiasaan Anies. Reaksi tidak nyaman dan jawaban berbelit-beliit saat ditanya wartawan mengindikasikan Anies memang sadar sudah telat.
Kebiasaan terlambat menunjukkan sikap tidak menghargai orang lain dan inefisiensi. Dengan datang terlambat, Anies membuat pihak lain, Ahok-Djarot dan KPUD, menunggu. Padahal waktu mereka bisa dimanfaatkan Ahok-Djarot dan KPUD untuk memenuhi agenda lain.
Pada perisitiwa keterlambatan di Lubang Buaya, Anies tidak menghormati waktu para relawan dan calon pemilih. Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Anies membuat para relawan dan calon pemilih melakukan pekerjaan yang membosankan. Di mana penghormatan Anies pada mereka?
Jika baru jadi calon gubernur saja, Anies tidak menghormati orang lain, tidak ada jaminan ia akan menghormati orang lain, apalagi warga biasa, saat diberi kekuasaan menjabat sebagai gubernur. Kebiasaan telat juga mengindikasikan inefisiensi Anies. Waktu yang harusnya bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, jadi habis hanya untuk menunggu.
Bila menghadiri acara-acara di atas saja Anies telat, tidak ada jaminan proyek-proyek pembangunan Jakarta akan diselesaikan tepat waktu. Jangan berharap proyek Mass Rapid Transport (MRT), Light Rapid Transport (LRT) dan normalisasi sungai selesai tepat waktu jika Anies menjadi gubernur DKI Jakarta.
Sikap tidak nyaman dan jawaban berbelit-belit Anies saat ditanya tentang keterlambatannya menunjukkan sinyal ketidakjujuran Anies. Hal itu juga mengindikasikan Anies bukan tipe calon gubernur yang bertanggung jawab atas kesalahannya.
Jika Anies jujur dan siap bertanggung jawab, ia akan menjawab akan datang jam 19.30 WIB. Tidak sesuai undangan jam 19.00. konsekuensi atas kejujuran datang telat, bisa saja berbentuk cemoohan “jam karet” atau yang lainnya. Namun itu akibat yang harus ditanggung atas kesalahannya.
Kalau dalam masalah keterlambatan saja Anies tidak jujur dan tidak bertanggung jawab, tidak ada jaminan ia akan jujur dan bertanggung jawab atas seluruh proyek pembangunan Jakarta. Sangat mungkin ia akan berkelit dengan kata-kata indah ketimbang mengakui dan memperbaiki masalah jika banjir masih terjadi, misalnya.
Berdasarkan peristiwa di KPUD tersebut, jelas terlihat kontras karakter di antara kedua calon gubernur. Ahok-Djarot adalah pasangan yang tepat waktu. Mereka paham efisiensi waktu dan menghargai orang lain.
Seluruh kinerja cemerlang Ahok-Djarot mencerminkan efisiensi kerja Ahok-Djarot dan penghormatan mereka pada orang lain. Permohonan maaf Ahok pada acara Kesbangpol dan warga yang datang mengadu membuktikan rasa tanggung jawab Ahok. Ia tidak berbelit-belit mengakui kesalahannya.
Sedangkan dua peristiwa telat Anies dapat mencerminkan inefisiensi dan ketidakhormatan pada orang lain. Jawaban berbelit-belit juga menunjukkan ia tidak siap bertanggung jawab. Dengan demikian, Anies tak pantas menjadi gubernur DKI Jakarta.
Jakarta membutuhkan gubernur yang menghargai waktu dan orang lain, serta mau bertanggung jawab dan menyelesaikan masalah saat berbuat kesalahan. Bukan gubernur yang hobi telat dan berbelit-belit menjawab saat bersalah.