Sepanjang perdebatan, karena ditanya, Ahok lancar menjelaskan apa yang telah, ingin, dan sedang dilakukan. Supaya Jakarta dan warganya yang semakin kacau-balau ini menjadi lebih baik. Dia menerangkan begitu jernih alasan dan pertimbangan setiap langkahnya. Semua terkait dengan hand-on experiences. Hal-hal yang memang sudah langsung dialami dan dilakoni.
Sebaliknya, Anies malah sibuk mencari-cari kesalahan dan celah untuk mengusik lawannya. Bahkan sebagian hampir membabi-buta. Sebab tak lagi mampu tercerna oleh akal sehat siapapun yang memahami situasi dan kondisi ibukota republik Indonesia sekarang. Tentang rumah tapak dengan uang muka nol rupiah itu, misalnya. Selain menyalahi ketentuan baku Bank Indonesia, juga soal ketersediaan lahan yang hampir mustahil. Seandainya uang muka dibebankan pada APBD pun, tetap tak masuk akal. Sebab, untuk memastikan cicilan hutang MRT yang pembangunan berikutnya hampir tak mungkin dihindari lagi, DKI sudah pusing kepala. Belum lagi proyek LRT yang akan melengkapinya.
Begitu bernafsunya Anies sehingga dia sama sekali tak memperdulikan beratnya persoalan Jakarta yang sedang ditangani dan bagaimana kemajuan yang sudah dicapai. Pasangan Sandy Uno yang pernah menjabat rektor perguruan tinggi ternama itu, malah terlihat begitu naif dan konyol. Seperti menanggalkan intelektualitas yang disangkakan padanya selama ini.
Ahok menjelaskan segala sesuatunya dengan jernih dan acap disertai data dan fakta rinci. Misalnya seperti penyediaan alat obras bagi pengusaha konveksi rumah tangga yang harganya 3,5 juta rupiah. Juga tentang kebijakan bagi warga yang difasilitasinya dengan rumah susun, RPTRA, situs makam Mbah Priok, dan simpang susun Semanggi.
Sementara Anies terus sibuk dengan bermacam hal normatif yang tak pernah teruji kebenarannya.
*
Ada apa dengan Anies?
Apakah perseteruan pilkada ini begitu segalanya hingga ia tak lagi memperdulikan yang lain, termasuk masa depan?
Mengapa justru dia yang terlihat emosional sekaligus konyol dalam debat malam tadi?
Bahkan dia tak mampu menjawab pertanyaan sederhana Najwa tentang apa yang akan dilakukannya untuk menyatukan kembali masyarakat yang berseteru selama ini, paska Pilkada nanti!
*
Ada yang sangat menarik. Ahok begitu gamblang memaparkan konsep-konsep matang yang melatar belakangi program yang dilakukan. Misalnya soal KJP. Jelas terlihat jika Ahok memastikan tujuannya. Yaitu, untuk memfasilitasi ‘minat dan keinginan’ warga terhadap pendidikan. Sehari-hari kita sering mengungkapkannya dengan perumpamaan “kail”.
Sementara Anies, lebih pada pendekatan sinterklas yang ingin langsung membagi-bagikan “ikan”, bukan kailnya. Bahkan Ahok yang menjelaskan tentang cara mendidik warga dan anak-anak untuk hidup hemat dan rajin menabung agar sejahtera, malah coba dibantah dan dikerdilkan oleh Anies.
Ahok juga menunjukkan sosoknya yang matang dan berkualitas ketika mengungkap teladan dari kepemimpinan Soeharto yang kontraversial itu. Dengan cerdik dan penuh perhitungan yang matang dia paparkan keberhasilan Presiden Orde Baru dalam melakukan stabilisasi harga. Meninggalkan Anies yang selama ini memang terlihat ‘memamerkan’ kedekatan emosionalnya dengan keluarga Presiden yang diturunkan oleh Gerakan Reformasi 1998 lalu.
*
Saya memang bukan warga Jakarta. Warga ibukota Indonesia itu sungguh beruntung memiliki calon Gubernur yang begitu berkualitas seperti Ahok. Saya yakin bangsa ini tak akan pernah menyia-nyiakan salah satu putra terbaik dan istimewanya itu. Seandainya Jakarta tak memilihnya, banyak hal lain yang masih sangat membutuhkan sosok dan kepiawaian pria kelahiran Belitung tersebut.
Saya memang tak akan terpengaruh jika Anies yang terpilih. Sebab kekacauan Jakarta hari ini memang sudah sulit tertolong dan saya sudah terbiasa dengannya. Walau Ahok telah berupaya keras dan mulai membuktikan di sana-sini kemampuannya menepis apatisme itu, saya tak yakin Anies dan Sandi mampu melakukannya walau sebagian kecil sekalipun.
Tapi yang hampir pasti, saya tak yakin ada tempat lain yang cocok bagi Anies jika tak terpilih nanti. Sebab dia bukan hanya meninggalkan kampus yang dipimpinnya dulu jadi terpuruk, tapi juga telah disingkirkan Jokowi karena gagal memimpin kementerian Pendidikan yang diamanahkan padanya dulu.
Mencermati ambisi dan kualitas personalnya yang terang-benderang dipertontonkan selama proses Pilkada DKI ini, saya akhirnya maklum mengapa presiden Joko Widodo terpaksa mencopotnya.
Pantas dan begitulah mestinya.
Mungkin setelah ini, Anies cocok menggembala di Hambalang. Apa saja.
Jilal Mardhani
(gerpol)