Bagaimanakah Strategi Kelompok Radikal dalam Menghancurkan NU? (Mewaspadai Gerakan Radikal Anti NKRI)

1113
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Nahdlatul Ulama

Massifnya gerakan radikal akhir-akhir ini membawa pada situasi yang semakin tidak kondusif dinegara kita. Hal ini bisa kita lihat diberbagai media sosial semakin tumbuh suburnya gerakan radikal baik dengan pola anti terhadap Pancasila dan NKRI serta tak luput pula gerakan anti terhadap ormas moderat NU dengan berbagai intrik dan strategi. Menyerang NKRI sama halnya dengan menyerang NU dan sebaliknya membenci NU berarti membenci NKRI.

Tulisan ini dimaksudkan secara khusus sebagai upaya memperkokoh persatuan seluruh elemen NU dan secara umum kepada seluruh masyarakat Indonesia dalam upaya menjaga NKRI dari gerakan radikal. Adapun strategi kelompok radikal dalam menghancurkan dan menggoyang NU diantaranya:

1. Mencela ulama aswaja atau ulama yang berhaluan NU.

Strategi semacam ini bertujuan agar masyarakat yang berafiliasi dengan NU (warga nadliyin) ragu dan memenci ulama NU yang selama ini sangat mereka dimuliakan. Memuliakan ulama karena kedudukannya sebagai pewaris nabi adalah kultur NU yang selalu dijaga. Ulama sangat sentral posisinya dalam kultur NU karena selain sebagai sumber keilmuan yang sangat mumpuni juga posisinya sebagai sumber teladan dan akhlak.

Tuduhan-tuduhan keji terhadap ulama aswaja NU biasanya diposting kelompok radikal diberbagai media sosial yang tidak sulit untuk kita temukan. Munculnya simbol-simbol radikal yang gemar mencela ulama aswaja sebagai bukti bahwa gerakan radikal dinegara kita kian akut. Dengan tuduhan semacam ini, kelompok radikal bertujuan menjatuhkan martabat ulama aswaja dan ulama NU sehingga warga nadliyin semakin menjauh dan meninggalkan NU. Dengan begitu, kelompok radikal akan memberikan rujukan yang mereka anggap sebagai ‘ulama’ atau ‘ustadz’ panutan yang diagung-agungkan. Bagi masyarakat awam yang tidak begitu mendalam pengetahuannya secara kultural terhadap ulama NU tentu akan mudah terprovokasi dan menjadi pengikut kelompok radikal apalagi dengan bumbu dan iming-iming sepotong ayat Al-Qur’an sesuai dengan model penafsiran radikal.

Alhamdulillah, ulama aswaja NU bukanlah ulama yang amatiran dan bukan pula ulama dadakan melainkan ulama yang benar-benar terdidik dan terasah baik intelektual keilmuannya maupun mentalitas akhlaknya. Meskipun dicela, dicaci dan dihina tiada henti, mereka masih menunjukkan sikap kedewasaan, kearifan, kesabaran, kerendahan hati dan kelembutan. Membalasnya dengan senyuman dan canda yang cerdas tanpa membalas dengan cacian. Mereka tetap menunjukkan kesejukan karena apa yang mereka contohkan adalah untuk teladan umat dan kedamaian NKRI yang mereka cintai.

Upaya lain dalam menjatuhkan NU oleh kelompok radikal dikalangan ulama yakni dengan cara mengadu domba antara kiai, ulama dan habaib aswaja. Perbedaan internal NU yang bersifat furu’iyah, ijtihadiyah dan khilafiyah digaungkan diberbagai media dengan tujuan agar antara kiai dan ulama NU saling bermusuhan, saling menyalahkan dan akhirnya berperang. Model pecah belah semacam ini jika tidak dipahami oleh ulama NU akan sangat merugikan masyarakat sebab mereka akan bingung memilih ulama yang mana untuk bisa dijadikan panutan.

2. Menggoyahkan akidah dan amaliyah NU.

Strategi yang semacam ini merupakan model klasik yang dilontarkan kelompok radikal kepada warga NU seperti ahli bid’ah, sesat, kafir, musrik, penyembah kuburan dan sebagainya. Untuk membuat ragu kaum nahdliyin dan warga aswaja biasanya kelompok radikal mengeluarkan berbagai jurus dalil baik dari Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan model pemahamannya. Karakter penggugat sangat nampak dari kelompok radikal ini karena sempitnya pemahaman dengan pengetahuan yang instan sehingga pemikirannya yang sangat tekstual, literalis, eksklusif dan menolak keanekaragaman madzhab.

Untuk memasarkan produk pemikiran takfirinya, kelompok radikal memperbanyak postingan diberbagai media. Dari media televisi, situs online dengan label dakwah atau sunnah dan berbagai proyek besar lainnya sehingga produk pemikiran takfiri semakin mudah dikenal oleh masyarakat. Dari berbagai penguasaan media ini, target kelompok radikal bermuara pada satu agenda besar yakni agar warga nahdliyin meninggalkan amaliyah yang telah mereka lakukan. Bukan hanya itu, gerakan kelompok radikal juga aktif melakukan serangan terhadap NU dengan cara membuat situs-situs seolah ahlussunnah wal jama’ah (aswaja palsu) yang pada akhirnya adalah agenda untuk mencela amaliyah aswaja bahkan membuat situs-situs tandingan yang pada intinya menghancurkan dan memecah belah warga nahdliyin.

Metode lain dalam menghancurkan tradisi NU dan tradisi aswaja secara umum oleh kelompok radikal adalah memanipulasi kitab (turats) yang biasanya menjadi rujukan atau referensi ulama aswaja. Metode ini biasanya dilakukan dengan cara mengubah (tahrif) baik mengurangi, menambahi atau menafsiran sesuai selera kelompok radikal. Hal semacam ini tidak mudah untuk dilacak atau diketahui oleh masyarakat umum karena keterbatasn keilmuan mereka namun para ulama aswaja akan mudah dalam mengidentifikasinya. Proyek radikalisasi dengan mencetak kitab atau buku-buku ideologi radikal dapat kita cegah dengan memahami label penerbitnya dan mengenal tokoh-tokoh yang biasanya menjadi rujukan kaum radikal.

3. Mencela Pancasila, anti Pemerintah dan NKRI.

Salah satu model ideologi radikal adalah anti nasionalisme (cinta tanah air). Pancasila dan konsep negara kebangsaan (state nation) seperti negara kita dianggap sebagai negara kafir (darul kuffar) sehingga penduduknya dalam keadaan musyrik apapun agamanya. Kelompok radikalisme yang mewarisi ideologi khawarij bukan saja hanya berbenturan dengan ideologi aswaja NU yang mengakomodasi konsep negara bangsa namun juga berbenturan dengan seluruh elemen bangsa ini apapun agamanya. Oleh karenanya, upaya pencegahan radikalisasi bukan hanya tanggung jawab NU namun tugas kita bersama apapun identitas etnis, ormas dan agamanya serta siapa saja yang mengaku dirinya sebagai anak bangsa dan siapapun yang memiliki cinta tanah air.

Hal yang juga perlu kita waspadai dari gerakan radikal adalah menggunakan berbagai cara untuk menarik simpati masyarakat dengan menggunakan simbol agama. Konsep ukhuwah misalnya, mereka gunakan agar masyarakat merestui dan bersatu untuk mendukung gerakan mereka sehingga seolah-olah mereka adalah kelompok Islam yang paling benar dan paling berhak dalam menafsirkan kitab suci. Menolak model penafsirannya mereka anggap membenci Islam, kafir dan pasti salahnya karena seolah hanya mereka yang mewakili kebenaran tuhan. Ketika kelompok radikal sudah terjepit dan terbongkar kejahatannya sebagai biang terorisme maka mereka memosisikan diri seolah sebagai kelompok yang didzalimi padahal sejatinya merekalah kelompok yang telah membuat kedzaliman karena memecah belah mayoritas umat Islam diberbagai negara dengan meminjam simbol ukhuwah dan mengkafirkan umat Islam diluar kelompoknya. Disatu sisi, kelompok radikal mengumandangkan slogan sesama muslim bersaudara namun disisi lain mengkafirkan dan memecah belah barisan umat Islam karena menyelusihi ulama ahlussunnah wal jamaah. Kepada sesama umat Islam diluar golongannya mereka anggap kafir lantas bagaimana sikap kelompok radikal terhadap kelompok yang sudah jelas non-muslim.

Karakter lain dari kelompok radikal adalah anti pemerintah dan gemar mencela pemerintahan yang sah siapapun pemimpinnya. Mereka tidak mengenal konsep ketaatan kepada pemerintah (ulil amri) setelah taat kepada Allah dan rasul-Nya sepanjang sistem pemerintahan tersebut menggunakan konsep negara kebangsaan. Akan terus berusaha merongrong pemerintahan yang menurut mereka masih menggunakan perangkat kafir seperti Pancasila, NKRI dan UUD 1945. Idealisme negara menurut kaum radikal, siapapun presidennya dan rakyatnya yang masih menggunakan simbol nasionalisme maka selamanya mereka semua dihukumi kafir.

Semoga Allah swt. melindungi diri kita, keluarga, lingkungan masyarakat, bangsa dan umat muslim aswaja di belahan dunia manapun senantiasa terjaga dari virus radikal. Mari kita jaga konsep ukhuwah islamiyah (menjalin persatuan sesama muslim dengan tetap saling menghormati dan tidak mengkafirkan), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan apapun agamanya) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia sebagai hamba tuhan).

(gerpol)