Bila “Khotbah” Anies R. Baswedan di markas FPI, Petamburan (01/01) tak menyinggung soal “dapur” Universitas Paramadina (UPM), saya tak akan menulis catatan ini. Meskipun demikian, catatan ini adalah catatan pribadi, tak mewakili institusi. Catatan ini hanya merupakan sebuah tanggungjawab moral, sebagai warga UPM, salahsatu anak ideologis Cak Nur, untuk meluruskan apa “yang bengkok” dari “khotbah” tersebut. Semoga catatan ini memberi maslahah bagi kita semua.
(1)
Pemadaman api “kontroversi”.
___
Pertama, Paramadina itu school of thought yang dirintis oleh Cak Nur dkk. Paramadina itu yayasan wakaf. Paramadina itu universitas. Anies menyempitkan makna Paramadina hanya sebagai Universitas. Jelas, Anies “gagal paham” Paramadina. “Gagal paham” inilah salahsatu faktor kekeliruan pernyataan-pernyataannya dalam “khotbah” Petamburan.
Kedua, Anies mengakui bahwa dia adalah pemadam api. Apa yang dimaksud dengan api? Api yang dimaksud kontroversikah? Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa, Anies mungkin lupa kata-kata Cak Nur dalam buku “Demi Islam Demi Indonesia: Otobigrafi Nurcholish Madjid” (1999). Dalam buku tersebut, Cak Nur menulis bahwa pikiran-pikiran Paramadina dirancang dengan bahasa ilmiah-akademik karena konstituen Paramadina adalah kelas menengah. Jadi, ide-ide Paramadina tak dimaksudkan untuk bisa dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Penolakan, kontra ide-ide segar Paramadina disebabkan “gap” pengetahuan. Hal inilah yang menimbulkan kontroversi. Meskipun melahirkan kontroversi, tapi kata Cak Nur “kita harus menggunakan falsafah…ridha al-nas ghayat-un la tudrak [persetujuan semua orang itu, sebaik apapun, adalah suatu hal yang tak pernah bisa dicapai]. Jadi, Cak Nur sadar betul, pikiran-pikiran yang diproduksi Paramadina akan memicu kontroversi bila dikonsumsi oleh masyarakat yang tak memiliki perangkat berfikir ilmiah-akademik. Ini bukan khas Paramadina, sebenarnya. Ide-ide baru, segar, pembaharuan, penemuan ilmiah pun selalu diikuti oleh kontroversi sebagai bagian dari dialektika ide. Karena itu, bila ada yang mengaku insan-akademik tapi “alergi” pada kontroversi, berarti sungguh dia tak sungguh-sungguh paham sejarah ide-ide, pergeseran paradigma sains, watak pembaruan pemikiran di dunia islam dan seterusnya. Solusi menghadapi kontroversi bukan pelenyapan kontroversi, karena kontroversi merupakan watak-dasar kemajuan pemikiran, tapi, kata Cak Nur,”…perlu ada semacam lapisan yang berperan menyampaikan ide-ide Paramadina kepada masyarakat yang lebih luas. Setidaknya agar kontroversi akibat kesalahpahaman yang terjadi selama ini dapat dikurangi.” Jelaslah di sini bahwa, yang diingini Cak Nur bukan pemadaman kontroversi, tapi “membahasakan” ide-ide Paramadina agar lebih ringan diterima oleh orang-orang yang tak-terlatih berfikir ilmiah-akademik. Pemadaman api kontroversi adalah pengingkaran atas watak-dasar kemajuan, pembaharuan pemikiran. Apalagi, bila api di situ diartikan sebagai api intelektual Paramadina yang telah dinyalakan oleh Cak Nur. Itu lebih parah! Ingatlah, api intelektual Paramadina dijaga, dipelihara oleh anak-anak ideologis Cak Nur, bukan hanya di UPM tapi di seluruh penjuru Nusantara.
Baca Juga:
- Menuju Khilafah Bersama Anies Baswedan, PKS dan FPI
- Pendukung Teroris di Belakang Anies 1
- Pendukung Teroris di Belakang Anies 2
- Pendukung Teroris di Belakang Anies 3
(2)
Bukan Liberal.
___
Salahsatu argumen penyangkalan Anies sebagai orang liberal adalah pencitraan dirinya sebagai pelanjut Shahibul Iman, Pjs. Rektor UP, kini Presiden PKS. Menurut Anies, tak mungkin Shahibul Iman mengijinkan pelanjutnya adalah seorang liberal. Catatan saya: (1) Mengapa Anies menyebut diri sebagai pelanjut Shahibul Iman, bukan pelanjut Cak Nur? Bukankah Paramadina lebih identik dengan Cak Nur daripada Shahibul Iman? Ya, lagi-lagi, politik. Soal suara dalam pilkada DKI. Itu alasannya. (2) Bagi saya, ini sungguh aneh, dan naif! Pemilihan rektor UPM tak ada hubungannya “persetujuan” pjs. Rektor sebelumnya. Sebagai mantan rektor UPM, Anies pastilah paham soal ini: rektor UPM itu dipilih melalui proses pemilihan di senat Universitas, lalu diajukan pada Yayasan. Nah, Yayasan yang menetapkan apakah kandidat yang terpilih tersebut diangkat sebagai rektor/tidak. Ingat, Cak Nur adalah pemikir liberal (Lihat: Charles Kurzman, Liberal Islam: A Source Book: New York: Oxford University Press, 1998. Telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Paramadina), salahsatu pendiri, dan rektor pertama UPM. Perlu dicamkan pula bahwa, dalam pidato pendirian UPM, Cak NUr menyatakan,” dari sudut pandang wawasan asasinya, Univesitas ParamadinaMulya menyediakan jenis pendidikan umum dan bebas (“liberal education”), yang menyiapkan peserta studi untuk secara luas mampu menghadapi masa depan yang terus-menerus berkembang menuju dunia kehidupan yang berbeda dari yang ada saat ini, dalam batasan-batasan kultural, intelektual, ilmiah, politik dan sosial yang diilhami wawasan Keindonesiaan dan Kemanusiaan berdasarkan iman.” (Lihat: Pidato pendirian dan pembukaan UPM “ Membangun Masyarakat Ilmiah dalam Semangat Nilai-Nilai Ketuhanan, Hikmah Kearifan- Kemanusiaan, dan jiwa Kepeloporan Menerobos Perbatasan Ilmu-Pengetahuan, 30 Syawal, 1418/27 Februari, 1998).
(3)
Usulan mata kuliah (MK) LGBT.
___
Anies menyinggung adanya usulan MK LGBT di UPM. Saya cukup kaget! Karena itu, saya tanya beberapa kolega di UPM, apakah pernah ada usulan tersebut? Jawabannya, tak pernah ada. Lalu, pertanyaannya: Siapakah pengusul MK LGBT itu? Ini perlu klarifikasi lebih jauh karena sepanjang saya ketahui pun, tak pernah ada “perbincangan” menyangkut soal ini. Menurut seorang kolega, memang pernah ada usulan tentang memasukkan konten kesehatan reproduksi dalam kurikulum, tapi bukan MK LGBT. Lagi-lagi, pertanyaannya: Siapakah gerangan pengusul MK LGBT itu? Apakah pernyataan tentang usulan MK LGBT adalah suatu kebohongan? Wa Allahu a’lam.
Akhir al-Kalam
Mencitrakan diri sebagai bukan liberal dalam kontestasi Pilkada DKI demi meraup banyak suara tak mesti dengan cara-cara menegasikan, “merendah-rendahkan” lembaga (UPM) yang membesarkan Anda, seraya meninggalkan visi ideologis Cak Nur, pak Anies. (M. Subhi-Ibrahim, dosen UPM)
___
Simak Video Khotbah Petamburan di sini.