Catatan Gerpol: Ini Dia Daftar Saksi dan Ahli yang Dihadirkan Jaksa tapi Malah Bela Ahok

1098603
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

Persidangan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah memasuki sidang ke-14. Gerilyawan mengikuti kasus ini sejak awal. Ada beberapa catatan Gerilyawan yang menarik yakni, “membelot”nya saksi-saksi fakta dan ahli yang dihadirkan Jaksa tapi malah membela Ahok. Harusnya saksi-saksi fakta dan ahli yang dihadirkan Jaksa memperkuat dakwaan Jaksa, tapi ini malah menguntungkan Ahok. Saksi-saksi fakta mereka yang hadir dalam acara pidato Ahok tanggal 27 September 2016 dan penduduk Kepulauan Seribu. (baca: Ahok Menang di Kepulauan Seribu, Bukti Tidak Menodai Agama)

Berikut Catatan Gerpol terkait Pembelotan Saksi Fakta dan Ahli di Sidang Ahok sudah tercatat beberapa kali terjadi, sebagai berikut:

1. Yuli Hardi

Pada sidang ke 7 (24 Januari 2017) JPU menghadirkan seorang Saksi Fakta seorang Lurah bernama Yuli Hardi dari Kepulauan Seribu, tempat di mana Ahok dituduh melakukan Penistaan Agama. JPU terpaksa menelan pil pahit ketika Saksi Lurah dari Kepulauan Seribu tidak mendukung dakwaan dari JPU tentang adanya niat menista dari Ahok.

baca: Kesaksian Lurah Pulau Seribu di Sidang Ahok yang Bikin Jaksa Kecewa

Yuli Hardi mengatakan program yang dilakukan oleh Basuki sangat baik dan melayani
masyarakat agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Yuli Hardi juga menegaskan bahwa Tidak ada warga kepulauan seribu yang keberatan pada saat Ahok pidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016.

(baca: Lurah di Pulau Seribu Sebut Tak Ada Warga Protes Saat Ahok Pidato)

Berikut beberapa kesaksian penting Yuli Hardi:

  1. Saksi mengatakan kehadiran Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu untuk Launcing Program Budidaya Ikan Kerapu yang diadakan oleh Sudin Perikanan dan bukan kampanye
  2. Yang hadir pada acara tersebut ada sekitar 100 (seratus) orang, dan di antaranya adalah warga kepulauan seribu
  3. Pada saat dilokasi saksi mengakui tidak mengikuti pidato Basuki seutuhnya dan mengetahui adanya dugaan penodaan agama justru dari TV beberapa hari setelah acara dan telah ramai diberitakan di media dan kemudian saksi melihatnya di youtube
  4. Saksi mengatakan tidak ada masyarakat di Kepulauan Seribu yang keberatan (protes) atau melapor atas pidato Basuki pada saat itu
  5. Saksi mengatakan tidak melaporkan Basuki namun Penyidiklah yang memanggil saksi untuk dimintai keterangan.
  6. Saksi mengatakan tidak membenarkan atau menyalahkan pidato Basuki
  7. Saksi mengatakan masyarakat di Kepulauan Seribu 99 % adalah Muslim
  8. Saksi membenarkan bahwa Basuki memang ada memajukan jam pulang kerja PNS pada saat bulan puasa, juga saksi mengetahui BTP telah membangun Masjid di Balai Kota dan memberangkatkan Umroh Marbot-Marbot, menutup Kalijodo serta membangun taman-taman, dan saksi mengatakan program yang dilakukan oleh Basuki baik, pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik.

Kemudian kesaksian dari 2 Warga Kepulauan Seribu, Dua orang saksi dari Kepulauan Seribu yang dihadirkan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) dalam sidang ke-9 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) malah menguntungkan Ahok. Menurut mereka tidak ada yang mengganggu dari Pidato Ahok di Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Bahkan mereka berdua minta foto selfie bersama Ahok.

Berikut laporan Gerilyawan dari lapangan terkait kesaksian Jaenudin dan Sahbudin.

2. Jaenudin alias Panel Bin Adim

Saksi mengetahui ada acara pada tanggal 27 September 2017 karena diundang rapat perikanan di pulau Pramuka yang acaranya merupakan panen raya budidaya ikan kerapu dengan pembagian 80 untuk nelayan 20 untuk pemerintah, mengenai pasar sembako murah dan tanya jawab, yang dihadiri oleh Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Pada saat Basuki Tjahaja Purnama berpidato saksi mendengar Basuki Tjahaja Purnama mengatakan “apabila ada yang lebih bagus dari saya jangan pilih saya” dan saksi tidak memperhatikan apakah ada kata-kata mengenai Al Maidah 51 dan pada hari itu saksi merasa biasa-biasa saja tidak ada keberatan apa-apa terhadap pidato Basuki Tjahaja Purnama dan terhadap masyarakat yang panen budidaya reaksinya senang dan bertepuk tangan dan juga ada yang berfoto-foto bersama Basuki Tjahaja Purnama.

Baca: Saksi Pulau Seribu: Kata Ahok Kalau Ada yang Lebih Baik Jangan Pilih Saya

Saksi membenarkan bahwa masyarakat Kepulauan Seribu terhadap pemberitaan mengenai dugaan tindak pidana penodaan agama yang diduga dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama reaksinya biasa – biasa saja;

Bahwa saksi menyatakan terhadap BAP saksi telah disiapkan oleh penyidik dan saksi hanya menandatangani saja.

3. Sahbudin alias Deni

Bahwa saksi mengetahui ada kegiatan panen raya budidaya ikan kerapu, yang dihadiri oleh Basuki Tjahaja Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta, dan pada saat itu Basuki Tjahaja Purnama berpidato mengenai akan membuka keramba besar-besaran dengan pembagian 80-20, membuat pasar sembako, dan memberikan bantuan raskin dengan cara disubsidi secara langsung lalu masyarakat membeli berasnya sendiri. Dalam pidato Basuki Tjahaja Purnama tersebut saksi tidak mendengar / memperhatikan mengenai kata-kata Basuki Tjahaja Purnama yang menyinggung Al Maidah 51

Bahwa saksi membenarkan bahwa saksi mengetahui ada permasalahan terkait Basuki Tjahaja Purnama karena ditunjukan oleh teman melalui handphone dan karena menonton televisi dimana ada ceramah AA Gym yang mengatakan apabila Ahok sudah meminta maaf maka selesai sudah urusan.

Baca: Saksi Fakta dari Pulau Seribu Ini Malah Dukung Ahok

Bahwa saksi membenarkan terhadap pidato Basuki Tjahaja Purnama saat di Kepulauan Seribu, teman-teman dan masyarakat Kepulauan Seribu bersikap biasa- biasa saja.

Bahwa saksi menyatakan pada saat Basuki Tjahaja Purnama berpidato di Kepulauan Seribu tidak ada warga Kepulauan Seribu yang keberatan dan reaksi warga saat itu senang, bertepuk tangan dan berfoto-foto dengan Basuki Tjahaja Purnama.

Bahwa saksi menyatakan terhadap BAP saksi telah disiapkan oleh penyidik dan saksi hanya tanggal menandatangani saja.

Baca: Dua Saksi Pulau Seribu Tidak Keberatan dengan Pidato Ahok Malah Minta Selfie 

4. Edward Omar Sharif

Sidang Ahok Ke 14 menyisakan catatan kemenangan untuk Pihak Ahok, pasalnya salah satu Ahli yang diambil keterangan adalah Ahli yang seharusnya dari Jaksa Penuntut Umum, logikanya adalah Ahli yang harusnya membenarkan tuntutan JPU. Kenapa bisa membelot jadi Ahli yang meringankan? Sederhana saja, Ahli yang bernama Edward Omar Sharif alias Eddy Hieariej seorang Guru Besar Hukum Pidana dari UGM ini tahu kalau kasus Ahok ini hanyalah rekayasa Politis saja. (baca: Ahli Hukum Pidana Ini Membongkar Keraguan Jaksa yang Menuntut Ahok)

Sempat terjadi kehebohan saat JPU menolak kesaksian Ahli, tapi percuma karena Majelis Hakim mengijinkan Ahli menyatakan kesaksiannya, keberatan JPU ditolak oleh Hakim.

Baca: Guru Besar Hukum Pidana Ini Sebelumnya Ahli dari Jaksa, tapi Malah Bela Ahok

Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan harus ada niat pada pasal yang dipakai dalam kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok.

Edward mengungkapkan hal tersebut ketika dihadirkan kuasa hukum Ahok sebagai saksi ahli pada sidang lanjutan di auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (14/3/2017).

“Pada Pasal 156 dan 156a KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mensyaratkan harus ada niat, niat untuk memusuhi atau menghina agama,” kata Edward di hadapan majelis hakim.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Edward menjelaskan, faktor niat bersifat subjektif, sedangkan faktor kesengajaan bersifat objektif. Sehingga, tidak mudah untuk membuktikan faktor niat tersebut.

Namun, Edward menilai majelis hakim bisa menilai unsur niat dari terdakwa pada saat agenda persidangan pemeriksaan terdakwa.

“Kalau bicara niat, yang tahu hanya Tuhan dan pelakunya. Kita harus lihat keadaan sehari-hari orang itu hingga sampai pada justifikasi orang tersebut punya niat untuk menghina agama,” tutur Edward.

Dalam kasus ini, Edward menilai Ahok tidak ada niat untuk menodai atau menghina agama. Edward juga menyarankan untuk meminta pandangan dari ahli lain, seperti ahli gestur dan agama, guna menguatkan justifikasi apakah Ahok memang menodai agama atau tidak.

“Berdasarkan keahlian, dengan tegas saya katakan (Ahok) tidak memenuhi unsur (dugaan menodai agama),” ujar Edward. (gerpol)