Cukup rumit kasus yang melibatkan Sandiaga Uno, terlalu licin dan licik cara yang digunakan, bahkan mengorbankan keluarga angkat yang membesarkan dia hingga jadi Pengusaha Sukses.
“Dia anak yang cerdas. Bahkan, dia (Sandiaga) yang pertama kali tahu ada berkas sertifikat tanah (HGB nomor 31) dalam budel Van Der Horst Limited. Waktu itu, dia masih bekerja untuk saya dan Sandi saya serahkan menjadi penanggung jawab atas asset yang saya peroleh dari hasil lelang Van Der Horst Limited di Singapura,” Edward Suryadjaya
Sederhana saja, sebenarnya kasus Depo Pertamina Balaraja ini adalah sebuah catatan buruk seorang Sandiaga Uno (Baca https://gerilyapolitik.com/aroma-korupsi-depo-pertamina-dan-keterlibatan-sandiaga/)
- Kasus ini bermula dari penandatanganan kontrak kerja sama proyek pembangunan dan penyewaan Depo Satelit “A” Jakarta (Depo Pertamina Balaraja) antara Pertamina dan PWS pada 29 Maret 1996. Pertamina diwakili direktur utamanya, Faisal Abda’oe. PWS juga diwakili direktur utamanya, Johnnie Hermanto. Isi perjanjian itu menyebutkan proyek ini bernilai US$ 99,9 juta. Biayanya akan menggunakan kocek PWS. Jika depo itu selesai dibangun, Pertamina akan menyewanya dari PWS selama 10 tahun. Meski mengantongi kontrak bernilai hampir US$ 100 juta, ternyata PWS tidak punya cukup dana. PWS menggandeng Van Der Horst Limited (VDH). Perusahaan milik Johannes Kotjo ini sanggup menjadi penyandang dana. Langkah pertama yang dilakukan adalah membeli tanah. Karena uangnya berasal dari kocek VDH, pihaknya mensyaratkan sertifikat tanah diatasnamakan PT Jakarta Depo Satelit (JDS), perusahaan afiliasi VDH. Pada 1998, JDS membeli tanah 20 hektare di Desa Sumur Bandung, Cisoka, Tangerang. Terbitlah sertifikat Nomor 31/Sumur Bandung atas nama JDS.
- Namun pada 1998, Van Der Horst (VDH) pailit. Seluruh aset VDH, termasuk sertifikat Nomor 31/Sumur Bandung atas nama PT Jakarta Depo Satelit (JDS), dilelang. Melalui perusahaan L&M Groups Limited, Edward membeli aset itu tahun 2000. “Semenjak itu, Pak Edward menguasai sertifikat Nomor 31/Sumur Bandung,” kata juru bicara Edward, Boy Fajriska.
- Tanpa diduga, terjadi krisis moneter global. Proyek itu pun terkena imbasnya. Khawatir akan merugi, Pertamina meminta proyek itu dihentikan sementara. Karena kondisi makin memburuk, pada 2003 Pertamina memutuskan kontrak perjanjian dengan PWS. Pertamina bersedia membayar uang ganti rugi kepada PWS.
- Pertamina membayar termin pertama pada 1 Mei 2009. Sebelum membayar termin kedua, Pertamina memasang pengumuman di koran ihwal sertifikat Nomor 32/Sumur Bandung yang akan diambil alih. Pengumuman ini membuat Edward berang. Edward merasa sertifikat tanah itu masih ada dalam penguasaannya. Yakni sertifikat Nomor 31/Sumur Bandung. “Klien saya masih memegang sertifikat Nomor 31/Sumur Bandung,” ungkap kuasa hukum Edward, Avianto Pradhana. (Baca https://gerilyapolitik.com/saya-yang-sekolahkan-sandiaga-sekarang-dia-menipu-saya/)
- Kasus Pidana berdasarkan Laporan Polisi No. : LP/2078/VI/2011/PMJ/Ditreskrimsus.Kasus ini yang bertindak sebagai Pelapor adalah Tri Harwanto dan Jhoni Hermanto, sedangkan Terlapornya adalah Sandiaga Uno atas dugaan melakukan Tindak Pidana :
a) Penipuan dan Pemalsuan Dokumen berupa Sertifikat Tanah 20 Ha milik Eduard Suryajaya yang dialihkan ke PT. Pertamina.
b) Kasus korupsi yang konon dilaporkan ke Kejaksaan karena mengalihkan tanah 20 Ha milik Edward Suryajaya dengan menggunakan sertifikat yang diduga palsu karena sertifikat tanah 20 Ha yang asli milik Edward Suryajaya tetap berada di tangan Edward Suryajaya, atau yang dikenal sebagai kasus korupsi Depo Pertamina Balaraja, yang menyangkut pemilikan tanah seluas 20 ha milik Edward Suryadjaya.
Lika-liku kasus Depo Pertamina ini adalah sebuah permainan licik yang melibatkan Keluarga Angkat Sandiaga, yang oleh Sandiaga disebut urusan “Orang Super Kaya” padahal kalau ditarik benang merah hanyalah akal-akalan Sandiaga untuk dapat uang ganti rugi atas Proyek gagal Depo Pertamina, dimana Pertamina akan melakukan ganti rugi jika PT Pandanwangi Sekartaji bisa menunjukkan Sertifikat asli yang Notabene dilaporkan hilang dan diganti jadi Sertifikat 032 oleh pihak Sandiaga, padahal Sertifikat 031 (sertifikat asli) masih dipegang Edward Suryadjaya (Baca https://gerilyapolitik.com/saya-yang-sekolahkan-sandiaga-sekarang-dia-menipu-saya/)
Kasus ini adalah penggelapan dan tentu saja ada indikasi kolusi dan korupsi pihak penerbit Sertifikat, bagaimana bisa Sertifikat yang masih dipegang pemilik aset Edward Suryadjaya dengan Nomor 031 bisa dilaporkan hilang dan diganti Sertifikat 032 oleh pihak Sandiaga Uno, hanya untuk mendapatkan ganti rugi dari Pertamina.
(gerpol)