Jakarta – Masa operasi PT Freeport Indonesia di Papua sudah mencapai 50 tahun alias setengah abad. Pemerintah merasa, sudah saatnya Indonesia memiliki 51% saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS).
“Sudah waktunya lah setelah 50 tahun mereka mengelola Freeport, masak Indonesia tidak boleh 51%,” kata Menko Maritim, Luhut Panjaitan, di kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/2/2017). (baca: Luhut Pimpin Perlawanan Indonesia Atas Freeport Amerika)
Klausul Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diajukan pemerintah ditolak Freeport, karena ada kewajiban divestasi saham 51%. Freeport hanya mau divestasi hingga 30% dan tidak mau menyerahkan saham mayoritasnya ke Indonesia.
Pihak Freeport mengancam akan membawa masalah ini ke Arbitrase Internasional, bila tidak ada titik temu. Pemerintah menyatakan siap menghadapi gugatan tersebut.
“Banyak perusahaan itu tidak ada yang tidak bisa diselesaikan kalau kita mau selesaikan dengan baik, kalau Freeport memberikan 60% kontribusinya kepada negara dengan Rp 214 triliun dalam 25 tahun, batu bara itu 80%-85% kontribusi pada pemerintah, jadi enggak bisa digituin. Mungkin mereka (Freeport) berpikir mindset lama mengenai Indonesia,” papar Luhut. (baca: Kagak Usah SARA Bos! yang Berani Lawan Freeport Luhut Kristen dan Jonan Katolik)
Dia mengatakan, saat ini banyak putra putri Indonesia yang memiliki kemampuan untuk menjalankan tambang sekelas Freeport. Luhut ingin agar jangan sampai bangsa Indonesia direndahkan.
“Sekarang itu kan putra putri Indonesia yang terbaik banyak yang lulusan dari ITB, ITS, UGM kerja di sana, mereka yang menjalankan itu. Dari ITB saja ada 500 orang lebih, dan mereka siap untuk menjalankan itu, masa tidak bisa. Apa sih teknologi yang tidak bisa dicari, jadi kita jangan meng-downgrade-kan bangsa kita sendiri, jadi kebanggaan kita nasionalisme kita masa kita negara berdaulat mau didikte, salah kita di mana ? Salahnya di mana? Kita coba cari-cari salah kita, kurang kita, enggak ketemu juga,” tutur Luhut. (detik/gerpol)