Euforia Wahabi Indonesia Atas Kedatangan Raja Saudi

998237
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

Jakarta- Kunjungannya Raja Arab Saudi ke Indonesia tak seharusnya disambut secara berlebihan. Terlebih kunjungan ini hanya sekedar mengumbar janji-janji manis, seperti investasi triliuan rupiah, kuota haji dan berbagai transaksi lainnya. Selama ini janji itu sudah sering diungkapkan, dan terakhir pada pertemuan G-20 di China, Pangeran Mohammed yang bertemu dengan Presiden Jokowi saat itu berjanji akan menambah kuota haji dan investasi jutaan dolar di Indonesia. Namun, janji tinggallah janji.

Sambutan menjelang kedatang Raja Salman bin Abdulaziz  juga dianggap berlebihan. Apalagi lembaga eksekutif negara seperti DPR harus berbena dan menyiapkan jalur khusus untuk penyambutannya. Selain itu, Masjid Istiqlal pun tidak mau kalah dengan DPR. Selain menyiapkan jalur khusus, mereka juga menyiapkan parkir dan menutup Istiqlal selama kunjungan ke Masjid itu.

Layakkah kita menyambut seorang yang bukan raja bagi 250 juta lebih penduduk Indonesia? Pantaskah kita menyambut raja yang telah menumpahkan darah lebih dari 12.000 warga sipil di Yaman, menyebabkan krisis kemanusiaan akut dan menyebabkan kehancuran perumahan penduduk, fasilitas umum, gedung-gedung sekolah, pemerintah dan pusat-pusat perbelanjaan?

(Baca: Raja Saudi ke Indonesia Mau Bayar Hutang Santunan?)

Kunjungan Raja Salman tidak lebih dari sekedar plesiran, pesta pora, menghambur-hamburkan uang dengan membawa duit triliyuan rupiah, menyewa pantai dan hotel-hotel mewah. Bahkan media-media Barat sudah sering membongkar liburan raja-raja Saudi dan para pengeran dengan kemewahan dan pesta seks. Semua ini jauh dari nilai-nilai kesederhanaan yang diutamakan Islam. Bahkan sangat tidak pantas raja yang menyandang ‘khadimul kharamain’ menghambur-hamburkan uang di saat kemiskinan, pengangguran, krisis ekonomi dan langkah penghematan di berlakukan di negaranya. Apalagi tempat yang didatangi adalah tempat bule-bule terlanjang.

Raja Arab liburan, itu manusiawi semua orang butuh piknik biar otaknya nggak kejang, tapi mengapa pilih Bali yang budayanya jauh 180 derajat? Karena bali ada Pantai dan nyiur melambai, mungkin Raja jenuh dengan pemandangan syar’i digurun pasir, sekali kali mau jadi anak pantai. Lagipula temannya orang mamarika sering cerita soal keindahan Bali, mungkin do’i minder karena belum pernah kesono makanya sekarang saatnya liburan.

Selain plesiran, Raja Arab juga akan menyantuni Densus 88, saya kira itu cuma cari muka saja, cari rasa aman selama berkunjung ke negara kita atau itu politik Tatmi’ (istilah Arab; mengenyangkan lawan) karena Densus dianggap penghalang terbesar bagi gerakan radikal Wahabi di Indonesia. Jika diperhatian, mereka yang gembira akan kedatang raja adalah para politisi PKS dan kaum radikal wahabi. Dan perlu sekiranya diawasi, karena ketua PBNU pernah mengatakan bahwa gerakan radikal wahabi di Indonesia hidup dari dana-dana Arab Saudi.

(Baca: Raja Salman Akan Hajikan Keluarga Densus 88 Bukan Keluarga FPI dan Teroris)

Kalo Raja Arab mau beneran berlaku adil, mengapa sampai sekarang Raja Arab belum bayar santunan korban ketimpa Crane waktu ibadah Haji kemarin? mengapa Raja Arab nggak beri santunan korban salah Bom di Yaman, mengapa Raja Arab menyokong kelompok pemberontak di suriah kepada pemerintahan yang sah dan yang paling mengenaskan, mengapa Arab tidak pernah berlaku keras terhadap Israel atas penjajahan Palestina?

Jadi sekali lagi menunjukan bahwa Arab itu hanya sebuah negara, Arab bukan Islam dan Islam bukan Arab. Arab itu hanya Islam dengan budaya Arabnya seperti Islam dengan budaya Chinanya, Islam dengan budaya Indonesianya dan bermacam lainnya. Menunjukan bahwa ajaran Islam itu universal bisa diterima oleh siapapun juga tanpa meninggalkan budaya mereka sejauh tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

(arrahmanews/gerpol)