Film Kartini Vs Film Captain America

204
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
(Sumber: Google Images)

Kemarin saya nonton film Kartini. Saya berbeda pendapat dengan orang yang bilang film ini jelek, atau biasa aja. Bagi saya film ini bagus dan luar biasa…

Apa yang bagus dari film ini? Pertama adalah si Trinil itu. Saya suka wajah Trinil yang Jawa dan cantik itu, kendati berbeda dengan Kartini yang cabi..

Kedua, film ini saya kira berhasil memotret budaya jawa pada zaman itu: feodal, perempuan hanya dianggap produsen anak, boleh dijadikan istri keempat, dan karena itu tidak perlu sekolah tinggi..

Para pria adalah penguasa. Makin tinggi pangkat makin berkuasa.

Kakak laki-laki juga memegang kekuasaan yang besar terhadap adik perempuan.. Dan celakanya: perempuan dipingit pada mens pertama…

Kartini melawan semua tradisi itu. Ia belajar banyak hal, membaca buku, berkorespondesi dengan “dunia modern” yang diwakili oleh Stella.

Baca:

Kartini, sebagai penggemar ilmu, juga suka terhadap informasi baru: termasuk kekagumannya pada Quran pada ketika dia pertama kali mendengar terjemahan Quran.

Salah satu perlawanan dia yang keras terhadap budaya Jawa adalah dia meminta syarat yang berat kepada calon suaminya..

Nah, ini bukan film hollywood yang berakhir hepi: karena tokoh utama selalu hepi atau sukses di akhir cerita.

Pada Kartini tidak begitu. Hanya sedikit keinginan dia yang tercapai. Dia adalah manusia biasa yang sering gagal juga. Ia gagal menjadi istri tunggal, ia gagal sekolah di Belanda kendati sudah ada beasiswa.

Melihat Kartini di film itu, sejatinya kita melihat manusia biasa yang ingin maju tanpa memecahkan rekor.

Dan cerita “manusia seutuhnya”, bagi saya selalu lebih menarik ketimbang menyimak kisah Captain America yang hebat.

Jonminofri

(gerpol)