Front Pembela Islam atau FPI lebih dikenal oleh publik sebagai ormas islam dengan aksi kekerasan tanpa kompromi. FPI juga menyatakan dirinya sebagai pilar dari berbagai ormas keagamaan lainnya dengan dalih bahwa FPI selalu ada di garda terdepan, terutama saat islam dihina dan dilecehkan, seperti yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta basuki Tjahaja Purnama atas dugaan kasus pentistaan agama, sehingga issu ini kerap menjadi santapan segar untuk memprovokasi umat islam lainnya agar senantiasa membenci dan mengamini kebenaran sesuatu yang masih tabu.
Sebagai Ormas Islam atau anak bawang yang lahir di era reformasi sampai saat ini, bahwa FPI sudah banyak menuai tumpukan prestasi fantastis. Padahal, semua yang dilakukan itu tampak jelas sebagai aksi apatis jauh dari kata religius atau harmonis.
Tindakan FPI tersebut tanpa mereka sadari telah menodai Islam sebagai agama rahmatanh lil ‘alamin. Dengan perbuatannya sendiri, FPI pantas dikategorikan sebagai perusak citra islam dan penista agama.
FPI Bukan Pemaaf
Berita penistaan agama menjadi viral pada dua bulan terakhir tahun 2016. FPI yang menjadi tonggak utama sebagai penuntut atas kasus dugaan tersebut, pada dasarnya bahwa FPI memang tidak suka terhadap Non-Muslim terlebih ketika ia menjadi pemimpin, namun belum mampu terealisasikan untuk menampakkan sikap skeptis kecuali dengan kasus ini.
Pada senin 21 November 2016 dengan penuh kerendahan hati, bahwa Ahok telah meminta maaf kepada seluruh pihak terutama umat islam atas ucapannya dan mengklarifikasi dengan tidak ada niat sedikitpun menista agama. Permohonan maaf ini seakan menjadi sampah yang tak berguna bagi FPI, karena sampai datangnya tanggal 2 desember 2016 atau 212, FPI bersikukuh mengadakan kembali aksi 212 setelah dinilai aksi 114 belum ada proses hukum secara kongkrit agar pemerintah segera mengadili Ahok secara hukum.
Dalam riwayat Muslim yang berasal dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak menambah kepada orang yang memberi maaf kecuali kemuliaan.” (H.R.Muslim). hadis ini mengajak umatnya agar membuka pintu maaf lebar-lebar, namun apa yang telah dilakukan FPI sangat bertolak belakang, karena memang tidak ada dalam tubuh FPI sifat nubuwwah, hatinya keras seperti tindakanya dalam menumpas kebathilan.
FPI Anarkistis
amar ma’ruf nahi munkar dijadikan motto utama FPI dalam Menegakan khilafah islamiyyah di Indonesia. Konsep dasar FPI dibangun berdasarkan Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Padahal, Negara dan Bangsa Indonesia berdiri merdeka atas berlandaskan Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bukan sebagai Negara Islam. maka Negara akan menghormati segala ragam perbedaan baik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tanpa ada pihak yang tertindas atau termarjinalkan.
Selama FPI berdiri sampai saat ini, telah memberantas semua tindakan munkar yang memang termasuk dari tindakan menciderai Pancasila dan BTI, seperti: 1. melakukan penutupan paksa Gereja Pasundan Dayeuhkolot di Bandung pada tahun 2005 tanggal 22 Agustus., 2. massa FPI menyerang massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) yang sebagian besar terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak di Monas. Massa AKK-BB waktu itu sedang merayakan Hari Pancasila pada tanggal 1 Juni tahun 2008., 3. Massa FPI kota Bekasi kepung gereja Katolik St. Stanislaus Kostka pada tahun 2014 tanggal 22 Maret.
Maka terlepas dari status atau komitmen FPI sebagai penganut agama islam, namun kejadian-kejadian di atas sebagai bukti bahwa FPI jauh dari kategori islami.
Dakwah Islami itu mengajak bukan mengejek (Kang Maman) – Menghina Agama-mu tidak membuat Agama-mu HINA, tapi reaksi dan Tindakan ANARKIS-mu yang mengakibatkan Agama-mu TERHINA dan yang menghina Agama-mu tidak merusak Agama-mu, yang merusak Agama-mu justru PERILAKU-mu yang bertentangan dengan Ajaran-mu (Gus Mus).
Qurrotu Aini Syamsuddin