Bau politik kekuasaan semakin tampak tercium dari gelagat aksi 313 yang akan berlangsung pada 31 Maret 2017 besok. Berbagai manuver politik yang dibungkus dengan semangat kekuasaan itu salah satunya tampak dari ucapan Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththat pada saat menggelar pertemuan untuk konsolidasi dan teklap aksi 313 yang berlangsung di Aula Masjid Baiturrahman, Jl. Saharjo, No. 100, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (29/3) kemarin.
Pada kesempatan tersebut, Khaththat jelas-jelas mengatakan bahwa tujuan aksi tersebut adalah untuk meruntuhkan elektabilitas cagub petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dia yakin, aksi berkedok membela Islam dan ulama yang selama ini dilakukannya sangat efektif menggembosi elektabilitas Ahok.
“Tujuan aksi kita adalah menurunkan elektabilitas Ahok. Dan semenjak adanya kasus surat Al Maidah 51, elektabilitas Ahok semakin menurun, dari 70 persen menjadi 40 persen,” tegas Khaththath dalam pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah ormas dan aktivis politik itu.
Sebabnya, dia mendorong agar ormas-ormas yang ada dalam jaringannya tetap konsisten menviralkan Al Maidah 51, termasuk wajib kompak dalam pagelaran aksi 313 besok. Bahkan dia meminta supaya ormas yang tergabung dalam aksi membawa bendera ormasnya masing-masig serta bendera tauhid, spanduk atau poster yang bertuliskan “Copot Gubernur Ahok Penista Agama dari Jabatannya”.
Pernyataan ini Sekjen FUI ini lansgung menuai respon beragam. Peneliti Indonesian Democracy Network (IDN) Agung Shalihin menilai, pernyataan tersebut justru semakin menegaskan bahwa aksi 313 sangat bermuatan politik kekuasaan, bukan lagi sebagai wadah memperjuangkan dan membela Islam.
Pernyataan vulgar seperti ini, kata Agung, adalah cermin bahwa Islam hanyalah kedok dan alat untuk menggapai kekuasaan. Artinya, aksi tersebut hanyalah bertujuan untuk jungkal-menjungkal dan memenangkan calon tertentu. Sesuatu yang menurut Agung sangat jauh dari substansi perjuangan Islam.
“Ini sudah sangat vulgar dan semakin menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukan untuk Islam, tapi demi politik kekuasaan,” katanya saat dihubungi terasbintang.com, Kamis (30/3) malam.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menegaskan bahwa Aksi 313 tidak relevan digelar. Sebab, menurutnya, aksi tersebut sarat dengan kepentingan politik Pilgub DKI Jakarta.
Said Aqil Siradj menegaskan hal sederhana, yakni jika tidak suka dengan pasangan calon (paslon), maka seharusnya rakyat tak perlu memilih paslon tersebut. Hal tersebut diutarakan Said Aqil Siradj saat diwawancarai salah satu stasiun televisi nasional, Rabu (29/3) petang.
“Siapa yang tidak senang Ahok, jangan pilih Ahok. Yang nggak senang Anies (Anies Baswedan), jangan pilih Anies. Ngapain sihharus demo?” ujar Said Aqil Siradj.
Memaksakan Kehendak
Secara hukum, memang tak ada masalah dengan rencana aksi 313. Sesuai UU, warga negara berhak untuk menyampaikan pendapat dengan lisan atau tulisan. Akan tetapi, penyampaian pendapat aspirasi dan pendapat secara terbuka di muka umum, melalui media massa, media sosial atau media lainnya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan hukum.
Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Muti, mengatakan, tuntutan agar Presiden Jokowi memberhentikan Ahok sebagai gubernur DKI, seperti ditegaskan Sekjen FUI, rencana aksi 313 dinilai bermuatan politik.
Sebab, secara yuridis tuntutan aksi sulit dipenuhi. Ahok sekarang sedang menjalani proses hukum sebagai tersangka penistaan agama. Walaupun penetapan Ahok sebagai tersangka merupakan proses hukum tersendiri, proses pengadilan tersebut sesuai dengan tuntutan aksi 411 dan 212.
Di samping itu, meski berstatus terdakwa, secara hukum Ahok tidak atau belum bersalah karena pengadilan belum memutuskan Ahok sebagai terpidana. Karena itu dia tidak bisa diberhentikan dari jabatan gubernur.
“Yang mungkin dilakukan adalah memberhentikan Ahok untuk sementara dan menunjuk Plt sampai proses hukum selesai atau habis masa jabatan. Atau digantikan oleh wakil gubernur sampai masalah hukum tuntas. Alasannya adalah untuk kemaslahatan dan pertimbangan etik dan etis,” ujarnya.
Melihat realitas dan kemungkinan terpenuhinya tuntutan, kata Abdul, rencana aksi 313 tidak banyak membawa manfaat. Ada kesan rencana aksi 313 selain politis juga memimbulkan kesan memaksakan kehendak.
Tiga Ormas Islam Menolak
Melihat perkembangan aksi bela Islam yang semakin liar seperti ini membuat tiga ormas Islam mulai berpikir ulang untuk mendukung rencana aksi 313. Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bahkan tampak satu suara dalam menyikapi aksi tersebut.
KH Ma’ruf Amin, menilai tidak perlu ada aksi massa lanjutan pada 31 Maret 2017 besok – atau dikenal “Aksi 313”. Usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka hari ini, Ma’ruf mengatakan aksi-aksi demonstrasi sebenarnya tidak perlu lagi.
“Kalau menurut saya, kalau besok itu seharusnya kita sudah tidak perlu lagi demo-demo itu sebenarnya. Sudah cukup, sudah terdengar keinginan-keinginan itu,” kata Ma’ruf di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.
Kalau memang Jumat 31 Maret besok tetap ada aksi, Ma’ruf meminta agar tertib dan isu yang diusung tidak lari ke mana-mana. Sebab kondusifitas di masyarakat saat ini harus terjaga. Kedaulatan NKRI, lanjut Ma’ruf, harus dijaga oleh semua pihak.
Seperti diketahui, Forum Umat Islam (FUI) akan menggelar aksi unjuk rasa yang dinamakan Aksi 313 atau 31 Maret.
Aksi yang digelar pada Jumat (31/3/2017) itu menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberhentikan Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang berstatus terdakwa kasus penodaan agama.
(terasbintang/gerpol)