Gunakan C6-KWK II Milik Orang Lain, Suparman Pendukung Anies-Sandi Terancam Denda Rp 72 Juta

1551
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

JAKARTA-Pengawas Pemilihan Lapangan Kelurahan Tugu Selatan menemukan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu yang dilakukan pendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno bernama Suparman.

Modusnya, Suparman yang merupakan warga Lampung memilih di TPS 54 RW 07 Tugu Selatan, Kelurahan Koja, Kota Administrasi Jakarta Utara dengan menggunakan C6-KWK II milik Hasan Basri. “Pada tanggal 19 April 2017 sekitar pukul 10.00 WIB, Suparman, mengaku disuruh oleh Muni, rekan sekerjanya agar memilih di  TPS 54. Kasus ini ditemukan oleh Pengawas Pemilihan Lapangan Kelurahan Tugu Selatan. Lalu, diproses sebagai Temuan No. 15/TM/Panwaskota JU/IV/2017 dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan,” ujar Komisioner Divisi Hukum Panwas Kota Administrasi Jakarta Utara, Benny Sabdo di Jakarta, Kamis (20/4).

Sentra Gakkumdu Kota Administrasi Jakarta Utara telah melakukan klarifikasi terhadap terlapor dan saksi-saksi, kajian, serta rapat pleno memutuskan perbuatan Suparman merupakan tindak pidana pemilihan.

Berdasarkan rapat pleno pembahasan kedua, Sentra Gakkumdu memutuskan kasus Temuan No. 15/TM/Panwaskota.JU/IV/2017 telah memenuhi unsur sebagai pelanggaran tindak pidana pemilihan. Panwas akan meneruskan perkara ini kepada pihak penyidik Polres Metro Jakarta Utara untuk ditindaklanjuti dengan proses penyidikan.

Benny Sabdo menjelaskan perbuatan Suparman diduga melanggar Pasal 178A UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota menjadi UU. “Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24.000.000 dan paling banyak Rp 72.000.000.”

Menurut Benny, perbuatan Suparman merupakan kejahatan demokrasi. Panwas akan mengawal kasus ini sampai pengadilan.

Ia mengatakan dalam tindak pidana pemilihan tidak dikenal SP3. “Supaya kasus ini dapat memberikan pelajaran berdemokrasi secara jujur dan adil bagi warga negara,” tegasnya.

Panwas mengapresiasi pada Kepolisian dan Kejaksaan Jakarta Utara telah menegakkan hukum pemilu dengan pendekatan paradigma hukum progresif. Dalam menegakkan hukum pemilu sangat diperlukan untuk menerapkan paradigma hukum progresif. “Sangatlah relevan untuk mendekonstruksi hukum modern di Indonesia yang saat ini bercorak menjadi sangat legalistik-positivistik,” imbuhnya.

Dugaan pidana pemilu ditangani di Sentra Gakkumdu, terdiri dari Panwas, Kepolisian, dan Kejaksaan. Hal ini diatur dalam UU No. 10 Tahun 2016 dan diturunkan dalam bentuk Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia No. 14 Tahun 2016, No. 01 Tahun 2016, Nomor 010/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota, tanggal 21 November 2016.

(gerpol)