Gurita Perusahaan Air Sandiaga dan Mahalnya Air Bersih di Jakarta

500792
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Recapital adalah induk Aetra, perusahaan pengelola air minum milik Sandiaga Uno

Sandiaga Uno melalui Recapital ada bisnis air bersih di Jakarta, MOU yang diterbitkan adalah pengelolaan air mulai 1997-2022 antara PAM Jaya dan PT Palyja dan PT Aetra dibawah Recapital milik Sandiaga Uno.

MOU Aetra dan PAM Jaya 2007

Ada beberapa masalah yang cukup mengkawatirkan untuk urusan air bersih Jakarta dibawah swasta ini. Masalah pertama dan paling utama adalah pemenuhan demand Air Minum DKI Jakarta yang sangat rendah, berkisar 40% saja dari total kebutuhan air minum (data dari AMRTA Institute 2015).

Masalah itu masih ditambah dengan adanya kebocoran pipa dan pencurian yang angkanya fantastis sekali, 50.6%. Yang artinya warga Jakarta tidak mendapatkan air bersih sesuai kebutuhan. Bahkan sangat jauh dari kuantitas (tidak sampai separuh warga menikmati) dan juga dari sisi kualitas air yang berbau dan tidak layak konsumsi langsung).

Data dari AMRTA Institute 2015

Masalah besar yang kedua adalah harga beli masyarakat. Harga air PAM di Jakarta per kubik Rp 8.359 yang mana sangat jauh dibandingkan kota besar kedua di Indonesia yaitu Surabaya yang hanya Rp 2.800 dan pemenuhan demand ke masyarakat mencapai 95%. Artinya, semua warga Surabaya menikmati air bersih dari PAM dengan harga yang sangat terjangkau karena penyaluran air di Surabaya tidak melalui swasta seperti Jakarta.

PAM Jaya harus membayar ke Palyja dan Aetra Rp 7.000/kubik untuk operasional penyaluran air pada pihak tersebut. Warga membayar ke PAM Jaya Rp 1.000 rupiah disubsidi, sehingga PAM Jaya harus bayar Rp 6.000/kubik pada swasta. Belum lagi untuk pemenuhan di rusun, ada tambahan biaya lagi karena harus memakai pompa untuk menarik air ke komplek ruko. (Baca: https://m.tempo.co/read/news/2015/01/11/083634073/tarif-air-di-jakarta-termahal-se-asia-tenggara)

Sandiaga Uno menggunakan keberuntungannya jika terpilih menjadi pemimpin Jakarta untuk mengeruk keuntungan melalui mafia air yang dia sudah bangun sejak lama. Pada masa kampanye, Sandiaga Uno mengkampanyekan untuk mengurangi penggunaan air tanah dan akan investasi besar-besaran pipanisasi air minum Jakarta. (Baca: http://www.beritasatu.com/aktualitas/397984-sandi-uno-akan-investasi-besarbesaran-jaringan-pam.html)

Hitungan matematika yang memprihatinkan, dengan kondisi sekarang pemenuhan air minum hanya 40% dan banyak pipa yang menganggur karena tidak bisa dialiri di daerah Pondokgede sampai perbatasan Bekasi contohnya. Sandiaga akan menambah pipa lagi, tapi sumber air tidak ada lagi. Apakah hal itu bukan sebuah perampokan besar atas uang negara?

Apa yang dilakukan Sandiaga, beda dengan yang dilakukan Ahok untuk urusan air minum. Ahok dengan tegas akan mengakuisisi swasta untuk ciliwung paska normalisasi untuk pemenuhan kebutuhan air bersih Jakarta. Tujuannya supaya air minum murah bisa mencukupi kebutuhan warga, penambahan kuantitas dan kualitas dengan menekan harga rendah karena tidak memerlukan swasta. Siapa yang pro rakyat?

Komitmen Ahok Normalisasi Ciliwung untuk Air Minum Rakyat

Sandiaga melaui kampanye selalu mengangkat drama normalisasi ciliwung sebagai isu yang anti kemanusiaan, padahal maksud busuknya adalah supaya normalisasi ciliwung tidak berhasil dan dia bisa tetap monopoli air dengan harga tinggi.

Sungguh berbahaya Pilkada ini jika memilih mafia yang melihat Jakarta hanyalah pasar untuk berdagang. Bukan tujuan utama menjadi pemimpin Jakarta, tapi menggunakan Jakarta sebagai lahan bisnis Sandiaga Uno.

(gerpol)