Hendardi: Tamasya Al-Maidah Langgar Aturan Bagian dari Teror dan Intimidasi Politik

500651
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Tamasya Al-Maidah (Sumber: Google Images)

TAMASYA Al Maidah dalam bentuk pengerahan massa ke tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh DKI Jakarta ialah teror dan intimidasi politik yang akan memengaruhi pilihan warga yang bebas, jujur, dan adil.

Menurut Ketua Setara Institute Hendardi, sekalipun partisipasi pengawasan atas pelaksanaaan pilkada dijamin UU, dalam konteks politik DKI Jakarta, hal itu bermakna lain.

“Cukup sudah penebaran kebencian dan intimidasi terjadi selama proses kampanye seperti terjadi sebelumnya. Tamasya Al Maidah jelas merupakan bentuk kampanye dan pemaksaan terbuka atas pilihan warga dalam pilkada. Karena tamasya itu dipastikan berimplikasi pada ketakutan warga atas dampak pilihannya dalam pilkada,” kata Hendardi.

Hendardi menilai Tamasya Al Maidah, jika benar terjadi, masuk kategori pelanggaran serius yang terstruktur, sistematis, dan masif, yang akan merusak integritas pilkada.

Baca:

Walaupun tidak secara terbuka tamasya itu dilakukan pasangan calon tertentu, nalar publik telah mengaitkannya bahwa tamasya itu sebagai ajakan dan dorongan melarang pasangan yang dianggap menodai Al Maidah. Karena itu, Hendardi meminta Polri dan Bawaslu tidak bisa berdiam diri.

“Pengerahan massa itu harus dicegah karena merupakan pelanggaran pilkada dan tindak pidana pemilu.” Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pun mempertanyakan dampak Tamasya Al Maidah dengan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Ancaman serius enggak kepada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ancam-an serius enggak kepada Bhinneka Tunggal Ika? Ancaman serius enggak kepada ideologi Pancasila itu aja? Ancaman serius enggak terhadap Undang-Undang Dasar 1945 itu, Bukan kepada pilkada saja?” katanya beberapa waktu lalu.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul pun menjanjikan Polri akan menjunjung netralitas dalam menjaga situasi keamanan dan ketertiban di Jakarta.

Martinus meyakini situasi yang terjadi di Jakarta merupakan bagian dari upaya menumbuhkan demokrasi agar tetap berjalan secara tepat dan benar. Pelaksanaan pilkada DKI sekaligus memberikan pembelajaran bagi negara lain bahwa hukum ialah panglima tertinggi.

(mediaindonesia/gerpol)