Keberadaan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di tanah air disebut-sebut akan membawa nasib Indonesia seperti Uni Soviet yang terpecah-pecah menjadi beberapa negara.
Guru Besar dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Dr Alo Liliweri MS mengatakan Rusia terpecah-pecah menjadi negara-negara merdeka yang tadinya negara bagian merambat ke Yugoslavia dan Cekoslovakia. Menurutnya, pelajaran itu menunjukkan bahwa mereka telah terpecah-pecah dikarenakan faktor etnis dan suku bangsa.
Baca:
- Negara Harus Menjamin Agar Hakim Bebas Dari Tekanan Massa Saat Memutus Perkara Ahok
- Erdogan Makin Otoriter: Internet diblokir, 120.000 Pegawai Negeri Dipecat. Suram
- Hassan Rouhani: Iran Akan Mengalami Masa Kegelapan Lagi
“Apa kita di Indonesia mau seperti itu? tentu tidak karena kita punya Pancasila,” katanya di Kupang, Senin (1/5/2017).
Menurutnya, HTI telah mendeklarasikan ideologinya yang sangat tidak cocok dengan kondisi Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, utuh, dan kuat di bawah naungan Pancasila. Ia mengatakan, ideologi negara Indonesia berdasarkan Pancasila merupakan sesuatu yang sudah final sehingga tidak bisa diganti apalagi dengan ideologi dari luar yang berpahan radikalisme.
Oleh karenanya, ideologi seperti yang dibawakan organisasi HTI harus ditolak dengan tegas karena potensinya bisa berujung pada makar dan dikhawatirkan akan memecah keutuhan NKRI yang telah dibangun dengan berdarah-darah oleh para pendiri (founding father).
“Ideologi Pancasila kita sedang diuji, untuk itu negara tidak boleh lengah mengatasi kehadiran ideologi lain yang pada prinsipnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila agar tidak terkesan adanya pembiaran,” katanya.
Sebelumnya, penolakan terhadap organisasi HTI terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti di Jawa Barat dan Makassar.
Di Makassar Tabligh Akbar HTI bertajuk Masirah Panji Rasulullah dibubarkan. Alasan pembubaran itu karena pihak kepolisian tidak mengeluarkan izin resmi terkait dengan kegiatan tersebut termasuk mendapat penolakan dari ormas lainnya karena dianggap ideologi Khalifah tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.
(wartaekonomi/gerpol)