Humphrey: Menuntut Bebas Seorang Terdakwa Bisa Dilakukan

500452
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Humphrey Djemat

JAKARTA – Tim Advokasi Hukum Bhinneka Tunggal Ika BTP meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar tidak perlu gengsi memberikan tuntutan bebas kepada Basuki Tjahaja Purnama dari dakwaan penistaan agama. Pasalnya, dari alat bukti yang ada selama proses persidangan, Ahok tidak terbukti secara material menodai agama.

Anggota Tim Advokasi Hukum BTP, Humphrey R Djemat menegaskan, menuntut bebas seorang terdakwa bukanlah sesuatu yang haram dalam dunia hukum di Indonesia. Apalagi, jika proses peradilan itu terkesan dipaksakan hanya untuk menyenangkan segelintir orang saja. “Jadi, tuntutan bebas ini bukan hal yang luar biasa. Ini hal yang biasa-biasa saja. Jadi, Jaksa untuk tidak takut menuntut bebas jika ternyata fakta persidangan berbeda dengan dakwaan,” kata Humphrey R Djemat di Jakarta, Jumat (14/4).

Baca:

Dia menilai, tuduhan Basuki menista agama Islam tidak bisa dipisahkan dari ranah politik pilgub DKI Jakarta. Hal ini terlihat dari upaya segelintir orang yang terus membentuk opini publik seolah-olah gubernur petahana DKI Jakarta ini melakukan penodaan atau penistaan agama. “Kenapa kami sebagai penasehat hukum berani meminta JPU menuntut bebas karena para saksi pelapor, ahli, dan alat bukti yang dihadirkan JPU selama persidangan lemah. Sejumlah fakta ini mengkonfirmasikan memang kasus Ahok ini syarat dengan muatan politis. Ini sebuah rekayasa kasus hukum,” ujarnya.

Humphrey menegaskan, permintaan agar Ahok dituntut bebas bukan asal bunyi (asbun). Tetapi ini berdasarkan alat bukti yang ada selama proses persidangan.

Dari alat bukti yang ada, terangnya, Ahok terbukti tidak secara material menodai agama. “Dan ini bukan abu-abu. Ini hitam putih atau terang benderang sehingga kita berani mengatakan JPU harus membacakan tuntutan bebas,” tuturnya.

Apalagi disisi lain, ulasnya, sangat tidak mudah bagi JPU untuk membuktikan dakwaannya dalam kasus ini. Ketidakmampuan Jaksa menyusun dakwaan membuktikan bahwa memang sulit bagi Jaksa membangun argumentasi hukum. Sebab, surat dakwaan itu dibuat dengan basis argumentasi hukum yang kuat. “Ada alasan yuridis yang harus disampaikan dalam tuntutan itu. Dengan kasus pak Ahok ini, Jaksa tidak mudah membuat surat tuntutan,” tegasnya.

Dia melihat, alasan kesalahan pengetikan yang disampaikan JPU soal tehnis sederhana. Namun yang pasti, Jaksa sudah tidak mampu lagi menghadirkan saksi. “Kalau dikomparasi soal alat bukti, sudah kelihatan. Kita masih mampu menghadirkan sejumlah saksi ahli. Cuman, kita dibatasi oleh waktu saja sehingga saksi ahli yang sudah disiapkan urung menyampaikan pendapatnya di sidang. Sedangkan, kalau Jaksa, menghadirkan seorang saksi saja susah,” imbuhnya.

Minimnya saksi ini menjadi sebuah kesulitan besar bagi Jaksa untuk membuktikan dakwaan di persidangan. Inilah alasannya mengapa kita minta Jaksa mengajukan tuntutan bebas ke pak Ahok. Sudahlah, nggak perlu ngotot, biar masalah ini cepat selesai,” tuturnya.

Dia mengaku, Jaksa maupun penasihat hukum memiliki tujuan yang sama yaitu keadilan atau kebenaran yang hakiki dari persidangan ini. “Kalau kebenaran itu sudah terlihat, lalu kok masih ngeyel untuk mengajukan tuntutan seenaknya? Nggak boleh itu. Makanya, lebih bagus apabila jaksa mengajukan tuntuntan bebas,” ucapnya.

Humphrey menegaskan, keputusan Jaksa menuntut bebas seorang terdakwa bukan sesuatu yang haram. Apalagi, dalam prakteknya, sudah banyak kasus yang diajukan tuntutan bebas.

Bahkan, Mantan Jaksa Agung, Basrief Arief, pernah memberikan tuntutan bebas bagi terdakwa dalam perkara hukum. Karena fakta persidangan dengan tuntutan sangat berbeda.

Karena itu, Wakil Ketua Umum PPP ini berharap agar Jaksa tidak boleh ada merasa gengsi atau kalah dalam menuntut membebaskan Ahok. “Kita minta kepada Jaksa untuk benar-benar memberikan keadilan. Ini penting bagi siapapun pencari keadilan di Indonesia,” tuturnya.

Senada dengan Humphrey, anggota tim penasihat hukum BTP, I Wayan Sudirta meyakini Ahok tidak bersalah dalam perkara penodaan agama. Kasus Ahok ini sejatinya kasus bernuansa politis yang dibungkus dengan isu agama.

Bahkan secara kasat mata terlihat dari sejumlah saksi pelapor yang semua berafiliasi dengan ormas yang menjadi musuh politik Basuki seperti FPI, FUI dan sebagian kelompok radikal. Sementara, tidak ada satupun orang yang pulau Seribu. Padahal, orang di Kepulauan Seribulah yang mendengar, melihat dan mengalaminya langsung. Tetapi mereka justru menyebut tidak ada penodaan agama. “Disini menunjukan bahwa pidato Ahok saat itu memang tidak ada masalah,” ujarnya.

Karena itulah, tim penasihat hukum meminta JPU mengajukan tuntutan ke majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar membebaskan AHok dari segala dakwaan. Apalagi, tidak ada larangan bagi jaksa untuk menuntut bebas seorang terdakwa. Bahkan tercatat, ada 25 kasus serupa yang terdakwanya mendapat tuntutan bebas. “Ketika KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, red) dibuat tidak melarang menuntut bebas,” tutupnya.\

(gerpol)