Intelektual NU: Meski Ahok Non Muslim, tapi Pemimpin yang Islami

998545
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Nahdlatul Ulama

Rangkaian kultwit yang sangat mencerahkan dari Umaruddin Masdar, Wakil Sekretaris PP Lakpesdam PBNU -Koornas Densus 26 NU – Sekretaris DPW PKB DIY – Mustasyar Pengurus Ranting NU Bangunharjo Sewon Bantul DIY tentang “Pemimpin Islami” dan “Ukhuwwah Islamiyah”

Bisakah kepala daerah Non-Muslim, misalnya Pak Basuki Tjahaya, disebut sbg Pemimpin Islami? Jawabnya: Bisa! Mari kita kaji istilah Pemimpin Islami ini dari “susunan kata” atau “tarkib”-nya. Ini sebuah kajian ilmiah ala santri NU.

Baca:

Pemimpin Islami terdiri dari kata “Pemimpin” yang berposisi sebagai “man’ut” atau “maushuf”, dan “Islami” yang menjadi “na’at” atau “shifat”.  Pemimpin Islami artinya pemimpin yang menegakkan nilai-nilai Islam, seperti tegas, adil, mengayomi semua & membawa kemaslahatan.

Jika seorang pemimpin menegakkan nilai-nilai itu, apapun Agamanya, maka dia bisa disebut sebagai Pemimpin Islami. Sebaliknya, jika seorang pemimpin melawan nilai-nilai Islam itu, meski ia beragama Islam, maka kurang tepat disebut sebagai Pemimpin Islami.

Contoh lain, ada istilah ukhuwwah Islamiyah, artinya persaudaraan yang islami atau Persaudaraan Islami.  Dari segi susunan katanya, kurang tepat mengartikan ukhuwwah Islamiyah sebagai “Persaudaraan sesama Muslim”. Karena “Persaudaraan sesama Muslim” lebih pas disebut “ukhuwwah bainal Muslimin”, meski hubungan sesama muslim juga bisa menjadi Persaudaraan Islami.

Dari susunan katanya; ukhuwwah adalah “man’ut”, sedangkan Islamiyyah adalah “na’at”. Kalau digabung maknanya jadi Persaudaraan Islami.

Misal Pak Hanif Dhakiri hidup bertetangga dengan Pak Basuki Tjahaya yang beda Agama. Keduanya hidup damai saling menghormati dan menolong. Itu artinya, Pak Hanif Dhakiri dan Pak Basuki Tjahaya telah membangun Persaudaraan Islami, meski keduanya beda Agama.

Sebaliknya, kalau misalnya Pak Hanif Dhakiri dan Si Fulan menjalin kerjasama yang menimbulkan rasa tidak aman, kerusakan, fitnah dan teror. Maka persaudaraan antara Pak Hanif Dhakiri dengan Si Fulan tidak bisa disebut sebagai Persaudaraan Islami, meski keduanya sama-sama Muslim.

Persaudaraan yang merusak, mengancam dan menyebar fitnah itu pas disebut sebagai ukhuwwah Jahiliyah, pinjam istilah Guru KH A Malik Madani. Mohon maaf Pak Hanif Dhakiri, yang diatas tadi sekadar contoh untuk memudahkan penjelasan. Hormat saya untuk Bapak.

Itulah salah satu cara pandang dalam tradisi keilmuan Pesantren. Cara pandang inklusif dan semoga bermanfaat. Terima kasih.

Sumber: Umaruddin Masdar

(gerpol)