Banyuwangi- Lima organisasi membuat membuat petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri lingkungan hidup dan Kehutanan untuk menutup tambang emas di hutan lindung Tumpang Pitu yang berada di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
Dalam waktu 20 menit setelah dibuat, petisi tersebut sudah ditandatangani sekitar 200 orang.
Petisi tersebut dibuat oleh gabungan Banyuwangi Forum ForEnvironmental Learning (BaFFEL), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Pusat Studi Hukum HAM Fakuktas Hukum Unair, Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Korda Jawa Timur, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
(baca: Bukan Fitnah, Perusahaan Sandiaga Uno Menghancurkan Banyuwangi)
Pada petisi yang dibuat Senin (22/8/2016) itu dijelaskan bahwa gunung Tumpang Pitu adalah hutan yang sekaligus masuk kategori kawasan rawan bencana. Pada 3 Juni 1994, kawasan Tumpang Pitu dan sekitarnya pernah diterjang tsunami yang mengakibatkan banyak korban meninggal dunia.
“Gunung Tumpang Pitu juga memiliki nilai penting bagi masyarakat karena berfungsi sebagai benteng alami dari terjangan tsunami. Sebagai benteng alami dari terjangan tsunami dan daya rusak musim angin barat, tentulah keberadaan Gunung Tumpang Pitu memiliki korelasi dengan aspek keselamatan warga. Salus Populi Suprema Lex (keselamatan warga adalah hukum tertinggi),” tulis petisi tersebut.
(Baca: Terbongkar! Ini Dia Sisi Gelap Dari Cawagub Sandiaga Uno)
Selain itu, petisi tersebut juga menjelaskan bahwa Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat Dzulkifli Hasan telah mengalihfungsi Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi hutan produksi. Lewat surat keputusan Nomor SK. 826/Menhut –II/2013 Menteri Kehutanan Dzulkifli Hasan menurunkan status hutan lindung gunung Tumpang Pitu menjadi hutan produksi. Luas hutan lindung yang diturunkan statusnya itu sebesar 1.942 hektar.
Saat di hubungi Kompas.com, Senin, Rosdi Bachtiar Martadi, pembuat petisi tersebut, mengatakan bahwa tambang emas Tumpang Pitu bukan hanya memunculkan risiko lingkungan, tetapi juga memiliki dampak sosial.
“Beberapa kali terjadi benturan antara warga dengan pihak perusahaan. Terakhir pada November 2015, terjadi benturan dan beberapa masyarakat tertembak. Ada juga yang ditangkap aparat. Komnas HAM juga mencatat kejadian tersebut. Ketika negara melegalkan penurunan status hutan lindung itu artinya negara melegalisasi bencana,” tegasnya.
(Baca:Sandiaga Uno, Cawagub Anies Terlibat Penipuan Proyek Minyak)
Rosdi menambahkan petisi ini sengaja dibuat setelah banjir lumpur yang terjadi di pantai Pulau Merah pada pertengahan April 2016, setelah empat bulan peledakan perdana di hutan lindung gunung Tumpang Pitu yang dilakukan PT BSI pada 27 April 2016.
Menurut Rosdi, bukan hanya pariwisata Pulau Merah yang lumpuh, sekitar 300 hektar ladang jagung juga mengalami gagal panen.
“Untuk itu, kami meminta kepada Presiden Joko Widodo yang juga sarjana kehutanan untuk menutup tambang emas di Tumpang Pitu dan mengembalikan fungsi Tumpang Pitu sebagai hutan lindung,” tegasnya.
Pantai Pulau Merah, salah satu destinasi wisata di Kabupaten Banyuwangi, terkena banjir lumpur sejak 10 hari terakhir. Akibatnya, air laut menjadi keruh dan berwarna cokelat.
Penyebab banjir lumpur diduga karena pembukaan lahan di gunung Tumpang Pitu yang dibangun untuk kawasan pertambangan emas.
Bukan hanya tertutup lumpur, beberapa biota laut juga ditemukan mati dan nelayan terpaksa melaut lebih jauh dari wilayah pantai Pulau Merah.
(kompas/gerpol)