Kang Dedi: Berbahaya Sekali Kepala Daerah Kompromi dengan Kelompok Garis Keras

500021
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

Jakarta – Kelompok-kelompok radikal dan garis keras saat ini semakin menunjukkan tajinya. Kondisi ini dikhawatirkan akan menjadi ancaman dan membahayakan Pancasila dan NKRI. Bahkan, ada juga calon kepala daerah yang berkompromi dengan kelompok garis keras untuk memenangi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Semakin menguatnya kelompok garis keras terjadi lantaran ada ruang bagi mereka untuk tampil di publik melalui pengerahan massa, mimbar-mimbar, media massa dan lainnya. Dalam ruang publik itu, kelompok-kelompok ini pun kerap mengklaim sebagai pemilik surga.

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengaku heran dengan kondisi tersebut. Kekhawatiran adanya ancaman terhadap ideologi bangsa tidak dirasakan sebagian elite politik. Bahkan, sebagian pejabat publik, termasuk kepala daerah memilih berkompromi dengan kelompok-kelompok garis keras. Mereka lebih khawatir kehilangan aset elektabilitas dan popularitas daripada bersikap tegas terhadap kelompok-kelompok tersebut. Selain itu, elite politik juga tidak ingin mendapat tekanan psikologis dari kelompok-kelompok tersebut.

“Aneh dengan negeri ini, katanya takut Indonesia kehilangan ideologi, takut Indonesia kehilangan pluralisme, dan takut Indonesia kehilangan ideologi kebangsaan, tetapi setiap saat elite politik dan kekuasaan berkolaborasi (dengan kelompok garis keras),” kata Dedi dalam diskusi “Merawat Keindonesiaan: Deradikalisasi melalui Politik Kebudayaan” di Jakarta, Jumat (10/3).

Contoh paling dekat calon pejabat yang berkompromi dengan kelompok radikal adalah Anies-Sandi, mereka tidak segan-segan meminta dukungan kepada FPI, HTI dan kelompok-kelompok pendukung teroris lainnya.

Baca Juga:

Diungkapkan Dedi, kelompok-kelompok garis keras ini seakan telah menjadi penentu jalannya pemerintahan di daerah. Kepala daerah yang berpihak pada rakyat, merawat orang sakit, menyantuni orang miskin, dan lain sebagainya, tetap saja akan “diganggu” jika tidak merangkul kelompok itu. Kepala daerah ini dipastikan akan disebut kafir, musyrik, dan lain sebagainya.

“Sebaliknya walaupun banyak salah, pasti dipuji terus karena banyak menyumbang (kepada kelompok itu),” katanya.

Dedi menegaskan, jika kelompok-kelompok garis keras dianggap sebagai ancaman serius bagi Pancasila, maka elite politik dan segenap masyarakat harus menyelesaikan persoalan ini. Dia mengecam elite yang menjadikan kelompok radikal sebagai alat untuk kepentingan politik sesaat, seperti pemilu atau pilkada. Menurutnya, terlalu beresiko jika kelompok-kelompok yang mengancam ideologi bangsa ini dipergunakan demi meraih kekuasaan.

“Bagi saya, siapa pun elite jangan main isu-isu ideologi yang suatu saat akan membesar dan mengancam negara. Jangan lakukan itu,” tegasnya.

(beritasatu/gerpol)