Kapolri Jenderal Tito Karnavian angkat bicara soal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang mengusung konsep khilafah. Belakangan ini sejumlah acara HTI di sejumlah daerah gagal digelar karena tidak dikeluarkannya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) oleh polisi.
Tanpa STTP sebuah acara keramaian masyarakat dianggap tidak berizin, sehingga bisa dibubarkan secara paksa jika nekat digelar.
Baca:
- Anies Belum Dilantik Jadi Gubernur Sudah Otoriter
- Karangan Bunga ‘Ayo dukung oke oce’ di Balai Kota dirusak warga
- Ketika JK Bilang Karangan Bunga Itu Mubazir
Salah satu yang batal digelar itu adalah agenda HTI yang mengangkat tema “Khilafah Kewajiban Syar’i Jalan Kebangkitan Umat” yang semula akan digelar di Jakarta pada 23 April 2017.
“Kita memang tidak keluarkan izin, STTP-nya, karena banyak potensi konfliknya. Jadi lebih baik kita larang,” kata Tito menjawab Beritasatu.com di Mabes Polri Jumat (28/4).
Saat ditanya apakah STTP tidak dikeluarkan atas instruksi Mabes Polri, tetapi karena banyak ancaman?
“Iya karena banyak ancaman dari berbagai pihak yang tidak suka, yang anti,” jawab Tito.
Pihak yang kerap berseberangan dengan HTI, di antaranya adalah GP Ansor dan Banser NU. Mereka menolak HTI dengan alasan HTI tidak sesuai dengan NKRI.
“Polisi kan tugasnya untuk mencegah konflik, maka janganlah (digelar acara itu),” lanjut Tito.
Terkait perekrutan HTI di kampus-kampus, Tito menilai hal itu merupakan indikasi yang bisa dianggap berbahaya.
“Sedang kita bicarakan. Kalau seandainya itu dilakukan (menegakkan) khilafah, ya itu bertentangan dengan ideologi Pancasila. Kalau buat ideologi khilafah apa bisa (sesuai) Pancasila?” tanya Tito.
Apa ke depan HTI akan dilarang permanen?
“Sedang dibicarakan di Polhukam,” kata mantan kapolda Metro Jaya ini.
(beritasatu/gerpol)