Dua Cagub DKI, Basuki T Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan sempat berdebat panas mengenai persoalan hunian di Jakarta. CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda punya penilaian untuk program tiap-tiap kandidat cagub dan pasangannya.
“Kalau saya lihat soal pembiayaan pak Anies semua ujung-ujungnya masalah tanah. Mau dibangun di mana? Payung hukumnya harus jelas. Memang saat ini perbankan tidak mengizinkan, tapi kan bukannya tidak mungkin,” ungkap Ali dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (12/4/2017) malam.
Baca:
- Duh! Anies dan Sandi Bentrok Soal Program Rumah DP 0 Rupiah
- Rumah DP 0=Bohong, Anies Minta Nabung
- Setelah Bohong Rumah DP 0, Anies Ganti Rumah Jadi Rusun
Menurut Ali, ada masalah yang akan muncul pada program hunian Anies-Sandi dengan janji DP 0 persen itu. Dia menilai justru program Ahok dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, yang lebih masuk akal untuk menangani masalah hunian di Jakarta dengan pemberian solusi rumah susun.
“Saya melihat ini semua bukan soal pembiayaan, tapi yang paling penting (dari program Anies-Sandi) penyediaannya di mana? (Kalau) Pak Ahok bilang sewa ke Pemda, payung hukum jelas. Tapi atentif lain dengan memasukkan tanah BUMN. Ini perlu persetujuan BPK dan Menkeu,” ujar Ali.
“Kota-kota besar lainnya pun sekarang yang diperhitungkan bukan daya beli, tapi daya sewanya yang diperhitungkan. Cuman memang kalau dikembangkan dengan mekanisme khusus jadi bisa dimiliki sebenarnya. Itu ada prosesnya sendiri kalau memang mau dibuat mekanisme (hingga ke sana),” imbuhnya.
Ali menyatakan, program beli rumah dengan DP 0 persen bukan lah hal baru dalam dunia properti. Dia memastikan, mekanisme itu bukan berarti pembeli tidak mengeluarkan uang saat awal transaksi.
“DP 0 persen bukan hal baru. Ini bukan semata-mata nggak keluar uang, tapi konsepnya tabungan. Saya pribadi justru menghindari ini karena berat. Tapi mungkin ini bisa kalau kalau ada MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),” jelas Ali.
Apabila pemerintah menerapkan mekanisme DP 0 persen, dia menyatakan itu nantinya akan memberatkan. Bahkan menurut Ali, beban tersebut tak hanya berdampak untuk pemerintah daerah semata.
“Tapi untuk jangka panjang, skala nasional bebannya justru berat, karena sistemnya kan nalangin dulu ada berapa ribu orang,” tutur dia.
Sekali pun program hunian DP 0 persen disetujui, Ali menilai pemerintah akan terbentur pada masalah penyediaan lahan. Jangankan untuk membangun perumahan, untuk membangun rusun-rusun di DKI, penyediaan lahan juga menjadi masalah.
“Harus konsolidasi tanah-tanah mana yang harus dipakai untuk membangun rusun,” kata Ali.
Fakta yang terjadi di lapangan saat ini adalah, masyarakat di Jakarta saat pagi lebih banyak. Itu terkait dengan warga pinggiran di Jakarta yang bekerja di Ibu Kota. Para pekerja yang berpenghasilan minim, hanya mampu membeli rumah di pinggiran Jakarta.
“Kalau penduduk Jakarta 10 juta, itu kalau pagi 14 juta. Dari mana? Itu dari kaum pekerja yang sekarang rumahnya terlalu jauh, gaji Rp 7 juta, bisanya cuma beli di pinggir Jakarta,” terangnya.
Para pekerja Jakarta yang berpenghasilan cukup disebutnya bisa memiliki rumah di Jakarta. Namun solusinya adalah di rumah susun dengan bantuan Pemda maupun dana CSR. Kaum pekerja urban ini yang dinilai perlu juga menjadi perhatian.
“Nggak usah dari APBD, dari CSR pun bisa sebenarnya kalau mau. Kalau gratis pun bisa, tapi pemeliharaannya tetap harus ditanggung, kalau Rp 300 ribu. Kaum pekerja juga harus dilihat,” urai Ali.
Mengenai masalah hunian di Jakarta, Anies-Sandi tetap bersikeras tidak mau menggusur warga meski mereka tinggal di bantaran sungai. Ali menyebut soal penggusuran sebenarnya sudah lazim terjadi di kota-kota besar.
“Itu hanya khawatirnya untuk kampanye. Penggusuran ini pasti ada di kota-kota besar. Penggusuran ada di Singapura, Hongkong, tapi lihat hasilnya sekarang,” sebut Ali.
Relokasi permukiman pun dianggap bisa menjadi solusi di Jakarta. Namun Ali tetap mengingatkan, perlu disiapkan program UMKM bagi para warga yang direlokasi agar bisa menyejahterakan mereka.
“Ketika direlokasi sebaiknya juga disiapkan satu UMKM yang jadi basis ekonomi. Bagaimana di tempat relokasi bisa tumbuh basis-basis UMKM. Supaya bisa menyejahterakan mereka juga, supaya mereka tertarik pindah,” ucapnya.
“Dia Lebih manusiawi kalau pindah ke rusun, karena di bantaran kali tidak sehat, banyak penyakit. Tapi sekarang PR Pemprov masih belum selesai semua (terkait UMKM di rusun). Yang penting bagaimana pemerintah hadir untuk public housing. Artinya 100% berpartisipasi. Sebetulnya yang sekarang sudah bagus, hanya kurang sempurna saja,” sambung Ali.