“Kebencian Sudah Meracuni Dunia Anak-anak, Intimidasi Menimpa Anakku”

798372
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Surat Kaleng

Pilkada DKI Jakarta benar-benar sudah tidak sehat dan merusak. Ingin menang dengan berbagai cara pun dilakukan oleh beberapa pihak dalam mendukung pasangan tertentu. Penyakit menebar Hoax dan intimidasi sesama pemeluk agama islam berlangsung sangat dahsyat, hingga menelan korban anak-anak. Yang seharusnya belum tahu dan tidak patut untuk tahu sesuatu yang bukan levelnya.

Surat Kaleng dikirim ke anak-anak

Sangat disayangkan jika agama terus-terusan dijadikan mainan, sementara Tuhan sendiri selalu memberikan contoh untuk kebaikan dan kebaikan. Pilkada ini urusan duniawi, bukanlah urusan akhirat. Tuhan memberikan kebebasan bagi pemeluk agamaNya untuk menentukan sendiri arah dunia tempatnya hidup. Hanya saja dibarengi dengan koridor syarat agar sesuai dengan norma agama.

Adanya ayat dalam kitab suci yang melarang memilih calon dari agama lain, itu di agama apapun ada. Namun semua itu bukanlah ayat yang terputus, selalu dibarengi dengan klausul sebab dan penyebab serta deskripsi lanjutan yang bisa multitafsir. Sehingga satu tafsir tidak otomatis menjadi benar atau dianggap kebenaran mutlak, karena itu masih jadi rahasia Tuhan. Dalam agama islam, Al Qur’an merupakan kitab suci yang 80% isinya adalah kiasan, bukan substansi. Substansi dalam Al Qur’an hanya seputar larangan memakan sesuatu yang haram, disini mutlak tidak ada penafsiran lain.

Anak Kecil diajarkan Kebencian

Namun sangat disayangkan, satu tafsir banyak dipaksakan hanya agar calon dukungannya menang. Bukan lagi visi misi atau program yang dikedepankan, namun sudah intimidasi dan pembunuhan karakter serta menyerang pribadi. Tuhan menyayangi semua makhluknya, apapun agamanya. Sungguh sayang bila hanya karena Pilkada DKI, kebencian terus dijadikan madu yang terus disebarkan demi sebuah kemenangan. Berita bohong juga banyak disebarkan disertai dengan kebencian.

Anak-anak kecil pun tak luput dari kebencian yang terus ditebarkan itu, apa yang terjadi atau menjadi sikap seorang anak sudah tentu mencerminkan orang tuanya. Seperti yang diterima oleh anakku. Anakku dapat surat kaleng. Isinya begini:

Untuk Alia
Bukan nyinggung, harus ngerti.
1. Alia kamu itu isbomuka = islam bodoh munafik kafir
2. Kamu kan bela Ahok sama aja kamu hina al qur’an
3. Kamu itu munafik,

Munafik =
1. tidak taat pada allah
2. Kamu kelihatannya seperti kristen
3. Sering bohong untuk dibela
4. Kamu kalau dikasih jalan lurus malah belok
5. Gak tahu diri
6. Baca al quran sana

4. Sengsara lo di akhirat! Gaga gugu didepan allah nanti masuk neraka, kagak didoain masuk syurga!
Solat deh yang bener, zikir!!

—-ll

Surat ini entah dari siapa, sedih bacanya dan sangat menyedihkan. Kebencian ditanamkan sejak dini. Tidak bisakah dipahami bahwa semua ini sekedar politik untuk sebuah daerah? Sekali lagi, ini hanya politik. Politik merupakan salah satu jalan untuk membangun bersama-sama dengan cara mengedepankan hasil-hasil tertentu yang sudah disepakati sesuai aturan. Terlalu besar ruginya jika harus mengorbankan keberagaman dan persatuan.

Politik sangatlah dinamis, sangat dinamis. Di Jakarta menggeliat kalimat “muslim tolak pemimpin non muslim”. Di daerah Maluku sana, sebuah kabupaten dengan 98% penduduk muslim, seorang non muslim berhasil duduk jadi kepala daerah yang bahkan didukung oleh partai yang sama dengan partai yang selalu teriak tolak pemimpin non muslim di Jakarta.

Saya selalu mengatakan pada anakku, bahwa segala urusan yang kamu belum waktunya untuk tahu, maka sebaiknya tidak ikut bicara. Saya ulang kalimat itu untuk meyakinkan diri apa sebenarnya yang terjadi, sampai ada surat seperti itu.

“Selama ini kakak hanya menolak untuk membenci, itu saja kok Pi”, kata Kakak Pertama.

Kami sering mendiskusikan Ahok hanya karena hasil kerjanya yang benar-benar kami rasakan. Seperti contoh kecil, membuat KTP atau surat domisili, hanya 5 menit dan tanpa pungli sama sekali. Saya tekankan pada anak-anak untuk memahami dan mengerti hasil kerja orang. Suka atau tidak suka terhadap orang tersebut, kita harus belajar jujur untuk menilai hasil kerjanya.

Masalah agama termasuk neraka dan surga, selalu saya katakan bahwa itu urusan Allah SWT. Itu hak penuh dari Gusti Allah, tak ada satupun manusia punya hak mewakilinya. Kita dilahirkan di dunia ini hanya untuk memperbaiki diri, berbuat baik dan berbuat baik. Karena Nabi Muhammad sendiri diturunkan untuk memperbaiki Akhlak manusia, bukan mengislamkan manusia.

Bagi Allah tidak ada sesuatu yang muskil untuk dilakukan. Membuat seisi dunia jadi orang Arab dan beragama islam, bisa dalam sekejap mata.

“Nak, pahamilah bahwa di dunia ini rahasia Allah tak terbatas. Sangat tidak terbatas dan tidak punya batas. Tugas kita yang bodoh ini untuk terus belajar, jangan pernah berhenti untuk terus merasa bodoh”, sembari aku peluk anakku yang kelihatan menahan emosi.

Kika Syafii

(gerpol)