JAKARTA-Kelompok Islam tradisionalis, utamanya warga Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta diperkirakan tidak akan memilih paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno di putaran kedua pilgub DKI Jakarta. Pasalnya, warna Islam radikal yang menjadi pendukung utama paslon nomor urut 3 ini menjadi ancaman bagi Islam tradisionalis. “Saya melihat, Islam tradisonalis akan pilih Ahok-Djarot, apalagi warna Islam radikal di kelompok Anies-Sandi sangat kuat sekali. Meskipun mereka tidak suka dengan Ahok, tetapi dengan banyaknya kelompok anti NU di kubu Anies-Sandi maka mereka merasa terancam,” ujar peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir di Jakarta, Senin (3/4).
Baca:
- Al-Khaththath Alias Gatot, Pendukung Anies, NKRI Bersyariah Mulai dari Jakarta Bersyariah
- Aksi 313 yang Digerakkan dan Didanai Pendukung Anies-Sandi Mau Tabrak Pagar DPR Pakai Truk
- Buni Yani dan Al-Khaththath alias Gatot Tersandung Kasus Hukum, Bukti Anies Dikelilingi Pendukung Bermasalah
Seperti diketahui, NU merupakan organisasi sosial keagamaan yang bertujuan menegakkan ajaran Islam ahlussunnah wal jama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat di dalam wadah NKRI.
Sejak pra kemerdekaan, ulama-ulama NU menyadari bahwa Indonesia sangat majemuk yang terdiri dari bermacam suku, bahasa, budaya dan agama hidup di dalamnya.
Kemajemukan itu menjadi kekuatan dan sekaligus tantangan bangsa Indonesia untuk merajut NKRI. Karena itu, NU tidak memimpikan apalagi memaksakan Indonesia menjadi negara Islam walaupun Islam merupakan agama mayoritas. Memaksakan Islam sebagai asas atau ideologi negara berarti merelakan bumi pertiwi ini tercabik-cabik oleh pertikaian sesama anak bangsa.
Sikap tegas NU ini sangat bertolak belakang dengan sikap pendukung Anies-Sandi yang dikenal dengan sebutan kelompok ‘sumbu pendek’. Kelompok pemuja ‘bumi datar’ terus memperjuangan negara khilafah di Indonesia. “Saya melihat kelompok seperti HTI, FPI dan FUI yang memang secara terang-terangan mendukung Anies-Sandi, membuat kelompok muslimin tradisionalis menjadi tidak nyaman. Dan ini ancaman nyata bagi kelompok Islam konservatif yang tidak radikal,” ulasnya.
Secara psikologis jelasnya, dukungan Islam radikal ke kelompok Anies-Sandi membuat ketidaknyamanan bagi kelompok Islam tradisionalis. Karena itu, kelompok Islam tradisionalis ini mengalihkan dukungan ke Ahok-Djarot. “Paham keagamaan mereka yang suka sinis dengan kelompok Islam tradisional ini tentu membuat kelompok Islam tolerasn ini sulit bergabung dengan kubu Anies-Sandi,” terangnya.
Ketika ditanya apakah jumlah golput akan meningkat melihat fragmentasi di kelompok Islam? Amin mengatakan bahwa pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya di putaran pertama justru akan menggunakan hak pilihnya diputaran kedua guna membendung kelompok Islam radikal ini. Sebab, Islam radikal ini tidak hanya mengancam Jakarta, tetapi juga menjadi pertaruhan NKRI. “Jadi, warga Jakarta mulai dilanda ketakutan, kalau Anies-Sandi menang maka kelompok radikal akan tumbuh subur di Jakarta,” imbuhnya.
Makanya sekarang ini lanjutnya, kesadaran pemilih Jakarta tumbuh guna membendung kelompok radikal ini sehingga diputaran kedua, mereka pasti akan pilih Ahok-Djarot.
“Padahal, sebelumnya mungkin mereka tidak pilih Ahok-Djarot. Tetapi karena takut dengan ancaman kelompok eskrimis Islam ini dengan negara khilafah dan Jakarta Bersyariah maka pemilih ini memberi dukungan ke paslon nomor urut 2,” ucapnya.
Dia menilai, tampilnya kelompok radikal di barisan pendukung Anies-Sandi menjadi bumerang bagi kelompok Islam tradisional. “Dan jangan lupa, kelompok Islam tradisional ini juga sebel dengan aksi demo membawa-bawa Islam dan Ulama. Mereka kan cari tahu juga, siapa sesungguhnya berada dibalik aksi ini. Dan ternyata, kepentingan politik pragmatis Anies-Sandi,” tegasnya.
Karena itu, jika kondisi ini dikelola baik oleh tim Ahok-Djarot maka memberikan energi yang positif. “Banyak orang yang tadinya tidak mau berpolitik, sekarang merasa harus ikut, minimal ikut ke TPS. Semua ini demi membendung kelompok radikal,” pungkasnya.
(gerpol)