Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merilis rekam jejak kedua calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017.
“Kita menemukan kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pasangan calon,” ujar Nelson Nikodemus Simamora selaku pengacara LBH Jakarta di Gedung LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu, 12 April 2017.
Baca:
- Untuk Hadapi Bang Japar Fahira, FBR Jakarta Selatan Deklarasi Dukungan ke Ahok Djarot
- Kronologi Jakarta Bersyariah: Dari FPI, HTI Sampai Anies Sandi (1)
- Masjid Raya Jakarta Difitnah dengan Simbol Salib, Pelakunya Pendukung Anies dan FPI
Dalam rekam jejak ini, LBH Jakarta membandingkan visi,misi, dan program kerja kedua pasangan calon tersebut. Nelson mengungkapkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat memiliki keunggulan dalam kebinekaan dan memihak terhadap kaum minoritas.
Hal ini terkait dengan pembelaan Basuki dalam melindungi hak umat Ahmadiyah untuk terus beribadah dan pernyataan Basuki untuk tidak menghakimi kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
“Kalau Basuki-Djarot, dia selalu mengklaim kebhinekaan dan dia unggul dalam hal itu,” tuturnya.
Berbeda dengan pasangan Basuki-Djarot yang unggul dalam hal kebinekaan, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang secara tegas menolak reklamasi Teluk Jakarta untuk menjaga mata pencarian para nelayan di sepanjang Teluk Jakarta. Walaupun hanya wacana (Baca: Setelah Bertemu Keluarga Soeharto Anies Sandi Menerima Reklamasi)
Menurut Nelson, kedua pasangan calon ini memiliki persamaan yaitu membuat hak-hak terhadap kaum disabilitas sebagai sikap kedermawanan bukan kewajiban dari pemerintah yang menyamakan warganya. Hal ini dilihat dari program dan sikap kedua pasangan calon terhadap hak-hak penyandang disabilitas.
“Kekeliruan Basuki-Djarot dalam program kerjanya tentang disabilitas adalah meletakkannya dalam bagian sosial,” ujarnya.
Nelson menambahkan semasa kampanye, Anies-Sandiaga berjanji akan melibatkan penyandang disabilitas dalam pengambilan kebijakan dan meningkatkan akses penyandang disabilitas terhadap fasilitas publik di DKI Jakarta.
“Program ini tidaklah konkrit karena meletakkan dalam sekumpulan tugas sosial.”
Penyusunan rekam jejak kedua pasangan calon ini dilakukan sejak Desember 2016 sampai April 2017. Untuk pengumpulan informasi, LBH Jakarta melakukan studi pustaka melalui koran, majalah, dan situs internet.
“Setelah dapat bahannya, kita berdasarkan buku-buku yang menjadi dasar acuan kita,” ujar Nelson.
Selain perbandingan visi, misi, dan program kerja, LBH Jakarta juga memaparkan biografi atau latar belakang dari kedua pasangan calon.
“Kita cuma memberitahukan pada warga Jakarta melalui rekam jejak ini, siapa sih calon gubernur kita, latar belakangnya apa, program kerjanya apa, selama ini dia ngapain, sesuai ga program kerjanya sama yang selama ini dia lakukan. dan selebihnya silakan masyarakat yang menilai,” ujar Nelson.
(tempo/gerpol)