Bambang Widjojanto, Eks Pimpinan KPK yang pernah menjadi tersangka pemalsuan KTP yang sekarang menjadi bagian dari timses Anies Sandi koar-koar tentang “bagi-bagi sembako=Korupsi” tapi sepertinya ia harus disodori cermin besar. Pada saat yang hampir berbarengan, Perindo mengadakan kampanye dengan polesan bagi sembako murah untuk dukungan pada Anies Sandi.
Bambang Widjojanto menginginkan Pilgub DKI Jakarta dapat berjalan bersih, jujur dan adil. Namun, yang terjadi beberapa hari belakangan malah ditemukan beragam kasus politik uang berupa pembagian sembako di masyarakat.
Baca:
- Bodohnya Anies Baswedan, Nuduh Tim Ahok Djarot Main Sembako, Eh yang Tertangkap Istrinya Sendiri
- Tertangkap! Tim Anies-Sandi Mengedarkan Amplop Berisi Uang
- Perindo Hary Tanoe Tertangkap Bagi-bagi Sembako bersama Istri Anies Badwedan
Menurut Bambang bentuk money politic berupa bagi-bagi sembako itu sama dengan tindak korupsi. “Kalau kita mau anti korupsi maka kita lawan politik uang, dan menerima sembako sama dengan korupsi,” ujarnya usai melakukan pertemuan di kediaman Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu 16 April 2017.
Namun omongan Bambang Widjojanto seperti menampar Anies Baswedan, karena istri Anies Baswedan tertangkap kamera sedang membagi-bagikan sembako bersama Perindo, Partai milik Taipan Hary Tanoe (Baca: Perindo Hary Tanoe Tertangkap Bagi-bagi Sembako bersama Istri Anies Badwedan)
Menarik untuk mengajak masyarakat melawan politik uang ini karena menurut Bambang Indonesia sedang memperkokoh pondasi demokrasinya. Sehingga demokrasi harus dibangun atas azaz kejujuran dan tanpa intimidasi terlebih jika menyuap masyarakat dengan bentuk bagi sembako.
“Kita sedang membangun demokrasi, kalau hal seperti money politic terjadi masif di Jakarta maka ini berlawanan dengan proses pendewasaan demokrasi,” ujarnya..
Menurut Bambang, Pilgub DKI Jakarta juga harus berjalan dengan baik dan berkualitas, sehingga money politic harus disikapi dan tidak boleh dibiarkan. “Ditakutkan jika money politic dibiarkan maka itu sama saja kita sedang menulis sejarah suram pilkada di indonesia,” ucapnya.
(viva/gerpol)