Chairman Center for Urban Development Studies (Cudes) Ferdinan Lamak mengungkapkan debat cagub-cawagub DKI pada Rabu (12/4) malam di Hotel Bidakara, Jakarta semakin memperjelas apa kesiapan konsep dan program masing-masing calon jika terpilih dalam Pilgub DKI Jakarta puturan kedua nanti. Publik Jakarta, kata dia, bisa melihat, menilai, dan menjadikan acara debat sebagai rujukan dalam memilih.
Baca:
- Anies Makin Ngawur, Katanya Rumah Tanpa DP Bukan Program Bangun Rumah
- Setelah Berbohong Rumah DP 0, Anies Ganti Rumah Jadi Rusun
- Rumah DP 0=Bohong, Anies Minta Nabung
“Khusus di sektor perumahan dan permukiman bagi warga perkotaan, kedua paslon semakin menunjukan dengan jelas, program mana yang aplicable dan mana yang sulit untuk dilakukan. Debat kemarin malam ini semakin menegaskan bahwa konsep perumahan dan permukiman mana yang paling siap untuk direalisasikan dalam kondisi Jakarta seperti fakta hari ini,” ujar Lamak di Jakarta, Kamis (13/4).
Lamak menilai, program perumahan Anies-Sandi semakin tidak jelas. Menurut dia, berdasarkan data Cudes, pada debat pilgub putaran pertama, Anies menolak program perumahan. Pasalnya, Anies ingin melakukan gerakan pembangunan perumahan bagi warga Jakarta.
“Masuk putaran kedua, Anies-Sandi menawarkan program perumahan yakni rumah tapak Rp 350 juta di Jakarta dengan uang muka (down payment/DP) nol persen. Nah dalam debat terakhir, Anies-Sandi tidak bisa menegaskan mana yang hendak dibangun Anies-Sandi, rumah tapak atau rumah susun setelah beberapa hari lalu Sandi mengatakan akan meniru Singapura yang mengembangkan rumah susun,” ungkap dia.
Cudes, kata dia, menyanggah apa yang disampaikan oleh tim Anies-Sandi dari kalangan developer properti. Tim Anies-Sandiaga menyebutkan bahwa DP nol persen dapat diwujudkan apabila rusun dibangun swasta atau developer, lalu dibeli seluruhnya oleh Pemprov dan dijual dengan DP nol persen oleh Pemprov kepada masyarakat miskin.
“Ini kan sama saja jeruk makan jeruk. Buat apa harus beli dari developer jika hasilnya seperti rusun Jatinegara yang kualitasnya bobrok, BUMD Jakrpo saja yang bangun,” tegas dia.
Lamak juga menyampaikan bahwa perbankan tidak akan semudah itu untuk membiayai dengan KPR atau KPA dengan DP nol persen. Menurut dia, kalau saat ini rumah subsidi dengan DP satu persen, itu berbeda karena program nasional dengan subsidi DP dari APBN.
“Berapa yang harus disubsidi oleh Pemprov jika rusunami di Jakarta saat ini dijual di harga Rp 250 juta, misalkan Pemprov hendak mensubsidi DP 10 persen, maka akan ada Rp 12 triliun lebih dari APBD per tahun untuk subsidi DP dari 500.000 unit rusunami,” terang dia.
“Jika permukiman menjadi salah satu persoalan utama di DKI Jakarta, maka konsep rusunami dari Basuki-Djarot yang lebih realistis,” pungkas dia.
(beritasatu/gerpol)