Ma’ruf Amin, Kasus Ahok, Fatwa Politis MUI dan Investasi Bodong

1496763
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Ma'ruf Amin dan Dinasti Cikeas

Siapa tidak kenal Kyai Ma’ruf Amin. Kyai yang moncer sejak di Komisi Fatwa MUI yang kerap mengeluarkan stempel halal dan sesat. Tak banyak mengingat sebenarnya Kyai Ma’ruf ini seorang politisi tulen. Dimulai sebagai politisi PPP zaman Orde Baru. Saat PKB lahir, beliau Ketua Dewan Syuro pertama sebelum digantikan Gus Dur. Saat PKB pecah, beliau terlibat PKNU. Beliau juga Wantimpres era Presiden SBY selama 7 tahun (2007-2014).

Sebagai politisi, Kyai Ma’ruf tdk mampu menahan godaan untuk memberikan dukungan praktis, tahun 2012, Pilkada Jakarta, terangan-terangan beliau mendukung Fauzi Bowo. “Ma’ruf Amin Sarankan Pemilih Islam Coblos Foke”. 2012, Kyai Ma’ruf Amin adalah Watimpres SBY sejak 2007, maka beliau harus mengamankan politik Demokrat di Jakarta dengan menggunakan fatwa agama. (tempo.co : Maruf Amin Sarankan Pemilih Islam-Coblos Foke)

Pilpres 2014, Kyai Ma’ruf absen politik praktis, karena sedang berbulan madu, menikah lagi, setelah istri pertamanya wafat. Dan, Demokrat sendiri tidak memiliki haluan yang jelas dalam Pilpres 2014. Katanya sih netral, tapi benci dan anti Jokowi, serta malu-malu dukung Prabowo.

Ma’ruf Amin dalam Pusaran Investasi Bodong

Eiiits, 2014 Kyai Ma’ruf terangkut kasus investasi bodong GTIS (Golden Traders Indonesia Syariah) yang menyeret beliau, Pak Aziddin dan Pak Amidhan.

Kasus investasi bodong PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS) kini menguap dan sudah ada tersangka: Direktur GTIS Aziddin sebagai tersangka, seorang politisi Partai Demokrat yang juga Pengurus MUI.


Berita Pilihan Terkait Saksi dan Sidang Ahok

Selain Aziddin, nasabah GTIS sebenarya juga mendesak kepolisian untuk menetapkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat itu: Kyai Maruf Amin dan Ketua MUI KH Amidhan Shaberah sebagai tersangka.

Kuasa hukum nasabah GTIS Sugito Atmo Pawiro dalam surat resminya kepada Kabareskrim Mabes Polri yang salinannya diterima KONTAN menyebutkan, berdasarkan bukti-bukti yang ada, Aziddin hanya sebagai pelaksana operasional harian GTIS.

Di belakangnya ada Maruf Amin dan Amidhan sebagai penentu kebijakan. Karenanya, nasabah GTIS meminta dua petinggi MUI itu juga ikut bertanggungjawab dan ditetapkan status hukumnya sebagai tersangka.

Namun, Maruf membantah tudingan keterlibatannya di GTIS. “Waktu itu, saya tak memberi izin, tapi hanya menyatakan, mereka (GTIS) beroperasi secara syariah,” ngeles Maruf kepada KONTAN Kamis (11/9/2014). Padahal Ma’ruf Amin adalah Pengurus di GTIS.

Maruf bilang, MUI tak berwenang untuk memberi izin operasi GTIS lantaran bukan ranahnya. “MUI cuma menyatakan kegiatan mereka sesuai prinsip syariah, cukup itu saja,” imbuhnya.

Makanya, ia mempersilahkan nasabah GTIS melapor ke pihak berwajib bila mereka memiliki bukti keterlibatan dirinya dalam operasional investasi bodong ini.

Meski Maruf mengelak, Koordinator nasabah GTIS Adik Imam Santoso bilang MUI berperan besar dalam kegiatan GTIS. Antara lain: MUI menerbitkan sertifikasi halal atas skema investasi GTIS. Ini artinya, proses transaksi emas di GTIS halal menurut MUI.

Cap halal ini pula yang membuat masyarakat berbondong-bondong menaruh dana di GTIS. Apalagi, dalam brosur penawaran investasi GTIS,  ada testimoni Maruf dan Amidhan atas kehalalan produk investasi GTIS. Bahkan  dalam berbagai kesempatan, kata Santoso, panggilan karib Adik Imam,  dua tokoh MUI ini selalu menyatakan proses investasi di GTIS sesuai dengan ketentuan syariah.

Yang juga menarik, dalam akta notaris pendirian GTIS  juga tertulis MUI adalah salah satu pendiri GTIS lewat Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dengan kepemilikan saham sebesar 10 persen. Yayasan ini diketuai Amidhan.

Bukti lainnya ada dalam laporan keuangan GTIS. Kata Santoso, ada aliran dana ke yayasan ini. “Jumlahnya miliaran rupiah, ” katanya.

Menurutnya, tak sepatutnya dua petinggi MUI ini lepas tangan. “Masa mereka cuma mau uangnya saja,” kata Santoso geram. (sumber bisniskeuangan.kompas.com:  Dua Petingggi MU Tersert Investasi Bodong GTIS )

Karena Kyai Ma’ruf dekat dengan Kekuasan dan Pemerintah saat itu (masih Wantimpres) dan berlindung di balik label ulama, kasus ini tidak ada kabar beritanya, apa sudah di-PetiEs-kan?

Harusnya saat ini pihak kepolisian mengusut investasi bodong GTIS ini yang melibatkan Ma’ruf Amin.

Perdagangan Fatwa Politik Demi Kepentingan Cikeas dan AHY

Pada Pilkada DKI 2017, Kyai Ma’ruf sebagai Rais Aam PBNU mendukung pasangan Agus-Sylvi

7 Oktober 2016, Ma’ruf Amin menerima pasangan Agus-Sylvi di Kantor PBNU dan mengeluarkan pertanyaan “Saya yakin warga NU dukung Agus-Sylvi” sebagaimana dikutip dari detik.com http://m.detik.com/news/berita/d-3315343/kh-maruf-amin-saya-yakin-warga-nu-dukung-agus-sylvi

Sebagai Ketum MUI Kyai Ma’ruf mengeluarkan Sikap MUI yang menyatakan Ahok menista Al-Quran dan Ulama, tujuannya agar Ahok jadi tersangka dan tidak ikut Pilkada 2017. Kebetulan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid, politisi PPP, dan Sekretaris Umum MUI Anwar Abbas dari Muhammadiyah yg dekat dgn PAN. Maka Ketum MUI (yang pernah jadi Wantimpres zaman SBY), Waketum MUI dan Sekretaris Umum MUI dipertemukan dalam koalisi Dinasti Cikeas dan SBY: Agus-Sylvi

Dengan memegang 2 ormas keislaman, Kyai Ma’ruf memiliki kekuasaan yang besar, namun kekuasaan akan sia-sia bila digunakan untuk kepentingan segelintir orang. Sebagai Rais Aam PBNU, Kyai Ma’ruf mendukung Agus-Sylvi sebagai Ketum MUI Kyai Ma’ruf ingin mendiskualifikasi Ahok.

Sebagai hamba yang penuh gelimang dosa, kita tidak bisa menilai ulama-ulama MUI yang bersih, suci, cliiing. Hanya bisa bertanya-tanya, kok ulama MUI makin kebangetan yaa…

Tidak heran, Kyai Mustofa Bisri pernah heran dan bertanya: MUI itu makhluk apa? Kalau boleh menjawab, MUI seperti makhluk amfibi yang hidup di dua alam: agama dan politik, hidup dari fatwa untuk dua alam itu: agama dan politik. Terkait kasus Ahok juga, Kyai Ma’ruf Amin dan Pendapat dan Sikap Keagamaan MUI, tidak lebih dari perwujudan politik makhluk amfibi: tanggal 7 Oktober terima Agus-Sylvi dan 11 Oktober tolak Ahok. (gerpol)