Peneliti Senior LIPI Syamsudin Haris menegaskan bahwa pemerintah atau negara perlu konsisten menegakkan hukum terhadap kelompok radikal yang marak bermunculan di ruang publik belakangan ini. Menurut Syamsudin, negara tidak boleh terlalu memberikan ruang bagi kelompok ini untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan demokrasi.
Baca:
- Kata Ahok: Partai Islam seperti PKS juga Calonkan Non-Muslim, Kenapa Hanya Saya yang Diserang?
- Gara-gara Ada yang Rekayasa Kasus, Kata Ahok: Saya Harus Minta Maaf
- Tegas dan Cadas, Kata Ahok: Rizieq Shihab Itu Pembohong!
“Negara harus konsisten melakukan penegakan hukum terhadap kelompok-kelompok radikal. Jangan sampai kita membuang-buang waktu untuk mengurus kelompok yang mengancam kebinekaan kita, sementara persoalan lain diabaikan seperti kemiskinan, korupsi, intoleransi, dan lainnya,” ujar Syamsudin di Jakarta, Selasa (4/4).
Dia juga menilai negara terlalu kompromistis dengan kelompok-kelompok radikal, seperti FPI, HTI, atau FUI. Padahal, kata dia, kelompok-kelompok ini menyebarkan ujaran-ujaran kebencian, upaya memecah belah bangsa, dan menggantikan Pancasila.
“Yang jelas, kelompok-kelompok radikal ini berupaya menggantikan dasar negara, Pancasila, menjadikan Indonesia sebagai negara bersyariat,” jelas dia.
Kelompok radikal ini, kata dia, sangat terorganisir dan memanfaatkan momentun politik seperti Pilkada dan Pilpres untuk memuluskan agenda-agendanya. Pada saat bersamaan, menurut dia, elite-elite politik memanfaatkan kelompok radikal ini untuk memenangkan kontestasi.
“Semacam ada hubungan simbiosis mutualisme antara elite politik dan kelompok radikal ini. Dan ini berbahaya, apalagi latar belakang masyarakat yang pendidikannya belum kuat, dengan mudah menerima isu-isu yang dimainkan oleh kelompok radikal dan elite-elite politik ini,” tandas dia.
(beritasatu/gerpol)