Mengapa Ahok Tidak Dinonaktifkan sebagai Gubernur DKI?

1496197
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

 

  1. Tanggal 12 Februari 2017, Ahok akan menjabat kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta.
  2. Kembalinya Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta ini memantik kegalauan Lurah Cikeas, karena khawatir Ahok semakin populer.(baca: KH.Mustofa Bisri : Kasus Ahok ‘Digoreng’ dengan Catut Agama)
  3. Buzzer Cikeas pun dikerahkan untuk mematahkan kembali berkuasanya Ahok pada 12 Februari 2017.
  4. Ferdinand Hutahaean, salah satu buzzer Lurah Cikeas dengan berdalih Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 pasal 83, bercuap – cuap bahwa pemerintah tidak memahami hukum dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus diberhentikan sementara. (Cek aktual.com: Didakwa jpu 5 tahun penjara tidak ada alasan pemerintah tidak memberhentikan Ahok)
  5. Mari kita lihat beberapa kesalahan argumentasi yang diajukan oleh Ferdinand Hutahaean.
  6. Pertama, Ferdinand dengan percaya dirinya merujuk UU No 23 Tahun 2004, padahal yang mengatur mengenai pemberhentian sementara diatur dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. (Cek teropongsenayan.com : Pengamat heran atas sikap pemerintah tak kunjung berhentikan Ahok)
  7. Kesalahan ini menunjukkan Ferdinand Hutahaean hanya cuap-cuap menuruti pesanan tapi tidak memahami undang-undang.
  8. Kedua, Ferdinand Hutahaean mengatakan bahwa “siapapun Siapapun kepala daerah yang telah menjadi terdakwa dengan ancaman hukuman 5 tahun wajib diberhentikan sementara dari jabatannya”. (cek nusantaranews.com : Masa cuti selesai presiden diminta segera keluarkan keppres pemberhentian Ahok)
  9. Lagi-lagi terlihat Ferdinand Hutahaean tidak memahami Undang-undang, pasal 83 UU 23/2014 berbunyi: “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD, karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara PALING SINGKAT 5 tahun”.
  10. Jadi ada klausul “diancam pidana penjara paling singkat 5 tahun”. Penghilangan frasa paling singkat 5 tahun ini menunjukkan Ferdinand Hutahaean mengaburkan aturan hukum yang ada untuk membenarkan argumentasinya.(baca: Dua Saksi Pulau Seribu Tidak Keberatan dengan Pidato Ahok Malah Minta Selfie)
  11. Lalu bagaimana aturan yang sebenarnya mengenai pemberhentian sementara kepala daerah/wakil kepala daerah yang tersandung kasus hukum?
  12. Mari kita cermati satu persatu ketentuan yang ada.
  13. Aturan pemberhentian sementara kepala daerah/wakil kepala daerah tanpa usulan DPRD diatur dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintahan daerah tepatnya dalam Pasal 83. (cek: PP No.23 Tahun 2014)
  14. Dalam Pasal 83 ayat (1) diatur “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
  15. Jadi yang diberhentikan sementara adalah kepala daerah/wakil kepala daerah yang didakwa “melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun”.
  16. Mari kita liat Dakwaan lengkap Jaksa kepada Ahok. (cek dakwatuna.com : Dakwaan lengkap JPU terhadap Ahok)
  17. Intinya Ahok didakwa dengan Pasal Penodaan Agama dengan dakwaan alternatif pasal 156a huruf a ATAU Pasal 156 KUHP. (cek liputan6.com : Jaksa dakwa Ahok dengan pasal alternatif)
  18. Pasal 156 KUHP berbunyi “Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (cek: KUHP)
  19. Pasal 156a huruf a KUHP “Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. (cek: KUHP)
  20. Terdapat setidaknya 2 (dua) kejanggalan dalam dakwaan Jaksa.
  21. Pertama, adanya DAKWAAN Jaksa yang bersifat ALTERNATIF antara Pasal 156 dan/atau Pasal 156a huruf a.
  22. Dakwaan Jaksa yang bersifat alternatif ini menunjukkan bahwa jaksa dalam menyusun dakwaan agak sulit menemukan fakta-fakta yang tepat untuk membuktikan kesalahan terdakwa. (cek tengokberita.com: Apa yang dimaksud pasal alternatif)
  23. Dakwaan yang bersifat Alternatif ini tentu saja menyulitkan Pemerintah untuk memahami Ahok didakwa dengan Pasal berapa apakah diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau selama lamanya lima tahun.
  24. Tidak ada kepastian kepastian pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan.(baca: Plt Gubernur DKI: Saya Terkesan dengan Kinerja Ahok)
  25. Kedua, dakwaan kepada Ahok dengan menggunakan Pasal 156a huruf a KUHP menunjukkan adanya ketentuan yang berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 83 UU No. 23/2014.
  26. UU No 23/2014 Pasal 83 mengatur “Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun”.
  27. Sementara pasal 156a huruf a KUHP menyatakan “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun”.
  28. Adanya dakwaan Jaksa dengan menggunakan pasal 156a huruf a bisa saja tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disyaratkan Pasal 83 UU 23/2014 Karena Ahok bisa dituntut dibawah 5 (lima) tahun
  29. Pemerintah tentu saja sebagai Penyelenggara Negara tidak mau gegabah menyikapi hal ini, karena hak Ahok sebagai warga negara pun dilindungi oleh Undang-undang dan bisa mengugat balik Pemerintah.
  30. Justru karena paham akan hak warga negara dalam Konstitusi dan menjaga pelaksanan Undang-undang tanpa diskriminatif maka pemberhentian sementara Ahok harus diletakkan dalam kerangka hukum yang benar.
  31. Karena serangkaian kejanggalan ini mulai adanya dakwaan jaksa yang bersifat alternatif hingga ketentuan pasal 156a huruf a yang berbeda dengan ketentuan pasal 83 UU No 23/2014 dan karena adanya kekosongan hukum ini maka untuk untuk memenuhi rasa keadilan maka menunggu tuntutan Jaksa apakah Ahok dituntut maksimal 5 (lima) tahun atau tidak merupakan kebijakan yang adil, tidak diskriminatif dan melanggar Konstitusi.
  32. Pemerintah sendiri telah berkomitmen kalau tuntutan jaksa dibawah 5 (lima) tahun maka Ahok tetap menjabat Gubernur sementara kalau Ahok dituntut paling sedikit 5 (lima) tahun maka akan diberhentikan sementara sampai ada keputusan hukum tetap. (cek cnnindonesia.com: Pemberhentian Ahok menuggu keputusan Jaksa)
  33. Jadi kalau sampai tanggal 11 Februari 2017 yang merupakan masa akhir Cuti Kampanye selaku petahana tidak ada kepastian tuntutan lamanya ancaman penjara kepada Ahok maka Ahok tidak dapat diusulkan untuk diberhentikan sementara sebagai Gubernur DKI.
  34. So Guys, Ahok tetap menjabat sebagai Gubernur pada 12 Februari 2017 karena tuntutan Jaksa belum jelas.

    (gerpol)