Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin pernah mengatakan, dia dan kawan-kawannya di Partai Demokrat tidak sabar lagi menyaksikan calon gubernur DKI Jakarta yang diusung mereka, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang juga putra sulung sang Ketua Umum, SBY, berdebat dengan calon gubernur DKI lainnya.
Meskipun usia Agus relatif masih muda, tetapi dalam hal berdebat Agus sangat piawai alias sangat hebat, kata Amir Syamsuddin ketika itu (27 September 2016). “Kebetulan saya pernah menyaksikan dia memberikan presentasi di depan ratusan bahkan ribuan orang, dan saya bukan melebih-lebihkan ya,” kata Amir.
Amir juga mengatakan, dengan pengalamannya sebagai perwira TNI, maka kemampuan Agus untuk menjadi pimpinan tidak perlu diragukan lagi. “Apalagi nanti kalau (Agus) diberikan kesempatan debat,” tegas Amir (Viva.co.id). Dari pernyataan Amir ini saja kita sudah sangat meragukan kebenarannya, karena antara pernyataan yang satu dengan yang lainnya tidak nyambung.
Kata Amir, Agus sangat piawai berdebat, buktinya, dia pernah melihat Agus memberi presentasi di depan ratusan bahkan ribuan orang. Apa hubungannya kemampuan berdebat seseorang dengan kemampuan dia memberi presentasi di depan berapa banyak pun orang?
Menyampaikan presentasi di depan berapa banyak pun orang, apalagi tanpa sesi tanya-jawab, apalagi pakai teks, merupakan suatu monolog, yang sangat berbeda dengan suatu perdebatan yang berupa adu argumentasi, adu program, berdasarkan data-data yang valid, di antara dua atau lebih orang yang benar-benar sangat menguasai mengenai hal atau suatu thema yang diperdebatkan itu.
Pernyataan Amir Syamsuddin bahwa sebagai seorang perwira TNI yang berpengalaman, maka kemampuan memimpin Agus tak perlu diragukan lagi. “Apalagi nanti kalau (Agus) diberikan kesempatan debat,” juga tidak relevan sama sekali. Sebagai seorang perwira berpangkat Mayor, paling banyak Agus pernah memimpin satu batalyon tentara yang terdiri dari sekitar 1.000 prajurit.
Tentu saja, ini tidak masuk dalam hitungan “sudah berpengalaman” dalam memimpin, apalagi jika mau dikaitkan dengan memimpin rakyat Jakarta yang berjumlah sekitar 12 juta jiwa dengan berbagai macam persoalan ekonomi, dan sosial politiknya yang serba kompleks itu. Ditambah lagi dengan kemampuan mengelola APBD yang berjumlah sekitar Rp 70 triliun per tahun itu.
Sedangkan di Mata Najwa (12 Oktober 2016), Agus sendiri mengaku bahwa dia hanya pernah memimpin 20 anggota staf saat masih berdinas di TNI. Lagipula, kalau Agus benar-benar punya pengalaman di bidang militer yang sangat bisa diandalkan, seharusnya prospek kariernya juga bagus di sana, kenapa malah diputus di tengah jalan oleh ayahnya, lalu dikarbitkan hanya beberapa bulan untuk dipaksakan menjadi – tidak tanggung-tanggung langsung — gubernur DKI Jakarta? Bayangkan saja, orang yang sama sekali tidak punya pengalaman secuil pun di birokrat, di pemerintahan, maupun di politik, demikian juga tak punya pengalamam sama sekali dalam memimpin jutaan rakyat, tiba2 mau menjadi gubernur, tidak tanggung-tanggung langsung mau jadi gubernur DKI Jakarta!
Dengan dasar pengalaman di militer itu, apa hubungannya dengan kemampuan Agus dalam berdebat? Dari pernyataan Amir itu justru jelas menunjukkan bahwa dia sendiri tidak pernah melihat atau mengetahui bagaimana kemampuan Agus Yudhoyono dalam hal berdebat. Alias pengalaman berdebat Agus itu sesungguhnya sama dengan pengalaman dia di bidang birokrat, politik, dan kepimpinan – bekal yang harus dimiliki seseorang jika ingin menjadi kepala daerah –, yaitu nol besar.
(Baca: AHY Cagub Paling Ngawur)
Sesungguhnya, Agus sama sekali tidak punya kemampuan berdebat yang mumpuni, ia sama sekali tak punya pengalaman di bidang birokrat, politik, dan kepimpinan. Agus tidak menguasai substansi-substansi persoalan-persoalan Ibu Kota.
Agus buta mengenai data-data apa yang sangat diperlukan dalam membangun DKI Jakarta. Itulah sebabnya, konon program-program kerja yang dimilikinya (yang dilaporkan ke KPUD) sepenuhnya merupakan ide dan dibuat oleh orang lain.
(Baca: AHY dan Pelbagai Kedunguannya)
Bahkan, katanya, merupakan copy-pastedari program kerja nasional SBY ketika ia presiden, yang diedit dan disesuaikan dengan DKI Jakarta. Seperti kata “nasional” diganti dengan “daerah”. Beberapa program dan janji yang diutarakan ke warga DKI saat melakukan blusukan-pun kerap terdengar konyol, karena bukan wewenang Pemprov DKI Jakarta, atau tidak mungkin dilaksanakan
(baca artikel: AHY Gubernur, Jakarta Hancur).
Itulah sebabnya Agus sangat ketakutan ketika diundang untuk berdebat terbuka di publik dengan dua calon gubernur lainnya: Ahok dan Anies. Agus tidak tahu nanti dia harus berbicara bagaimana dan tentang apa, bagaimana nanti menjawab pertanyaan-pertanyaan menyerang dari kedua lawan debatnya itu. Agus merinding ketakutan membayangkan semua ketidakmampuannya itu terkuak di acara debat jika dia memberanikan diri hadir.
Daniel HT (Kompasiana.com)