Resufle Menteri era Jokowi adalah hal yang wajar. Tapi ketika Anies dicopot, itu sangat mengagetkan publik. Termasuk saya tidak percaya tindakan Jokowi kali ini. Saya sempat berpikir Jokowi kali ini blunder.
Tapi kontroversi mengapa Jokowi memecat Anies Baswedan yang baik dan pintar dari Menteri Pendidikan, akhirnya mulai terjawab.
(Cek kompas.com: Sri Mulyani: Anggaran Tunjangan Profesi Guru Kelebihan Rp.23,3 T)
Sri Mulyani lalu memangkas anggaran tunjangan profesi guru yang fiktif ini. Mencengangkan. Bagaimana mungkin Menteri Pendidikan tidak tau? Kemana inspektoratnya & BPK? Mengapa Menkeu yang mengungkap ini?
(baca: Eksklusif: Anies Baswedan Resmi Dilaporkan ke KPK)
Saya yakin Anies bersih, tidak terlibat dalam rencana pembobolan uang Negara super jumbo ini. Mungkin juga ini bukan pertama terjadi dan digagalkan. Tapi disinilah nampak letak ketidakmampuan Anies membenahi birokrasi di kementiannya yang KORUP.
(cek detik.com: Jokowi: Dari 18 Juta Ruang Kelas Sekolah Hanya 466 Ribu Yang Kondisinya Baik)
CATAT Tidak sampai 1/2 juta dari 18juta Kelas Sekolah di Indonesia yang Kondisinya Baik!
Bukankah anggaran pembangunan fisik sekolah adalah kewenangan Pemda Kabupaten/Kota untuk SD dan SMP, Pemprov untuk SMA dan SMK. Ya benar, tapi selama berpikir parsial seperti ini, lalu apa fungsi kementerian?
(baca: Pencitraan Anies Baswedan dan Buruknya Birokrasi Kemendiknas)
Bagaimana kementerian pendidikan mampu menjalankan programnya jika pemerintah daerah suka-suka? Jika hanya memberikan DAK (dana alokasi khusus) pada daerah tanpa syarat, arah dan kontrol, maka anggaran dari pusat akan dihabiskan daerah tanpa hasil maksimal.
Banyak daerah yang asal menghabiskan anggaran dari pusat. Membangun sarana fisik di perkotaan saja, sementara sekolah di pelosok sampai ambruk tidak dapat perhatian. Jika pembangunan fisik sekolah di pelosok, banyak yang asal jadi, istilahnya “bangunan 3 bulan rusak”. Bahkan kadang ada pembangunan sekolah fiktif.
Menteri yang hebat punya strategi yang mampu menggunakan kewenangannya yang “memaksakan” dan “harus” koordinasi program terobosan yang baik dari kementerian ke daerah.
(cek kompas.com: Banyak anak tidak sekolah Karttu Indonesia Pintar)
Dimana keadilan dan apa output pendidikan kita jika anak tidak sekolah banyak dapat KIP tapi anak sekolah justru banyak tidak memperoleh haknya. Mental apa yang bisa direvolusi jika dunia pendidikan saja berkeliaran maling-maling?
Sulit akal sehat saya memikirkan bagaimana seorang Menteri yang pintar era Jokowi selama 2 tahun bisa KEBOBOLAN oleh jaringan satuan kerja dibawah kewenangannya yang korup?
Tidak ada perubahan berarti di bidang pendidikan selama Anies menjadi Menteri dengan pemerintahan lama. Anggaran yang besar tidak berasa beda ‘gregetnya’. Sangat tidak memenuhi standar tinggi Jokowi.
(baca: Alasan Anies Dipecat Jokowi, KIP Tidak Tepat Sasaran)
Dalam hal anggaran bagi Presiden Jokowi adalah hal sensitif. Anggaran harus ada pertanggungjawaban dan hasil yang terukur. Bukannya memelihara birokrasi yang korup.
Siapapun yang jadi menteri gelombang pertama Presiden Jokowi dalam pikirannya harus berazas “praduga korupsi”. Birokrasi warisan SBY harus diduga korup sampai mereka bisa buktikan tidak korup.
Apapun program warisan maupun program baru harus diawasi ketat. Inspektorat harus dari awal disterilkan. Harus ada revolusi birokrasi secara sistemik. Tidak cukup hanya pintar berwacana normatif.
Coba bandingkan betapa luar biasanya program dan kinerja Susi Pudjiastuti yang cuma berijazah SMP atau Khofifah Indar Parawansa. Atau Kementerian PU dan Perhubungan yang membangun besar-besaran dengan kualitas kerja lebih baik dibanding era pemerintahan SBY.
Anies menjadi Menteri Pendidikan, kebanyakan wacana tapi masih belum ada gebrakan pembersihan internal birokrasi yang berarti. Pejabat di kementerian ini menggunakan anggaran yang tidak berorientasi hasil tapi hanya ngutak-atik habiskan anggaran.
Dalam hal memimpin birokrasi Anies sebagai menteri pendidikan GAGAL menggebrak kebobrokan warisan yang masih korup dan program asal ngabisin anggaran tanpa orientasi hasil. Jumlah kelas yang layak sangat rendah dan tunjangan guru fiktif ini adalah parameter kegagalan Anies dalam membenahi birokrasi.
“ANIES BASWEDAN ORANG BAIK, BERSIH & PINTAR, TAPI TIDAK MAMPU MEMBERSIHKAN BIROKRASI WARISAN PEMERINTAHAN LAMA YANG BOBROK. TIDAK MAMPU MEMENUHI STANDAR JOKOWI YANG TOTAL FIGHTER”
Anies akan sangat brilian dalam dunia akademik, tapi akan kedodoran jika harus memimpin birokrasi yang masih bobrok. Apalagi di DKI Jakarta, sangat berat bagi Anies membenahi birokrasi maupun bertarung dengan DPRD seperti Ahok.
Sangat mengerikan jika DKI dipimpin gubernur yang tidak setangguh Ahok, birokrasi kembali korup, DPRD begal anggaran kembali merajalela.
Bahkan Anies yang cendikiawan santun ini di tim pemenangannya saja tidak mampu mengendalikan tukang fitnah yang merupakan lawannya saat Pilpres 2014 lalu.
Mari Berpikir Cerdas dengan Akal Sehat.
Penulis:
Edy Masran
(gerpol)