Musuh Ahok bukan Paslon 3 tapi SARA, Ayo Anies Jangan Mainin SARA dan Masjid!

1295843
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Anies Baswedan menggunakan mimbar khutbah di masjid sebagai panggung kampanye menipu warga dan umat

Politisi PDI perjuangan, Adian Napitupulu mengatakan, yang menjadi musuh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat pada putaran dua nanti bukan pasangan calon nomor 3, yakni Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Menurut dia, musuh Ahok sebenarnya adalah isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). (Baca: Habib Luthfi: 70% Khatib Jum’at di Jakarta Bawa Tema Politik ke Mimbar Demi Gulingkan Pemerintah)

Dikatakan Anggota DPR itu, demokrasi yang sebenarnya tidak mempersoalkan masalah agama dan ras seseorang. Siapapun bisa menjadi pemimpin. Sayangnya, proses demokrasi dalam bentuk Pilkada di DKI Jakarta dikacaukan oleh isu SARA.

“Ketika orang mempersoalkan etnis seseorang, suku seseorang, maka sebenarnya demokrasi kita sedang terancam,” kata Adian dalam diskusi bertajuk ‘Demokrasi dan Tantangan Kebhinekaan’ sekaligus deklarasi dukungan Poros Widya Chandra kepada Ahok-Djarot di Jalan Widya Chandra X, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (1/3/2017).

Adian mencontohkan figur Presiden Joko Widodo yang membuktikan siapa pun bisa menjadi pemimpin. “Jokowi adalah buah demokrasi. Dia bukan siapa-siapa, bukan anak siapa-siapa, tapi bisa jadi Presiden. Itulah demokrasi,” tandasnya. (baca:  Taktik Hizbut Tahrir Membunuh Demokrasi Lewat Anies Sandi)
Sementara itu pengamat politik Ray Rangkuti, mengungkapkan, baru kali ini rakyat Jakarta disuguhi isu SARA yang begitu masif dalam Pemilukada.
“Ada yang bilang, kan nggak apa-apa pilih si anu karena agamanya sama. Memang itu boleh, tidak dilarang, cuma derajat demokrasinya rendah,” ujar Ray.

Ray menuturkan, sah-sah saja seseorang memilih figur pilihannya sebagai pemimpin atas dasar individual. Misalnya karena seagama, satu suku, karena ketampanan atau kecantikan seseorang. “Tetapi jelas salah kalau dihimbau apalagi sampai pakai fatwa nggak boleh dipilih karena agamanya berbeda, sukunya berbeda, warna kulitnya berbeda. Itu salah dalam demokrasi,” bilang aktivis dari LIMA itu.
Menurut Ray, dalam demokrasi kita mencari pemimpin untuk melayani kita sebagai warga negara, dan proses ini tidak mengenal agama, suku, dan lain-lain.

“Persoalan bangsa ini tidak sejahtera bukan karena uang kita tidak ada, Sumber Daya Alam kita tidak ada, orang kita tidak pintar. Yang membuat kita tidak sejahtera karena banyak pemimpinnya suka korupsi. Musuh kita sebenarnya adalah korupsi dan koruptor,” bilang Rey. (Baca: Jangan Takut Jenazah Ditolak, Pemprov DKI akan Urus, Gratis!)

Peneliti senior CSIS, J Kristiadi, menambahkan, bila isu SARA tidak segera dihilangkan, maka masa depan Republik ini bisa terancam. “Kalau pertarungan politik sudah menggunakan isu primordial, ini sudah rute menuju kehancuran negara ini,” ucapnya.

(wartakota/gerpol)