Negara Harus Menjamin Agar Hakim Bebas Dari Tekanan Massa Saat Memutus Perkara Ahok

824
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter

JAKARTA-Mahkamah Agung (MA) harus mampu menjaga kemandirian lembaga peradilan di Indonesia terlebih-lebih terkait dengan persidangan kasus penistaan agama yang didakwakan kepada Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang saat ini perkaranya memasuki agenda pembacaan putusan.

Kemandirian lembaga peradilan dan asas kebebasan hakim sangat penting karena menjelang persidangan dengan acara pembacaan putusan, masih terdapat upaya memobilisasi massa besar untuk menekan Majelis Hakim agar menghukum Ahok dengan hukuman maksimum.

Padahal konstitusi dan perundang-undangan sudah cukup membentengi lembaga peradilan dan hakim-hakim dengan prinsip-prinsip yang kokoh yaitu Kemandirian Peradilan dan Kebebasan Hakim yang wajib dlindungi dan dijunjung tinggi oleh siapapun juga agar bebas dari campur tangan kekuatan manapun dan dalam bentuk apapun.

“Kalau pada saat penyidikan dan penuntutan dalam perkara penistaan agama ini berada dalam tekanan massa besar dari aksi demo FPI dan GNPF-MUI maka ketika Ahok dijadikan terdakwa, majelis hakim diharapkan tidak tergoyahkan oleh pengaruh tekanan massa itu,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Minggu (30/4).

Seperti diketahui, pada saat awal kasus Ahok ini, penyidikan dan penuntutan Penyidik dan Penuntut Umum telah berada dalam tekanan massa besar dari aksi demo FPI dan GNPF-MUI.

Tekanan ini kemudian berhasil mengganggu independensi dan profesionalisme penyidik dan penuntut umum hingga berhasil memberi dampak negatif pada hasil penyidikan dan penuntutan.

Karena itu, Petrus berharap agar Hakim tidak terpengaruh dengan tekanan massa memutuskan perkara ini. Apalagi, Majelis Hakim dalam perkara Ahok ini sesungguhnya berada dalam dua lapis perlindungan yang secara hukum sangat memadai melalui jaminan di dalam konstitusi melalui prinsip “Kemandirian Badan Peradilan” dan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman berupa prinsip “Kebebasan Hakim”.

Saat ini, Petrus melihat, kekuatan aksi massa FPI dan GNPF-MUI yang dahulu berhasil mengintervensi dan mengintimidasi penyidik dan penuntut umun ketika perkara Ahok masih di tangan Penyidik dan Penuntut Umun, sedang membangun konsolidasi untuk mengintervensi “Kemandirian Badan Peradilan” dan “Kebebasan Hakim” melalui aksi massa .

Kelompok ini melakukan penekanan agar Majelis Hakim menghukum Ahok dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sesuai dengan selera dan ukuran mereka. Padahal tindakan menekan hakim untuk mempengaruhi kebebasan hakim, adalah merupakan tindak pidana.

“Karena itu Negara harus menjamin terwujudnya prinsip “Kemandirian Badan Peradilan dan Kebebasan Hakim” sebagaimana dimaksud dalam konstitusi dan perundang-undangan kita, agar jangan sampai Ahok menjadi korban akibat Lembaga Peradilan dan Majelis Hakim kehilangan “Mahkotanya” yaitu “Kemandirian dan Kebebasan Hakim” semata-mata karena sebuah proses hukum yang lahir akibat tekanan massa,” pungkasnya.

(gerpol)