Patrlias Akbar, Hakim MK yang ditangkap KPK adalah produk nepotisme SBY. Patrialis Akbar ditunjuk sebagai hakim MK sejak tahun 2013 untuk mengamankan Gurita Cikeas di Mahkamah Konstitusi.
Salah satu bukti Patrialis Akbar adalah nepotisme SBY adalah ia ditunjuk sebagai hakim MK tidak melalui test kelayakan “fit and proper test”, karena Patrialis Akbar mantan Menteri Hukum dan HAM SBY dari tahun 2009-2011.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Amir Syamsuddin mengatakan pemilihan Patrialis Akbar menjadi hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak melalui proses fit and proper test di Istana.
“Tidak ada. Tidak pakai fit and proper test,” kata Amir, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2013 (baca: SBY Tunjuk Patrialis Akbar sebagai Hakim MK tanpa Test).
Selain Patrialis Akbar yang mewakili pemerintah SBY saat itu, juga nama Akil Mochtar yang menjadi Ketua MK yang ujungnya tertangkap suap.
Berita Pilihan
- Tentakel Gurita Cikeas SBY di MK: Patrialis Akbar dan Akil Mochtar
- Patrialis Akbar, Hakim MK Titipan SBY, Ditangkap KPK
- Korupsi Emirsyah Satar Menyeret SBY dan Dinasti Cikeas
- Sandiaga Uno, Cawagub Anies Terlibat Penipuan Proyek Minyak
- Antasari Azhar: SBY Tahu Rekayasa Kasus Saya, Siapa Pelaku Sesungguhnya
- Terbongkar! SBY Dalang Perkara Hukum Ahok
- Gus Joy Setiawan, Saksi Pelapor Ahok, Tertangkap Foto Bareng SBY
- Koalisi SBY-AHY-Rizieq dalam Jatuhkan Ahok
- Duh! SBY dan Partai Demokrat Politisasi Perayaan Natal
- Ya Allah Tuhan YME Ini 5 Proyek Hoax SBY, Pepo AHY
- Mantan Ketua KPK: Jangan Pilih AHY Karena dari Dinasti Politik Korup
Penunjukan Patrialis Akbar dan Akil Mochtar saat itu menjadi kontroversial dan menuai penolakan. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mempertanyakan penunjukan Patrialis Akbar.
Jimly mengatakan pemilihan seorang hakim konstitusi berdasarkan undang-undang harus dilaksanakan secara transparan. Ini berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pencalonan hakim konstitusi harus dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
“Nah, apakah penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi transparan?” tanya Jimly ketika dihubungi Rabu, 31 Juli 2013. Dia mengatakan tidak transparan karena tak pernah mengikuti pemberitaan tentang pemilihan hakim konstitusi.
Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi melayangkan gugatan atas penunjukan Patrialis Akbar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta hari ini, Senin, 12 Agustus 2013. “Hari ini kami akan meminta kebijakan Ketua PTUN untuk mengeluarkan putusan sela agar pengangkatan Patrialis ditunda,” kata Erwin Natosamal, salah satu perwakilan koalisi dari Indonesia Legal Rountable.
Koalisi gabungan lembaga pemerhati hukum tersebut terdiri atas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Indonesia Legal Rountable, Indonesia Corruption Watch, Kontras dan Elsam Indonesia. Rencananya gugatan itu akan diantarkan langsung oleh koalisi tersebut ke PTUN pada siang ini.
Menurut Erwin, penunjukan Patrialis Akbar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai hakim MK telah melanggar tiga undang-undang, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih, Undang-Undang PTUN No 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Negara, dan Pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konsitusi tentang Pencalonan Hakim Konstitusi yang harus transparan.
Selain itu, Direktur Advokasi Yasasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Bahrain, mengatakan juga akan mengajukan uji materi terhadap Pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi soal pencalonan hakim yang transparan. “Penafsiran terhadap pasal itu berbeda-beda di antara lembaga negara,” katanya. (tempo.co/gerpol)