Pembubaran HTI sebagai organisasi jelas mengagetkan banyak orang, terutama di lingkungan HTI sendiri..
Banyak yang tidak menyangka bahwa Jokowi seberani itu.
Memelihara HTI – buat banyak pejabat dan kepala daerah – sama dengan memelihara suara. Puluhan ribu suara pendukung HTI jelas tidak akan berpihak pada Jokowi. Itu masih ditambah dengan puluhan ribu lainnya yang bersimpati pada HTI seperti ormas-ormas Islam yang mempunyai gerakan perjuangan yang sama dengan HTI..
Pembubaran HTI ini membuat pertarungan menjadi lebih keras. Suara HTI ini jelas akan dimanfaatkan oleh lawan Jokowi, mulai dari politisi sampai pengusaha hitam.
Dan gerakan yang sudah terbentuk melalui masjid, pengajian sampai dunia pendidikan bahwa “pemerintahan Jokowi diisi oleh PKI” akan semakin dikuatkan. Dan PKI adalah musuh Islam..
Situasi ini jelas membuat posisi Jokowi lebih berbahaya. Jika biasanya dalam permainan catur Jokowi bermain sebagai “kuda” – yang muter dulu sebelum mematikan – sekarang Jokowi menjadi “benteng” yang hantam langsung.
Jokowi sudah memainkan perang terbuka dengan kelompok garis keras..
Saya tidak tahu apakah sebelum membuat keputusan membubarkan HTI, Jokowi sudah menyiapkan rencana mengatasi dampaknya. Kalau belum, jelas sangat berbahaya…
Sebaiknya, pembubaran HTI ini jangan dengan model Hit and Run.. Habis bubarkan, terus berdiam diri menunggu dampaknya. Pemerintah sudah seharusnya mulai merapatkan barisan untuk menangkal dampak isu “Islam vs PKI” yang akan menguat.
Dan strategi yang paling bagus bagi Pakde adalah merapatkan barisan dengan GP Ansor dan Banser yang jelas-jelas secara frontal menghadang HTI di daerah-daerah.
Dalam tulisan saya “Kaum sarungan vs kaum gamis”, saya sudah membedah antivirus yang paling efektif melawan ideologi garis keras itu. Dengan pembedaan gerakan Islam fundamentalis vs Islam tradisional, maka sudah saatnya pemerintah mengembalikan kembali posisi NU – Islam tradisional – sebagai garda terdepan penjaga NKRI.
Fasilitasi NU – dalam hal ini GP Ansor dan Banser – untuk menguasai masjid-masjid di lingkungan otoritas pemerintahan seperti BUMN, juga di kepolisian dan TNI. Selain itu, kepala sekolah dan guru agama di sekolah negeri yang radikal mulai diperkecil perannya, ganti dengan yang mempunyai kebangsaan.
Pemerintah harus mulai perduli bahwa sarang radikalisme ada di dalam pemerintahan sendiri. Sudah saatnya bersih-bersih sebelum menggigit pemerintah sendiri..
Mereka radikal, harus dihadapi dengan radikal juga. Pemerintah harus menjadi fasilitator dan inisiator dalam gerakan People Power menghadapi kelompok radikal. Bangkitkan silent majority supaya tidak hanya diam, tapi mulai bersuara keras.
Dengan kerjasama ini, pemerintah akan terlindungi dari serangan tudingan HAM, otoriter, zalim yang biasanya menjadi kata pamungkas mereka..
Apapun tindakan pemerintah, saya harus angkat secangkir kopi untuk Jokowi dan Wiranto atas keberaniannya membubarkan HTI. Ini satu langkah bagus dan sangat berani yang akan merubah peta pertarungan ke depan..
Posisi saya sebagai pendukung pemerintah Jokowi semakin kuat bahwa saya memilih pemimpin yang benar, yang tidak berpihak kepada radikal..
Angkat secangkir kopi dan kita kobarkan perang terbuka juga kepada mereka yang radikal.
Rapatkan barisan untuk mereka yang cinta NKRI !
www.dennysiregar.com
(gerpol)