PKS dan Eep: Menggandeng HT, Mengkhianati Prabowo
PKS tidak berpuas diri dengan mulai menghitung langkah menuju 2019. Dengan berpasangan dengan Prabowo, PKS hanya akan mendapatkan kursi Wapres, tentu tidak mudah mengambil ceruk dibawah kekuasaan Prabowo Subianto. Untuk mencapai tujuan akhirnya menegakkan sistem pemerintahan Islam, bagaimanapun Prabowo adalah nasionalis sejati yang tidak akan pernah bersedia menukar Pancasila dan UUD 45 menjadi sistem pemerintahan Islam. Itu sudah diketahui PKS, bahkan pun Prabowo dibawah todongan senjata, dia tetap akan tegak memegang tiang NKRI.
Baca: Membongkar Rencana Makar Ikhwanul Muslimin: Eep Sang Boneka (Bagian-1)
Tapi kesempatan PKS benar-benar hanya tahun 2019. Jika Jokowi menjabat periode kedua sebagai Presiden, maka sudah bisa dipastikan program Revolusi Mental akan tertanam kuat pada generasi muda. Semakin sulit mewujudkan garis perjuangan khilafah Islamiyah. Ini sudah begitu dekat, jalan terbuka lebar menuju kesana. Akhirnya PKS melirik PERINDO sebagai target politiknya. Bagaimanapun Hary Tanoe mendukung kemenangan Aher di Jawa Barat dan Gatot Pujo Nugroho di Sumatera Utara. Namun Hary Tanoe tentu sadar tidak mungkin terpilih sebagai Presiden, maka hasrat PKS bersambut. Anies diboyong oleh Eep memasuki gerbang Kebon Sirih. PKS telah menemukan mitra baru, paket Anies-Hary Tanoe for Indonesia 2019. PKS berpikir akan mudah membuang seorang China-Kristen seperti Hary Tanoe, ketimbang membuang Muslim seperti Sandiaga Uno.
Baca: Membongkar Rencana Makar Ikhwanul Muslimin: Eep dan PKS Duri dalam Daging (Bagian-2)
Pada saat deklarasi dukungan PERINDO kepada Anies-Sandi, PKS sengaja tidak hadir sebagai sinyal ke Prabowo, bahwa PKS sama sekali tidak suka Hary Tanoe bergabung. Hal ini sebagai alasan agar kelak bisa meninggalkan Prabowo bersama Sandiaga. Selain itu konstituen PKS tentu tidak senang melihat PKS bergandengan tangan dengan seorang Kristen dan China, sementara di bawah mereka sedang menyebarkan propaganda pemimpin Kafir.
Baca: Membongkar Makar Ikhwanul Muslimin: Eep Kuda Troya PKS Mengalahkan Jokowi-JK (Bagian-3)
Eep sudah hampir orgasme, dia semakin yakin formula politiknya bekerja efektif, sebentar lagi dirinya akan menjadi arsitek politik kelas wahid, yang selama ini tidak mungkin didapatkannya dengan jalur “berpikir normal.” Minoritas Kreatif adalah mimpi dan obsesi Eep, baginya dia seorang diri akan menggulung dunia. Mungkin dia sebentar lagi akan meninggalkan Sandrina sebagaimana dulu dia meninggalkan isterinya untuk Sandrina.
PKS mengalami hal yang sama, mereka melihat Sandi bisa menjadi ancaman. Ajang Pilkada DKI tidak boleh memunculkan Sandi sebagai tokoh baru, karena itulah dalam debat di Metro TV, Sandi tidak diberi ruang untuk berbicara. Pasukan Siber PKS dan HTI secara aktif menyebarkan bobrok masa lalu perusahaan Sandi ke publik. Sehingga kemenangan Pilkada DKI Jakarta tidak rela dibagi dengan Geirndra. Sagat disayangkan Sandi dan Prabowo sudah terlambat menyadari itu. Kerusakan dibawah sudah sedemikian parah, puncaknya adalah ketidakhadiran Anies dan Sandi di acara debat di Kompas TV.
Baca: Membongkar Makar Ikhwanul Muslimin: PKS dan Eep Meninggalkan Jokowi, Menyingkirkan Sandi (Bagian-4)
Anies, Eep dan PKS telah berkomplot membangkang Prabowo Subianto. Agar Prabowo tidak bisa mengantisipasi dan memaksa Anies untuk hadir di Kompas TV, Eep sudah bekerja menyebarkan klarifikasi sebelum Prabowo bahkan KompasTV menyadari hal tersebut. Eep meyakini angka kemenangan sudah ditangan Anies-Sandi. Sebenarnya bisa saja jika pihak Anies-Sandi mengadakan acara yang kira-kira akan dilihat publik memenangkan Anies-Sandi. Eep tinggal angkat telepon ke Hary Tanoe, maka tinggal pilih akan debat dan tayang di televise milik Hary Tanoe yang mana? Namun Eep tidak melakukanya, begitu juga Hary Tanoe tidak menawarkan, sebagaimana ketika dulu KMP merasa dicurangi pada Pilpres 2014. Skenario pengkhianatan kepada Prabowo Subianto berjalan mulus.
Prabowo Subianto adalah seorang kesatria, dia tidak akan pernah lari dari gelanggang. Baginya ketidakhadiran Anies dan Sandi di Kompas TV buikanlah bagian dari strategi, melainkan pertaruhan sebuah kehormatan. Orang seperti Eep, Hary Tanoe, Anies dan petinggi PKS mungkin bisa menerima hinaan seperti itu, dengan berpikir toh kemenangan sudah ditangan. Sebelum kejadian ini, Eep sudah mengeluarkan survey atasnama Polmark, bahwa sebenarnya Pilgub DKI sudah tidak butuh debat karena 80% warga DKI Jakarta memilih dengan pertimbangan agama. Namun tidak bagi Prabowo, mati dalam pertempuran adalah sebuah kehormatan dibandingkan menang dengan mencatatkan satu noda sejarah dimana pernah disuatu waktu dirinya lari meninggalkan gelanggang.
Minoritas Kreatif yang menjadi obsesi Eep dengan referensi Partai FIS di Al Jazair, tidak menghitung bahwa seorang prajurit Kesatria seperti Prabowo, rela menukar apapun asal kehormatannya tidak diganggu. Sudah berkali-kali Prabowo menujukkan sikap kesatria seperti itu. Dia menerima kunjungan Joko Widodo dua kali, dia menujukkan bagaimana menjadi oposisi tanpa perlu menjadi pengecut yang penuh kepura-puraan. Sebentar lagi Minoritas Kreatif akan menuai badai dari angina keculasan yang ditaburnya disekitar persekongkolan jahat mereka bersama Hary Tanoe.
Abdulbaki Sahrowi, Pengamat Politik Asia dan Timur Tengah, tinggal di Paris
(bersambung) (gerpol)