Sampe Stres, Anies Tidak Bisa Acak-acak APBD DKI, karena Dikunci Lewat e-Budgeting

3776
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Anies Kecut dan Ahok Ceria, kok bisa?

Cagub Anies Baswedan telah bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota pada Kamis (20/4) kemarin. Salah satu yang dibahas keduanya yakni soal APBD Perubahan (APBD-P).

“Saya sampaikan kepada Pak Anies, ini kan APBD-P kan saya yang nyusun, nah tentu kami mesti duduk bareng, mesti disampaikan kepada partai pendukungnya,” kata Ahok setelah menerima kunjungan Anies di gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (20/4/2017).

Baca:

Adanya pergantian kepala daerah tidak menganggu APBD DKI 2017. Sebab, APBD dikunci melalui sistem e-budgeting. Hingga masa menjabat pada Oktober 2017 mendatang, Ahok mengatakan program akan terus berjalan. Kepada Anies, Ahok berharap agar nantinya pembahasan anggaran dengan DPRD DKI Jakarta tidak mengalami deadlock.

Soal APBD-P sendiri telah ada prosedurnya lewat sistem e-budgeting. Aturannya tercantum dalam Peraturan Gubernur Nomor 145 Tahun 2013 tentang Penyusunan RAPBD/ APBDP melalui Electronic Budgeting. Pergub ditandatangani oleh Gubernur Joko Widodo pada saat menjabat.

Masalah anggaran menjadi hal penting dalam pemerintahan Joko Widodo bersama Ahok. Pada 2012 lalu, Jokowi meneken Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan sejumlah instansi. Mulai dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) hingga bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

MoU dilakukan untuk mendukung mewujudkan transparansi dan keterbukaan. Audit dari lembaga ini dilakukan setiap harinya untuk pencegahan dini terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran.

Lalu, seperti apa proses penyusunan RAPBD melalui e-budgeting?

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan hal itu saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.

Dia memaparkan, penyusunan RAPBD DKI diawali dengan Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) di tingkat kelurahan, berlanjut di kecamatan. Dalam tahapan tersebut, sudah mulai diinput pengajuan anggaran dengan e-budgeting non-online untuk diberikan pada setiap unit.

Pengajuan anggaran dari tingkat kelurahan dan kecamatan tersebut kemudian dibahas di tingkat kantor pemerintahan kota (Kapemko). Setelah dibahas dan disetujui, data tersebut kemudian diunggah ke e-budgeting online. Dari Kapemko dan Wali Kota, daftar pengajuan anggaran itu kemudian dibawa ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.

“Di Bappeda dimasukkan komponen-komponen yang diajukan yang sudah diverifikasi,” papar Heru.

Selesai dari Bappeda, pengajuan RAPBD itu kemudian dibawa ke BPKAD. Masing-masing unit akan mendapatkan nomor rekening untuk pengajuan anggaran.

“Misalnya untuk suku dinas pendidikan nomor rekeningnya 555555 dan jumlah anggaran sesuai dengan yang diajukan,” kata Heru.

BPKAD akan memastikan bahwa program yang diajukan oleh satuan kerja perangkat daerah tersedia anggarannya. Setelah dari BPKAD, RAPBD dalam format e-budgeting diserahkan ke Gubernur untuk diperiksa. Apabila Gubernur sudah setuju maka RAPBD e-budgeting akan dikunci.

“Itu BKPAD yang me-lock atas perintah Gubernur. Setelah jadi semuanya kan diakses oleh Gubernur. Kalau beliau bilang di-lock, akan saya lock,” kata Heru.

Siapa saja yang bisa mengakses atau mengotak-atik RAPBD? Pemprov hanya mengizinkan pejabat tertentu yang diberikan password untuk mengisi draf RAPBD.

Mereka yang diberikan password adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, asisten-asisten dan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kendati begitu, akses mereka tetap terbatas.

“Yang bisa mereka lihat hanya punya mereka saja. Misalnya, suku dinas pendidikan ya yang bisa diakses ya pengajuan mereka saja,” kata Heru.

(detikcom/gerpol)