JAKARTA-Sepak terjang calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga S. Uno dalam dunia bisnis tanah air tidak perlu diragukan. Namun sebenarnya, bos PT Recapital Grup ini memiliki banyak kasus pidana seperti bom waktu yang akan meledak dimana-mana setiap saat.
Setelah diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi, Sandi juga terlibat permainan bisnis kotor saat proses akuisisi PT Bank Pundi Indonesia Tbk. (BEKS) oleh PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Baten Tbk milik Pemerintah Provinsi Banten. “Saya kira, Sandiaga Uno dan Rano Karno harus menjelaskan posisi BPD Banten sebelum peralihan kekuasaan pasca pilgub ini. Posisi Rano Karno harus clear karena diduga dia menjadi korban dari modus penipuan berbungkus akuisisi ini,” terang Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Sabtu (15/4).
Baca:
- Bau Busuk Bank Pundi dan Licinnya Sandiaga Uno
- Menelisik Jejak Sandiaga Uno dalam Kasus Suap Penjualan Bank Pundi
- Sandiaga Uno Bukan Spesialis Menyembuhkan Perusahaan Sakit, Tapi Memperparah
Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, BPD Banten tersebut belum sepenuhnya beroperasi untuk memaksimalkan potensi ekonomi dan mengoptimalkan percepatan pembangunan daerah Provinsi Banten. Penyebabnya, kinerja Bank Pundi sejak awal akuisisi memang sangat buruk bahkan berada dalam pengawasan khusus Otoritas Jaka Keuangan (OJK).
Hal ini sangat berasalan karena Bank Pundi ini diakuisisi dari Bank Eksekutif yang sudah akan kolaps lantaran mismanagement serta persoalan kredit macet. Kondisi Bank Pundi yang tidak sehat ini terus diwariskan ke BPD Banten hingga saat ini.
Seperti diketahui, peralihan Bank Pundi berdasarkan RUPSLB PT. Bank Pundi Tbk. pada tanggal 10 Juni 2016, telah menghasilkan 3 keputusan penting yaitu: “Mengubah Anggaran Dasar, Menambah Modal Inti Perusahaan yang awalnya Rp. 2 triliun menjadi Rp. 5 triliun dan Mengganti Nama Bank Pundi Indonesia Tbk. menjadi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Banten”.
Meskipun proses akuisisi berikut seluruh perubahannya telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM, namun perfomanace bank ini belum sepenuhnya beroperasi maksimal sebagaimana layaknya BPD pada umumnya. Karena itu, publik lantas mempertanyakan kondisi Bank Pundi sebelum diakuisisi BPDP Banten, apakah dalam keadaan sehat atau sebaliknya dalam keadaan tidak layak dijual alias bermasalah. “Pertanyaan ini harus dijawab bukan saja oleh Rano Karno (Gubernur Banten), tetapi juga oleh Sandiaga Uno, karena dari beberapa sumber menyatakan Bank PUndi tidak sehat,” terangnya.
Sejumlah sumber menyatakan BPD Banten hingga saat ini belum bisa melayani kebutuhan masyarakat Banten maupun kepentingan Pemprov Banten sesuai dengan tujuan pengakuisisiannya. Disinyalir, hambatan dalam pelayanan kepada masyarakat disebabkan karena pada saat proses akuisisi berjalan pada akhir tahun 2015, beberapa pihak yang memiliki otoritas dalam proses akuisisi ditangkap dalam OTT KPK.
Akibatnya, kelanjutan operasional BPD Banten Tbk terhambat hingga saat ini. Karena itu, Sandiaga Uno harus menejelaskan kondisi Bank Pundi tersebut. “Apalagi, diduga kuat pada saat pengakuisisian dilakukan berada dalam kondisi buruk, tidak sehat dan memiliki riwayat sebagai Bank yang berasal dari Bank Eksekutif dalam keadaan kolaps,” imbuhnya.
Pada saat ini lanjutnya sedang terjadi proses pergantian kepemimpinan, baik di Pemprov Banten maupun di Pemprov DKI Jakarta.
Di Banten Rano Karno sebagai calon Gubernur Banten incumbent dinyatakan kalah oleh KPU Provinsi Banten. Sementara Sandiaga Uno selaku mantan pemilik Bank Pundi Indonesia Tbk akan memasuki Pilgub DKI Jakarta putaran kedua, sehingga akuisisi Bank Pundi menjadi BPD Banten Tbk dikhawatirkan akan membawa implikasi hukum yang sangat luas terutama akan menyeret banyak pihak untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana dalam waktu yang berkepanjangan.
Hal ini akan mengganggu operasionalisasi BPD Banten, terutama pelayanan Bank untuk memenuhi tujuan pembangunan Provinsi Banten menjadi terganggu.
Dijelaskan lebih lanjut, implikasi hukum lain yang dikhawatirkan adalah akan melahirkan problem hukum dan politik yang sangat kompleks, bukan saja bagi Pemerintah Daerah Banten, akan tetapi juga akan sangat menggganggu kepemimpinan Pemprov DKI Jakarta.
Masalahnya semakin kompleks apabila Sandiaga Uno terpilih menjadi Wakil Gubernur dalam pilgub DKI Jakarta berpasangan dengan Anies Baswedan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. “Maka semua visi misi dan program pembangunan Pemprov DKI Jakarta akan sangat terganggu, tertutama fungsi pelayanan publik menjadi stagnan, hanya karena tidak transparannya para pemangku kepentingan, ya Partai Politik, Pasangan Calon, KPU, BAWASLU bahkan masyarakat yang kurang berperan dalam memberikan informasi mengenai segala hal menyangkut integritas moral dan kejujuran pasangan calon,” pungkasnya.