Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama soal penerapan parkir meter di sejumlah tempat dikritik oleh Sandiaga Uno, wakil gubernur DKI terpilih.
Sandiaga menilai parkir meter bukanlah budaya warga Jakarta. Menurutnya, sistem parkir meter yang diterapkan di Jakarta tidak cukup berhasil mencegah kebocoran.
Baca:
- Lempar Fitnah Keji, Alfian Tanjung Sebut NU Komunis Gaya Baru
- Belum Dilantik Gubernur, Anies Sudah Diperebutkan Jadi Cawapres oleh Amien Rais dan Prabowo
Namun, Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Wakadishub) DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyebut, dari segi pendapatan, parkir meter masuk kategori efektif.
“Kalau bicara dari penerimaan, kenaikan bisa 300% sampai 400% dari sebelumnya. Kalau kita bicara nilai rupiahnya, kenyataan 300%-400% naiknya,” kata Sigit di Balai Kota, Kamis (4/5).
Jumlah tersebut, kata Sigit, adalah jumlah persentase pendapatan secara keseluruhan di Jakarta. Sebagai contoh, pendapatan parkir di Jalan Agus Salim atau Jalan Sabang sebelum ada parkir meter sebesar Rp 500.000-Rp 1 juta per hari. Setelah ada parkir meter, pendapatan parkir di Jalan Sabang bisa mencapai Rp 8 juta sehari.
Lanjut Sigit, dengan adanya parkir meter membuat pendapatan lebih transparan. Selain itu, pendapatan dari parkir yang besar bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur jalan dan meningkatkan kesejahteraan juru parkir (jukir).
“Justru dengan penggunaan parkir meter ini, pendapatan kita lebih transparan yang nanti juga dikembalikan. Selain untuk infrastruktur jalan dan parkir juga bisa meningkatkan kesejahteraan jukir,” kata Sigit.
Diberitakan sebelumnya, Sandiaga menilai pola yang diterapkan dalam sistem parkir model tersebut tidak cocok dengan budaya orang Indonesia.
Hal itu dilontarkannya saat diundang untuk mendapat pemaparan dari pengembang aplikasi “Jukir” di kantor Bubu.com yang berlokasi di kawasan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/5).
Pada kesempatan itu, pengembang aplikasi “Jukir” memaparkan mengenai tidak efektifnya penerapan sistem parkir meter di Jakarta. Dirinya menilai, karena kebanyakan warga yang memarkirkan kendaraannya bukan membayar sendiri biaya parkir langsung di mesin, melainkan menitipkan uangnya ke juru parkir. “Ini yang bisa jadi celah adanya permainan,” ujar salah seorang pengembang aplikasi “juru parkir” kepada Sandi.
“Iya parkir meter bukan budaya kita tuh,” ujar Sandi menanggapi.
Selama pemaparan, para pengelola aplikasi mengatakan bahwa sistem parkir dengan pembayaran secara online melalui aplikasi “Jukir” kini sudah diterapkan di banyak lokasi di Kota Bekasi dan Tangerang Selatan.
(kontan/gerpol)