Membantah pernyataan Anies Baswedan di markas FPI Petamburan bahwa hanya etnis Arablah yang menyatakan kesetiaan kepada Indonesia sebelum Indonesia ada dengan mendirikan Partai Arab Indonesia 1934, aku cuplik beberapa fakta sejarah tentang kesetiaan etnis Cina kepada Indonesia, sebelum berdirinya Indonesia 17 Agustus 1945:
WR Supratman dan Yo Kim Tjan, 1927, pemilik Toko Musik Populair di Pasar Baru, berkolaborasi merekam lagu Indonesia Raya yang kemudian digandakan di Inggris.
Pada 1928, para pemuda membuka Kongres Pemuda II di lahan Jong Katoliek Bond di Kompleks Katedral dan ditutup di rumah Sie Kong Liong di Jalan Kramat Raya 106, yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Pemuda, seperti Mohammad Yamin, Amir Sjarifoeddin, dan Asaat, yang kelak menjadi pejabat presiden RI, pernah indekos di rumah Sie Kong Liong yang menyokong gerakan para pemuda hingga lahir Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928
Liem Koen Hian 1932 mendirikan Partai Tionghoa Indonesia yang tanpa henti menyerukan kepada peranakan Tionghoa untuk memberikan loyalitas politiknya kepada Indonesia.
Liem Koen Hian adalah salah satu founding fathers Indonesia yang ikut menjadi anggota BPUPKI.
Surat kabar Sin Po/新报 adalah harian pertama yang memuat teks lagu kebangsaan Indonesia; Indonesia Raya, dan turut mempelopori penggunaan nama “Indonesia” untuk menggantikan nama “Hindia Belanda” sejak Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Harian ini juga yang menghapus penggunaan kata ‘inlander’ dari semua penerbitannya karena dirasa sebagai penghinaan oleh rakyat Indonesia. Sebagai balas budi, pers Indonesia mengganti sebutan ‘Cina‘ dengan ‘Tionghoa‘ dalam semua penerbitannya. Dalam percakapan sehari-hari, Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tjipto Mangoenkoesoemo kemudian juga mengganti kata ‘Cina’ dengan kata ‘Tionghoa’.
Siauw Giok Tjhan