Tamasya Al Maidah dalam bentuk pengerahan massa ke TPS di seluruh DKI Jakarta adalah teror dan intimidasi politik yg akan mempengaruhi pilihan warga yang bebas, jujur, dan adil. Sekalipun partisipasi pengawasan atas pelaksanaaan pilkada dijamin UU, tetapi dalam konteks politik DKI Jakarta hal itu bermakna lain.
Baca:
- Waspada! Skenario Rusuh di Pilkada 19 April 2017
- Anies, Sudahi Provokasimu!
- NU: Usir Djarot dari Dalam Masjid, Sama Saja Hina Islam!
Cukup sudah penebaran kebencian dan intimidasi terjadi selama proses kampanye seperti terjadi sebelumnya. Saat 19 April 2017, adalah waktu bagi warga DKI menjadi wasit atas kontestasi politik lima tahunan itu. Tamasya Al Maidah jelas merupakan bentuk kampanye dan pemaksaan terbuka atas pilihan warga dalam pilkada, karena tamasya itu dipastikan berimplikasi pada ketakutan warga atas dampak pilihannya dalam pilkada.
Tamasya Al Maidah, jika benar terjadi, masuk kategori pelanggaran serius yang terstruktur, sistematis dan massif, yang akan merusak integritas pilkada. Walaupun tidak secara terbuka tamasya itu dilakukan oleh pasangan calon tertentu, tetapi nalar publik telah mengaitkannya bahwa tamasya itu sebagai ajakan dan dorongan melarang pasangan yang dianggap menodai Al Maidah. Karena itu, Polri dan Bawaslu tidak bisa berdiam diri. Pengerahan massa itu harus dicegah karena merupakan pelanggaran pilkada dan tindak pidana pemilu. Tks.
Hendardi, Setara Institute.
(gerpol)