Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik cara Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam membangun sejumlah infrastruktur di Ibu Kota. Juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat, Raja Juli Antoni balik ‘menyerang’ Fahri Hamzah.
“Komentar Fahri di beberapa media online mengenai kebijakan Ahok mengelola pembangunan infrastruktur di Jakarta memperlihatkan Fahri tidak mengerti perundang-undangan dan terkesan nyinyir, sekadar kampanye negatif kepada Ahok,” kata Raja Juli kepada wartawan di Jakarta, Jumat (31/3/2017).
Baca:
- Fahri Hamzah Kritik Ahok, Plt Soni: “Tidak Ada Yang Salah Dengan Ahok”
- Mampus! KPK Geret Fadli Zon dan Fahri Hamzah di Sidang Pajak
- Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Syahrini Terkait Kasus Suap Pajak
Menurut dia, seharusnya Fahri tahu bahwa penerimaan aset di luar APBD tidak melanggar peraturan perundang-undangan karena dapat dikelompokan sebagai, ‘lain-lain pendapatan daerah yang sah’. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 25 dari PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Memang, kata Raja Juli, penerimaan aset tersebut saat ini masih di luar struktur APBD. Ini terjadi karena belum adanya nilai pasti aset berupa infrastruktur yang akan diserahkan oleh pihak swasta tersebut kepada Pemprov. Nantinya aset tersebut akan dinilai oleh profesi penilai independen sebelum diserahterimakan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Contohnya, apabila sebuah perusahaan memiliki nilai kompensasi X Rupiah, kemudian dia membangun infrastruktur yang setelah dinilai oleh profesi Penilai independen bernilai X-20 rupiah, maka 20 rupiah tersebut tetap terhitung sebagai hutang kepada Pemprov yang harus dilunasi dalam bentuk infrastruktur juga,” kata Raja Juli.
Dia menambahkan, meski pendapatan daerah ini tidak masuk dalam struktur APBD, seluruh penerimaan yang tidak masuk dalam tubuh APBD akan tetap dan wajib dituangkan didalam Laporan Keuangan Daerah, seperti neraca di dalam perusahaan. Penerimaan tersebut nantinya tetap akan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan diperiksa oleh BPK.
Raja Juli menambahkan, penerimaan ini dilakukan secara akuntabel terukur karena memiliki dasar hukum yang jelas. Hasil dari proyek infrastruktur tersebut nantinya akan dinilai oleh profesi penilai independen. Sehingga hasil proyek tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian apapun bagi negara.
“Dan yang terpenting menguntungkan rakyat Jakarta lewat pembangunan infrastruktur yang efektif, efisien dan berkualitas,” kata dia.
Lebih lanjut, Raja Juli mengatakan bahwa Fahri juga tidak bisa mengatakan bahwa penerimaan ini adalah denda, tetapi sebagai kompensasi yang diberikan swasta atas izin meningkatkan lantai bangunan yang memang diperbolehkan. Ketentuan sesuai dengan Pasal 621 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dan juga Pergub Nomor 210 Tahun 2016 tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan.
“Yang dilakukan Pemprov semua sudah ada aturan mainnya, jadi bukan suka-suka gubernur seperti tempo dulu,” tegas Raja Juli.
“Fahri sebagai seorang anggota DPR harusnya mengetahui bahwa kebijakan menurut teori hukum administrasi negara didasarkan pada motivasi kepentingan umum. Kebijakan itu sejatinya didasarkan pada motivasi kemanfaatan kepentingan umum yang dilindungi (doelmatigheid) sehingga tidak bisa dipertentangkan dengan pendekatan penilaian hukum (rechtmatigheid) yang lebih sempit,” tutup Raja Juli yang juga Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia itu.
Sebelumnya, Fahri Hamzah mengkritik cara Gubernur DKI non aktif Ahok dalam membangun simpan susun Semanggi. “Tidak ada istilah pembiayaan dari sumber dana non-APBD, karena CSR pun harus masuk dalam sumber penerimaan APBD,” kata Fahri kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/3/2017) kemarin.
(detikcom/gerpol)