Gde Sardjana, suami calon wakil gubernur DKI Sylviana Murni, memenuhi panggilan penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, hari ini. Ini merupakan pemeriksaan kedua bagi Gde. Gde Sardjana diperiksa untuk kasus penangkapan 10 aktivis yang diduga makar Jumat(2/12) lalu.
Kompas.com melaporkan, Gde yang mengenakan baju batik warna biru dan celana hitam ini masuk ke Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya sekitar pukul 12.40. Tak ada satu kata pun terlontar dari mulutnya saat dicegat awak media.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Prabowo Argo Yuwono mengatakan penyidik menemukan aliran dana dari Gde Sardjana kepada salah satu tersangka dugaan makar bernama Zamran.
“Ada pemberian uang saat sebelum dia tanggal 2 Desember dulu. Ya itu, apa pernah ngasih uang, untuk apa, berapa jumlahnya,” kata Argo seperti dilansir kbr.id. Sayang, Argo tak mau mengungkap berapa jumlah uang yang ditransfer Gde itu. Yang jelas, kata dia, uang itu masuk sebelum aksi 212.
Zamran menjadi salah satu orang yang ditangkap bersama adiknya Rizal Kobar. Menurut juru bicara Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar, kakak beradik itu merupakan tersangka penyebar ujaran kebencian (hate speech) dan SARA di media sosial yang dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE). “Menyebarluaskan informasi yang bernuansa permusuhan terkait isu-isu SARA,” ujarnya.
Dalam kasus dugaan makar, kepolisian sudah menetapkan beberapa tersangka antara lain Kivlan Zein, Adityawarman Thahar. Firza Huzein, Eko Santjojo, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri.
Pemeriksaan terhadap Gde ini, kata Argo diperlukan untuk pemeriksaan tambahan terhadap tersangka Rachmawati Soekarnoputri.
Ke-11 orang terduga makar dan penghina penguasa pada Jumat (2/12/2016) pagi, ketika aksi 212 akan digelar di Lapangan Monas. Menurut Boy Rafli, penangkapan itu merupakan langkah preventif dan persuasif. Sebab, dalam kondisi peserta aksi 212 yang mencapai jutaan orang, maka jika ada provokasi sangat memungkinkan terjadi aksi terburuk.
Polri menyatakan beberapa orang dari 11 aktivis terduga makar dan menghina penguasa yang ditangkap ingin mengarahkan massa aksi Bela Islam Jilid III untuk menduduki Gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta. Mereka diduga berniat ingin mendorong MPR menggelar Sidang Istimewa yang memungkinkan untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
“Insya Allah polisi akan mempertanggungjawabkan secara hukum terhadap proses penegakan hukum 11 warga negara kita,” kata Boy melalui BBC Indonesia.
Polisi, atas pengamatan subjektif, sudah membebaskan delapan orang, yaitu Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani, sedangkan Sri Bintang Pamungkas, serta Zamran dan Rizal masih dalam penahanan.
Polisi menetapkan tujuh tersangka yang diduga telah melakukan permufakatan makar. Ketujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet, Adityawarman, Eko, Alvin dan Firza Huzein. Mereka disangka melanggar Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.
Tersangka lainnya, Sri Bintang Pamungkas, Zamran dan Rizal Kobar dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 KUHP.
Sri Bintang dianggap melakukan penghasutan melalui YouTube yang diunggah pada November 2016. Sedangkan musikus Ahmad Dhani dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.