Benarkah Sylviana, Cawagub AHY, Sudah Tersangka Korupsi Dana Pramuka?

886406
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Selain Korupsi Masjid Rp. 27 M, Sylviana juga korupsi Bansos Pramuka Rp 6.81 M

Jakarta – Sylviana Murni, Cawagub AHY, menjadi tersangka untuk kedua kali. Setelah sebelumnya menjadi tersangka kasus dana pembangunan masjid Al-Fauz, saat ia menjadi wali kota Jakarta Pusat. Kini Sylviana menjadi tersangka korupsi dana hibah Pramuka.

(baca: Sylviana, Cawagub AHY Jadi Tersangka Korupsi Masjid)

Kepastian Sylviana menjadi tersangka dana hibah Pramuka setelah Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri meningkatkan status penyelidikan dana hibah Kwartir Daerah Pramuka DKI Jakarta.

“Berdasarkan hasil gelar perkara hari ini, status penyelidikannya ditingkatkan menjadi penyidikan,” kata Kasubdit I Tipikor Bareskrim Kombes Adi Deriyan Jayamarta kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (24/1/2017).

“Peruntukan masing-masing berbeda,” kata mantan penyidik KPK ini.

Meski demikian, penyidik belum menentukan siapa yang akan bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi ini. Terkait rencana pemeriksaan, penyidik akan segera memanggil pihak-pihak terkait.

“Pemeriksaan selanjutnya nanti kalau sudah ada jadwal pemanggilan akan disampaikan,” kata Adi.

Menurut sumber Gerpol, Sylviana sudah ditetapkan tersangka, soal pengumuman hanya menunggu waktu yang tepat. Karena Kepala Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka DKI Jakarta saat itu adalah Sylviana Murni.


Berita Pilihan Terkait Kasus Korupsi Sylviana

Sedangkan Sylvi usai diperiksa pékan tidak mampu menjawab soal adanya korupsi dalam dana hibah Pramuka, Sylvi hanya mempermasalahkan surat panggilan polisi yang menurutnya salah. Sebab, dana yang diturunkan untuk Kwarda bukanlah bansos, melainkan dana hibah.

“Saya dapat surat panggilan, di dalamnya ada nama saya. Di sini ada kekeliruan, yaitu tentang pengelolaan dana bansos Pemprov DKI Jakarta. Padahal itu bukan dana bansos, tetapi ini adalah dana hibah,” ucap Sylvi.

Menurut dia, dana hibah itu tertuang dalam SK Gubernur Nomor 235, 14 Februari 2014, yang berisi biaya operasional pengurus Kwarda 2013-2018 yang dibebankan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI sebesar Rp 6,8 miliar.

“Tentang penggunaan dana hibah, ada kegiatan yang tidak dilaksanakan dan dananya telah dikembalikan ke Pemprov DKI Dana itu sebesar Rp 35 juta tahun 2014 dan Rp 801 juta tahun 2015,” kata Sylviana Murni berkelit.

Sylviana juga menyebut-nyebut nama Presiden Joko Widodo yang saat itu sebagai Gubernur DKI yang menandatangani. Padahal korupsi dana hibah terletak pada pelaksanaan kegiatan bukan pada siapa yang menandatangangi.

Dengan menyebut dan menyeret nama Joko Widodo, Sylviana telah berbuat licik, dia ingin menutupi perbuatan korupsinya dengan memakai nama Joko Widodo sebagai tameng. Padahal, sekali lagi, korupsi terletak pada pemanfaatan dana hibah. (liputan6.com/gerpol)